Menuju konten utama

Impor Cangkul Cina Tak Pengaruhi Perajin Lokal

Para perajin cangkul tradisional mengaku tidak terpengaruh dengan kebijakan pemerintah terkait impor cangkul dari Cina. Kualitas cangkul impor dinilai tidak sesuai dengan kondisi tanah di daerah setempat, dan mudah patah.

Impor Cangkul Cina Tak Pengaruhi Perajin Lokal
Seorang pedagang merapikan gagang cangkul dagangan di salah satu kios di Pasar Kliwon Temanggung, Jateng. Pedagang cangkul mengaku tidak terpengaruh dengan masuknya cangkul impor dari Cina, meski harga cangkul impor lebih murah namun kualitas cangkul lokal jauh lebih baik. ANTARA FOTO/Anis Efizudin.

tirto.id - Terkait adanya wacana untuk membuka kran impor cangkul dari Cina demi memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri, perajin cangkul tradisional/lokal di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengaku belum terpengaruh dengan kebijakan pemerintah tersebut.

"Sejauh ini volume permintaan masih sama seperti biasanya. Tidak ada yang berkurang, malah tren-nya naik," kata Sugiyanto, perajin cangkul di Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Tulungagung, kepada Antara, Minggu (6/11/2016). Ia mengaku belum tahu-menahu kebijakan cangkul impor dari Cina yang mulai ramai di media.

Sugiyanto bersama ayah dan kerabat orang tuanya yang sama-sama menggeluti dunia pandai besi cangkul mengatakan cukup percaya diri bersaing dengan produk impor sekalipun karena kualitas buatan mereka baik.

"Kami berani beri garansi apabila cangkul hasil produksinya rusak sebelum berumur satu tahun. Saya akan ganti jika cangkul rusak belum sampai satu tahun. Kami siap memperbaiki kembali," katanya.

Hendri mengatakan, cangkul buatannya lebih bermutu dibanding cangkul impor. Hal itu bisa dilihat dari segi kualitas bahan baku maupun ketajaman cangkul. Di samping itu, lanjut dia, cangkul buatan Hendri terbuat dari besi dan baja berkualitas, sehingga lebih kuat tajam serta awet.

"Kalau cangkul impor diindikasikan bahan bakunya besi kurang bagus dan ketajamannya kurang," katanya.

Perajin cangkul lain, Wasidi menuturkan para petani di daerahnya yang selama ini menjadi pelanggan memilih cangkul lokal. Para petani tidak suka menggunakan cangkul impor, sebab, tidak sesuai dengan kondisi tanah di daerah setempat, dan mudah patah.

Pasalnya, tutur Wasidi, lahan pertanian dan perkebunan di wilayah Jawa dan Kabupaten Tulungagung pada khususnya memiliki struktur tanah agak padat sehingga untuk mengolahnya memerlukan cangkul yang tajam dan terbuat dari besi baja kualitas baik.

"Struktur tanah di Jawa padat, diperlukan cangkul yang terbuat dari besi baja," katanya.

Ia menjelaskan, cangkul produksi lokal yang sering digunakan para petani juga mempunyai bentuk berbeda, disesuaikan kondisi tanah di lahan pertanian atau perkebunan masing-masing.

Keduanya memaparkan, pihaknya memproduksi dua jenis cangkul meliputi cangkul dengan ukuran 18 kali 28 centimeter dan cangkul ukuran 19 kali 29 centimeter.

"Dua jenis cangkul tersebut dijual dengan harga Rp300 ribu dan Rp350 ribu setiap buahnya," katanya.

Didik menambahkan, pandai besi di lokasinya mampu memproduksi cangkul sekitar 300 buah cangkul setiap bulannya.

Hasil produksi dipasarkan di wilayah Tulungagung, kota-kota di Jawa Timur hingga luar Jawa seperti Kalimantan, Sumatera, Ambon dan Papua.

Baca juga artikel terkait CANGKUL atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Bisnis
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari