Menuju konten utama

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi 5%

IMF merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 dari 4,8 persen menjadi 5,0 persen (naik 0,2 pp).

IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI jadi 5%
Deretan permukiman penduduk dan gedung bertingkat yang terlihat dari kawasan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (8/2/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - International Monetary Fund (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 dari 4,8 persen menjadi 5,0 persen (naik 0,2 pp). Kemudian outlook tahun 2024 cukup sehat di tingkat 5,1 persen.

Revisi ini menunjukan ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang paling solid di tengah perlambatan global. Terkait hal itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu menilai tanah air masih menjadi salah satu titik terang di tengah guncangan global

“Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu bright spot di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian,” kata Febrio Kacaribu dalam pernyataannya, Jumat (14/4/2023).

Sejalan dengan proyeksi IMF, perekonomian Indonesia terus menunjukkan resiliensi dan penguatan. Sampai dengan Maret 2023, PMI Manufaktur Indonesia konsisten berada di level ekspansif selama 19 bulan berturut-turut, di saat PMI Manufaktur global masih di zona kontraktif.

Di sisi konsumsi, indeks penjualan ritel dan keyakinan konsumen masih tinggi, dengan inflasi yang relatif moderat di tingkat 5,0 persen (yoy). Posisi eksternal Indonesia juga tetap sehat, didukung neraca perdagangan yang membukukan surplus dalam 35 bulan berturut-turut.

Sejalan dengan perputaran roda ekonomi yang positif, penerimaan negara tumbuh baik dibarengi dengan belanja negara yang lebih berkualitas.

“Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pemulihan dan stabilitas perekonomian nasional. Dengan kontribusi permintaan domestik yang besar, berbagai upaya untuk mengendalikan inflasi agar tetap berada pada level moderat menjadi sangat krusial untuk terus menjaga momentum pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat,” lanjut Febrio.

Sementara itu, IMF memperkirakan perekonomian global melambat dari 3,4 persen pada tahun 2022 menjadi 2,8 persen pada tahun 2023 (turun 0,1 poin persentase/pp dibanding proyeksi Januari), kemudian membaik ke level 3,0 persen di 2024 (turun 0,1 pp).

Momentum penguatan pemulihan yang sempat terjadi di awal tahun, kini meredup seiring terjadinya gejolak sektor keuangan di Amerika Serikat dan Eropa serta tekanan inflasi yang persisten tinggi. Proyeksi inflasi global 2023-2024 naik 0,4 pp dan 0,6 pp menjadi 7,0 persen dan 4,9 persen.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk beberapa negara maju dan berkembang utama secara umum menunjukkan perlambatan di tahun 2023 dan kembali membaik di tahun 2024. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat diproyeksi tumbuh 1,6 persen (2023) dan 1,1 persen (2024), sedangkan Eropa diproyeksikan tumbuh 0,8 persen (2023) dan 1,4 persen (2024).

Kegagalan sistem perbankan AS dan Eropa menambah ketidakpastian terhadap outlook kedua kawasan yang sudah mendapat tekanan berat dari inflasi dan pengetatan moneter yang agresif.

Sementara itu, India diproyeksikan tumbuh 5,9 persen (2023) dan 6,3 persen (2024), serta China diproyeksikan tumbuh 5,2 persen (2023) dan 4,5 persen (2024). Pembukaan kembali China memberi daya dorong pemulihan ekonomi domestiknya di tahun 2023, tetapi tekanan struktural termasuk krisis sektor properti masih membayangi prospek China di tahun-tahun berikutnya.

Ke depan, IMF melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan dengan potensi hard landing jika risiko semakin ekskalatif. Risiko utama berasal dari tekanan sektor keuangan, tekanan utang, ekskalasi perang di Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geoekonomi.

Beberapa rekomendasi kebijakan dari IMF untuk negara-negara dalam menavigasi perekonomian global yang semakin menantang. Pertama, kebijakan pengetatan moneter dapat berlanjut dengan tetap menjaga stabilitas keuangan. Kedua, dukungan fiskal terus diprioritaskan untuk melindungi kelompok paling rentan dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Ketiga, pentingnya penguatan kebijakan struktural dan kerja sama multilateral demi mewujudkan perekonomian global yang lebih resilien.

Dalam menghadapi berbagai ketidakpastian, Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk melanjutkan berbagai kebijakan yang pruden namun tetap suportif dalam penguatan pondasi ekonomi. Di tahun 2022, defisit fiskal Indonesia telah kembali ke level di bawah 3 persen terhadap PDB, satu tahun lebih cepat dibanding rencana awal, yang menunjukkan sikap kehati-hatian dan kredibilitas di tengah peningkatan risiko global.

Meski demikian, APBN masih tetap memberi perhatian utama pada area-area vital seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, penguatan perlindungan sosial, akselerasi infrastruktur, peningkatan efektivitas desentralisasi fiskal, serta reformasi birokrasi.

“Ke depan, Pemerintah Indonesia akan terus menjalankan kebijakan yang antisipatif dalam menghadapi turbulensi perekonomian global dengan tetap mengawal rencana pembangunan jangka menengah-panjang antara lain melalui melalui reformasi struktural,” tutup Febrio.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA 2023 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin