Menuju konten utama

Imunisasi MR yang Gagal Capai Target Berdampak ke Anak dengan HIV

Penyediaan ARV untuk menurunkan angka virus pada anak-anak dengan HIV dinilai penting, sehingga mereka bisa menerima imunisasi MR.

Imunisasi MR yang Gagal Capai Target Berdampak ke Anak dengan HIV
Ilustrasi HIV pada anak. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Magda, 9 tahun, bukan nama sebenarnya, awalnya memiliki kekebalan tubuh yang rendah akibat positif mengidap HIV (Human Immunodeficiency virus). Saat jumlah virusnya meningkat, tubuh Magda mudah berdarah dan kakinya lumpuh.

Namun ibu kandung Magda, Mira (40 tahun), meyakinkan anaknya untuk terus mengonsumsi obat yang dapat memperlambat perkembangan virus yakni antiretroviral (ARV). Mira menyampaikan kepada anak perempuannya itu untuk mengonsumsi ARV setiap hari demi menjaga kesehatan.

Secara perlahan, angka virus HIV dalam tubuh Magda turun serta kekebalan tubuhnya meningkat. Magda kini dapat berjalan, bahkan bermain berlari bersama teman-teman sebayanya.

Seiring dengan naiknya kekebalan tubuhnya, Magda diperbolehkan oleh dokter untuk menerima imunisasi campak atau measles dan rubella (MR).

“Imunisasi sudah diberikan, sudah lengkap. Imunisasi yang terakhir cacar dan polio, terus satu lagi rubela,” ungkap Mira kepada reporter Tirto saat ditemui di kawasan Jakarta Utara, Sabtu (30/11/2019) lalu.

Meski begitu, tak semua anak pengidap HIV bisa diberikan imunisasi MR. Ketua Panlu HIV AIDS PIMS Samsuridjal Djauzi mengatakan anak-anak dengan kadar virus HIV yang tinggi tak bisa diimunisasi. Pasalnya, imunisasi MR bekerja dengan cara menginjeksi virus yang telah dilemahkan dalam tubuh anak.

Samsuridjal menjelaskan saat disuntikan pada tubuh anak dengan sistem imun yang baik, maka tubuh akan kebal terhadap virus MR. Namun, saat virus tersebut disuntikan pada anak dengan imun yang lemah, maka virus tersebut malah membuat anak sakit.

“Untuk anak-anak yang HIV, terutama karena kekebalannya turun, itu vaksin yang hidup, perlu konsultasi dulu dengan dokter anaknya. Karena harus dilihat manfaat dan risikonya,” jelas Samsuridjal kepada reporter Tirto saat ditemui di Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, pada Rabu (27/11/2019).

Samsuridjal menuturkan kekebalan tubuh anak dengan HIV bisa ditingkatkan dengan meminum obat ARV secara teratur.

Atas dasar itu, dia menekankan pentingnya penyediaan ARV untuk menurunkan angka virus pada anak-anak pengidap HIV, sehingga mereka bisa menerima imunisasi MR.

"Kami menginginkan anak-anak ini bisa kekebalan tubuhnya naik dengan meminum ARV, sehingga nanti bisa dipertimbangkan untuk imunisasi,” tutur Samsuridjal.

Penyediaan ARV Dosis Anak Masih Bermasalah

Masalahnya, akses ARV dengan dosis anak masih sulit dan sangat terbatas. Hal itu membuat Manajer Advokasi Lentera Anak Pelangi (LAP), lembaga yang berfokus pada anak dengan HIV, Natasya Sitorus kecewa.

Perempuan yang akrab disapa Tasya itu pun mengecam sikap Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anung Sugihantono yang tak mempermasalahkan sulitnya akses obat ARV yang dikhususkan untuk anak-anak.

"Kecewa ketika negara menggampangkan penyediaan ARV untuk anak. Anak itu bukan manusia dewasa versi mini. Mereka juga manusia yang punya hak atas kesehatan," ujar Tasya kepada Tirto saat ditemui di kantor LAP, Jakarta Pusat, Jumat (29/11/2019) lalu.

Menurut Tasya, saat ini kebanyakan anak dengan HIV di Indonesia mengonsumsi ARV untuk dewasa. Tasya menunjukkan bentuk tablet ARV untuk dewasa yang biasa diberikan untuk anak. Tablet tersebut tak memiliki garis potong, sebagaimana tablet obat pada umumnya.

"Saat enggak ada garis potong, itu enggak boleh dipotong, karena belum tentu setiap sisinya mengandung dosis yang sama. Nah, obat-obat yang didatangkan dari India, bahkan yang diproduksi Kimia Farma, itu enggak ada garis potongnya," jelas Tasya.

"Coba bayangkan anak usia 3 tahun, berat badan cuma 20 kg, tapi dosis obat dia sepertiga. Bagaimana caranya seorang nenek yang matanya sulit melihat, motong sepertiga?" tanya Tasya.

Saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis (5/12/2019), Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anung Sugihantono mengakui pemerintah kesulitan menyediakan ARV khusus untuk anak.

Anung berdalih angka anak dengan HIV di Indonesia masih kecil. Berdasarkan catatan terakhir Kemenkes, terdapat sekitar 10.642 anak berusia 0-14 tahun yang hidup dengan HIV di Indonesia.

“3000 untuk seluruh Indonesia. Kalau kamu punya pabrik martabak gitu, mau menyediakannya 3000 untuk seluruh Indonesia? Mau bangun pabrik hanya untuk 3000 orang di Indonesia?” kata Anung.

Saat ditanya soal perlindungan dari virus campak dan rubella terhadap anak dengan HIV, selain dengan pemberian ARV, Anung hanya mengatakan perlu ada dorongan atau motivasi yang lebih tinggi.

“Memotivasi untuk diimunisasi semaksimal mungkin,” ujarnya secara singkat.

Infografik HIV pada anak

Infografik HIV pada anak. tirto.id/Fuadi

Pemerintah Abai terhadap Kelompok Rentan

Kementerian Kesehatan menargetkan setidaknya 95 persen dari anak berusia 9 bulan sampai dengan 14 tahun mendapatkan imunisasi campak atau measles, dan rubella (MR) pada Agustus hingga September 2018 lalu.

Namun, sekalipun waktunya telah diperpanjang hingga Oktober 2018, realisasi dari vaksinasi tersebut bahkan tak mencapai 70 persen. Bahkan, di sejumlah daerah, angkanya sangat kecil. Aceh hanya mencapai sekitar 11 persen.

Menurut Spesialis Komunikasi untuk Pengembangan UNICEF Indonesia Rizky Ika Syafitri, anak-anak pengidap HIV merupakan kelompok rentan yang terdampak gagalnya target imuniasi MR.

Rizky beralasan tujuan dari imunisasi MR bukanlah kekebalan perorangan, melainkan kekebalan kelompok.

“Imunisasi adalah intervensi public health, makanya yang dikejar adalah kekebalan kelompok. Kalau gak 95 persen, kekebalan kelompoknya nggak tercapai. Jadi untuk individu yang diimunisasi itu mendapatkan keuntungannya, tapi tidak untuk public health,” kata Rizky saat ditemui di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu (22/11/2019).

Rizky menegaskan imuniasi merupakan bentuk implementasi dari hak anak yang diatur dalam Konvensi Anak Tahun 1989, serta telah diratifikasi dalam Turunannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Hak anak untuk hidup atau survive. Nah, imunisasi salah satu pemenuhan hak kesehatan untuk hak hidup,” kata dia.

Dengan begitu, anak-anak yang hidup dengan HIV pun memiliki hak untuk menerima perlindungan dari campak dan rubella. Salah satu cara untuk melindunginya adalah dengan membentuk kekebalan kelompok tersebut.

“Sehingga anak-anak yang rentan, yang angkanya di bawah 5 persen, tetap dapat terlindungi dari campak dan rubella,” imbuhnya.

Baca juga artikel terkait IMUNISASI MR atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Gilang Ramadhan