Menuju konten utama

Iktikaf Ramadhan: Bagaimana Sejarah dan Waktu Kesunahannya

Iktikaf adalah ibadah yang diniatkan kepada Allah SWT dengan berdiam diri di masjid dalam durasi waktu tertentu.

Iktikaf Ramadhan: Bagaimana Sejarah dan Waktu Kesunahannya
Umat muslim melaksanakan salat malam di Masjid Agung Islamic Centre Lhokseumawe, Aceh, Jumat (16/6). ANTARA FOTO/Rahmad

tirto.id - Salah satu amalan sunah yang dianjurkan selama Ramadhan, terutama di sepertiga akhirnya adalah melakukan iktikaf.

Iktikaf sering diniatkan sebagai ibadah untuk memperoleh malam Lailatulqadar yang jatuh pada salah satu malam ganjil di antara 10 hari terakhir Ramadan.

Dalam bahasa Arab, iktikaf artinya berdiam diri. Secara istilah, ia dimaksudkan sebagai ibadah yang diniatkan kepada Allah SWT dengan berdiam diri di masjid dalam durasi waktu tertentu.

Kesunahan iktikaf tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: “Siapa yang ingin beriktikaf denganku, maka lakukanlah pada sepuluh terakhir,” (H.R. Bukhari)

Sebenarnya, sebelum disunahkan kepada umat Islam, iktikaf merupakan ibadah yang sudah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu (syar'u man qablana). Di masa silam, Nabi Ibrahim sudah melakukan iktikaf, sebagaimana tergambar dalam surah Al-Baqarah ayat 125.

“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk, dan yang sujud'," (Al-Baqarah [2]: 125).

Dilansir dari NU Online, iktikaf dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan salat. Hukum iktikaf asalnya sunah, namun bisa menjadi wajib jika dinazarkan.

Pada bulan suci Ramadan, waktu kesunahan iktikaf kian ditegaskan untuk mencari Lailatulqadar di 10 hari terakhirnya, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW:

"Nabi Muhammad SAW beriktikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadan sampai beliau wafat. Kemudian para istrinya mengikuti iktikaf pada waktu tersebut setelah wafatnya beliau,” (H.R. Bukhari).

Melakukan iktikaf di sepertiga akhir Ramadan lebih utama daripada waktu-waktu lain, dengan tujuan untuk memperoleh malam Lailatulqadar yang dirahasiakan. Hikmah dirahasiakannya bertujuan agar umat Islam konsisten beribadah dan tidak hanya mengkhususkan diri pada satu malam spesifik saja.

Selama beriktikaf di masjid, seorang muslim tidak hanya berdiam diri, namun memperbanyak salat sunah, melakukan tilawah Al-Quran, mendengarkan ceramah keagamaan, menjalin silaturahmi, dan ibadah-ibadah sunah lainnya.

Durasi iktikaf sendiri tidak dibatasi dalam pandangan ulama mazhab Syafi'i, sementara itu ulama mazhab Maliki memberi batasan sekurang-kurangnya sehari. Sebagai misal, jika dimulai dari waktu subuh, maka iktikaf bisa berakhir ketika matahari terbenam.

Bacaan Niat Iktikaf

Untuk melakukan iktikaf, seorang muslim dapat membaca lafal niat iktikaf sebagai berikut:

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ مَا دُمْتُ فِيهِ

Bacaan latinnya: "Nawaitu an a‘takifa fī hādzal masjidi mā dumtu fīh."

Artinya, “Saya berniat iktikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya.”

Baca juga artikel terkait IKTIKAF atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Yulaika Ramadhani