Menuju konten utama

Imparsial: Bubarkan Ormas Radikal Tidak dengan Perppu Ormas

Menurut Araf, Perppu Ormas bisa menjadi bom waktu untuk menciptakan kekacauan lebih lanjut yang tidak hanya menyasar Ormas radikal.

Imparsial: Bubarkan Ormas Radikal Tidak dengan Perppu Ormas
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf (tengah). antara foto/sigid kurniawan.

tirto.id - Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menyatakan untuk membubarkan organisasi masyarakat (Ormas) radikal tidak harus dengan menggunakan Perppu Ormas, melainkan pemerintah bisa dengan menyusun Perppu Ormas Radikal.

"Menurut saya, Perppu Ormas harus ditolak oleh DPR, lalu pemerintah membuat Perppu baru tentang penanganan ekstrimisme dan radikalisme atau mengajukan RUU tentang pengatasan radikalisme dan ektrimisme atau lebih baik RUU perubahan atar organisasi kemasyarakatan," kata Araf di Kantor YLBHI, Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (19/4/2017).

Pasalnya, menurut Araf, Perppu Ormas bisa menjadi bom waktu untuk menciptakan kekacauan lebih lanjut yang tidak hanya menyasar Ormas radikal.

"Perppu Ormas ini bisa juga untuk digunakan membubarkan Ormas apapun. NU, Muhammadiyah, sampai geng motor bisa dibubarkan dengan Perppu ini," kata Araf.

Hal itu, kata Araf, karena Perppu Ormas mempunyai banyak sisi yang rancu dalam pasal-pasalnya yang masih multitafsir, seperti pada pasal 59 ayat 3 yang menyatakan Ormas dilarang melakukan tindakan kekerasan dan mengganggu fasilitas umum.

"Pembubaran Ormas itu karet dan multi tafsir, misalkan didalam pasal disebutkan organisasi yang dianggap mengganggu ketertiban umum bisa dibubarkan tanpa dijelaskan di dalam penjelasan lebih lanjut, apa yang dimaksud dengan mengganggu ketertiban umum. " katanya.

Kerancuan tersebut, menurutnya, juga diperparah dengan posisi Perppu ini yang meniadakan proses yudisial melalui pengadilan seperti halnya yang telah diatur dalam UU Ormas No 17 tahun 2013, sehingga terkesan seperti jalan pintas bagi pemerintah untuk membubarkan Ormas.

"Kalau memang yang dimaksud pemerintah itu HTI [Hizbut Tahrir Indonesia] yang ingin dibubarkan, harusnya sejak Pak Wiranto [Menkopolhukam] memutuskan untuk membubarkannya waktu itu langsung ditempuh lewat jalur hukum sesuai UU Ormas. Kalau saya hitung dari semua proses yang ada di situ, paling lama hanya satu tahun," katanya.

Sementara itu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Indriyani menyatakan penolakan pihaknya atas Perppu Ormas No 2 tahun 2017 bukan berarti membela Ormas radikal.

"Terkait dengan Perppunya saya mau bilang mengkritisi Perppu tidak bisa dibilang kami sama berpihak kepada ekstremisme. Saya pribadi di KontraS sangat memahami ancaman ekstremisme, radikalisme, terorisme memang ada dan nyata, tapi cara penanganannya tidak bisa sewenang-wenang. Harus akuntabel. Harus bermartabat sesuai dengan negara hukum. Saya melihat Perppu ini tidak akuntabel dan tidak bermartabat," kata Yati di Kantor YLBHI, Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (19/7).

Untuk itu, terkait perlawanan HTI atas pembubarannya oleh pemerintah, menurut Yati itu adalah hak pribadi Ormas tersebut, bukan bersangkutan dengan inti kritik KontraS atas Perppu Ormas.

"Kalau kami ukuran HAM itu kan universal, tidak berlaku hanya untuk satu kelompok, satu Ormas, satu isu, ini universal. HAM itu tidak boleh standar ganda. Jadi kenapa HTI sudah melakukan judicial review dan lain-lain itu hak mereka. Kami tetap meyakini sebagai masyarakat sipil tentang soal-soal tadi, bagaimana Perppu ini bisa mengancam demokrasi dan HAM," katanya.

Baca juga artikel terkait PERPPU ORMAS atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Alexander Haryanto