Menuju konten utama

Indehoi bersama Aplikasi Bigo Live

Bigo Live kini menjadi aplikasi yang banyak digemari. Isinya, kebanyakan icik-icik ehem-ehem alias indehoi. Interaksi antara artis dan fans di sana tak jauh-jauh dari obrolan seputar seks. Kata kuncinya itu-itu saja: coli, kancut, beha, keluar di mulut, keluar di perut, tahan lama, jepit, bokep, ML, dan kawan-kawan.

Indehoi bersama Aplikasi Bigo Live
Ilustrasi Bigo Live. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Pukul 20.23. Pemuda Wam sedang tiduran sambil menatap layar telepon genggamnya dan sesekali cekikikan di ruang santai kantor sebuah media di bilangan Kemang Timur, Jakarta. Tiga orang temannya, duduk di sofa tak jauh darinya, menonton serial The Stranger Things dengan wajah cukup tegang dan serius dan penuh tanda tanya.

Posisi kakinya bersilang, telentang. Kalau capek ia membalik badan, tengkurap, tapi matanya tak kunjung lepas dari layar. Lain waktu tubuhnya menyamping, ke kiri, ke kanan, kembali lagi menghadap atas, ke bawah lagi. Berkali-kali ia membenahi sarungnya yang tergulung ke atas. Selesai tiga episode sinetron yang ditonton teman-temannya, si pemuda masih belum beranjak dari tempatnya, masih ketawa-ketiwi sendiri.

Jelang tengah malam ia terlelap dengan hape yang tergeletak di samping kepalanya.

Keesokan harinya, ia mengulangi hal yang sama. Tidak ada teman-temannya yang menonton, hanya beberapa orang yang masih mengetik di ruang kerja utama.

Karena sedikit penasaran dan agak terganggu dengan keasyikan si pemuda, Ulid yang dipanggil koleganya dengan sebutan Teh Ulid dan sedang diburu deadline beranjak dari tempat duduknya.

"Kamu lagi ngapain, sih, Wam?" tanya Ulid.

"Lagi nonton Bigo, Teh," jawab pemuda Wam, tak bisa menyembunyikan raut senangnya.

"Bigo naon?"

"Sini geura, Teh, seru." Bukannya menjawab, Pemuda Wam malah menawarkan nonton bareng. Ulid mendekat.

"Idih, aneh gitu orangnya," kata Ulid.

"Emang gini Bigo, Teh, lucu," balas Pemuda Wam, terkekeh-kekeh. "Bikin akun Bigo mau, Teh?"

Ulid bergidik jijik, mengeleng-geleng, kembali ke meja kerjanya.

Jelang tengah malam, Pemuda Wam bangkit dari spot kesayangannya, duduk di hadapan Ulid yang masih sibuk memeriksa data-data untuk tulisannya. Pemuda Wam menyalakan laptop, berselancar di Youtube, menikmati sekali lagi video-video kompilasi Bigo.

“Aduh, kepala aing gatel gara-gara kaporit, pengen keramas.”

“Nah, gitu, Teh, kalo mau jadi artis Bigo.”

Geuleuh, ih,” kata Ulid, separuh jijik separuh gemas. “Inget istri, Wam!”

Safa Marwah

Ia salah satu broadcaster di Bigo Live yang paling banyak ditunggu saat ini. Bagi para penggemarnya, penampilan Safa Marwah selalu asyik, serbaelok, segar, surgawi. Mereka rela berjam-jam memantengi aksinya di depan kamera.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari pertunjukan Safa Marwah. Ia tidak menawarkan apa-apa kecuali sensualitas. Setiap kali siaran langsung, Safa mengenakan gaun super ketat yang memamerkan lekuk tubuhnya. Diiringi musik disko atau pop mellow yang disetelnya, disaksikan puluhan ribu mata, Safa akan membacakan komentar-komentar yang masuk dari penontonnya lalu menanggapi dengan celotehan-celotehan nakal. Interaksi antara artis dan fans itu tak jauh-jauh dari obrolan seputar seks, kata kuncinya itu-itu saja: coli, kancut, beha, keluar di mulut, keluar di perut, tahan lama, jepit, bokep, ML, dan kawan-kawannya.

Safa remaja biasa yang gemar berdandan, mencoba-coba berbagai model pakaian, suka cas-cis-cus tentang banyak hal, dan punya keinginan kuat memamerkan kehidupannya di internet. Kebetulan ia punya wajah menarik, kulit putih bersih, bentuk badan yang proporsional. Kebetulan pula kehendak zaman mengantarkannya bertemu aplikasi live streaming video bernama Bigo. Dan, kebetulan di saat yang sama ada ribuan pengguna internet yang butuh hiburan, dari remaja tanggung yang penasaran hingga lelaki dewasa yang kesepian.

Fenomena ini bukannya tanpa preseden. Jauh sebelum Bigo menjadi aplikasi terpopuler di Indonesia (peringkat satu di Apple App Store, peringkat tiga di Playstore) dan Safa Marwah jadi bintang, pernah ada Yeyen Lidya yang membawakan kuis “Bisik-bisik” seorang diri bermodalkan pose menantang, sandang minim, dan suara mendesah. Puluhan ribu orang menggemari acara Yeyen yang disiarkan salah satu stasiun televisi swasta pada tengah malam itu.

Pertanyaannya, sampai kapan Safa Marwah dan Bigo Live-nya bertahan?

Bigo Technology Pte. Lte. yang bermarkas di Singapura, memaksudkan Bigo Live menjadi media sosial berbasis video siaran langsung. Namun pada perkembangannya, alih-alih menjadi medium interaksi sesama pengguna untuk saling berhubungan secara normal, ia lebih didominasi oleh para broadcaster yang pamer kemesuman. Alih-alih mengakuisisi pengguna aplikasi seperti Periscope, ia justru menjadi penerus Clip On You.

Memang ada yang memanfaatkan Bigo Live untuk keperluan yang lebih wajar, seperti akun dr.sheila yang memberi konsultasi kesehatan gratis kepada para pengikutnya, tapi tidak banyak. Bigo Live telanjur dikenal sebagai aplikasi icik-icik ehem-ehem alias untuk indehoi.

Dengan citra yang sebatas itu, Bigo Live akan kesulitan melebarkan sayapnya merangkul multi juta pengguna. Bagaimanapun, media sosial yang berhasil adalah yang memfasilitasi segala aspek kebutuhan manusia, bukan hanya yang melayani kecabulannya semata. Jika hanya sensualitas yang jadi jualan, lama-lama pasti akan ditinggalkan. Pemuda Wam saja sekarang sudah mulai bosan main Bigo.

Safa Marwah, sih, enak. Jika popularitas Bigo Live suatu nanti sirna, ia bisa melanjutkan kariernya dengan platform lain, misalnya dengan bikin vlog di Youtube—di sana ia sudah cukup terkenal, banyak klip potongan penampilannya telah diungggah orang secara sukarela dan menangguk puluhan ribu pemirsa.

Bagaimana, Bigo?

Baca juga artikel terkait BIGO LIVE atau tulisan lainnya dari Arlian Buana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Arlian Buana
Penulis: Arlian Buana
Editor: Arlian Buana