Menuju konten utama

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 Kalah dengan Timor Leste

Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 anjlok tiga poin dan menempati urutan 102 dari 180 negara.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 Kalah dengan Timor Leste
Menteri Sosial Juliari P Batubara tiba di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

tirto.id - Transparency International Indonesia mencatat indeks persepsi korupsi Indonesia (IPK) pada 2020 menurun.

IPK 2020 nilainya 37 dan menempati peringkat 102 dari 180 negara, sedangkan tahun 2019 IPK Indonesia skor 40 dan menempati urutan 85. Skor IPK Indonesia 2020 bahkan lebih rendah dari nilai IPK Timor Leste 2020 sebesar 40 dan berada di urutan 86. Semakin rendah skor dan tinggi peringkat menunjukkan penurunan persepsi.

Manajer Departemen Riset TII, Wawan Suyatmiko mengatakan, hasil survei IPK mengindikasikan korupsi di Indonesia telah menggeser alokasi anggaran pelayanan publik terhadap kesehatan.

Menurutnya, negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung mengeluarkan uang lebih sedikit untuk kesehatan.

"Berbanding terbalik dengan negara-negara yang relatif bersih korupsi, mereka concern dan menaruh anggaran besar pada pelayan publik," kata Wawan dalam pemaparan survei, Kamis (28/1/2021).

Survei dilakukan sejak awal 2020 hingga Oktober 2020. Terdapat tiga indikator dalam IPK Indonesia yakni ekonomi dan investasi yang mengalami stagnasi dan cenderung turun; penegakan hukum dengan kualitas yang stagnan; politik dan demokrasi mengalami penurunan skor yang artinya sektor politik masih rentan terhadap korupsi.

TII menyarankan agar pemerintah memperkuat peran dan fungsi lembaga pengawas agar alokasi sumberdaya penanganan pandemi tidak dikorupsi dan tepat sasaran.

Perlu dipastikan transparansi kontrak pengadaan, sebab menurut pelonggaran proses pengadaan memberikan banyak peluang untuk korupsi.

"Pemerintah harus memastikan adanya akses data bagi masyarakat, dan mudah diakses oleh masyarakat sebagai hak memperoleh informasi dan data," ujar Wawan.

Menanggapi riset TII, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutnya sebagai penurunan IPK terparah. Sejak 1997, IPK Indonesia mengalami kenaikan perlahan atau minimal stagnan.

Meski demikian, Mahfud tidak kaget dengan penurunan karena revisi UU KPK yang ditolak secara luas oleh masyarakat. Kemudian, terdapat faktor lain maraknya penyunatan hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung selama 2020.

"Sebagai persepsi it's okay, karena itu selalu muncul, meskipun ketika bicara soal data. Apa yang dilakukan, berapa uang yang diselamatkan pada tahun pertama itu. Tentu bisa disimpukan secara hati-hati," ujar Mahfud dalam acara sama.

Menurut Mahfud IPK Indonesia bisa saja naik jika riset berjalan hingga Desember 2020. Saat itu ada momentum KPK menangkap dua orang menteri, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut seluruh pemangku kepentingan dapat bekerja sama mengawal sektor investasi dan ekonomi serta politik dan demokrasi.

KPK, kata Ghufron hanya bisa menindak pada sektor hilir. Sementara korupsi kerap kali terjadi sebagai akibat adanya celah di sektor hulu.

"Kami sebenarnya berupaya dari awal telah melakukan pencegahan tapi faktanya masih terjadi," ujar Ghufron.

Baca juga artikel terkait INDEKS PERSEPSI KORUPSI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali