Menuju konten utama

Iklan TV untuk Bangun Kesadaran tentang Bencana, Kenapa Tidak?

Iklan di televisi patut dipertimbangkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat soal mitigasi bencana.

Iklan TV untuk Bangun Kesadaran tentang Bencana, Kenapa Tidak?
ilustrasi iklan televisi. foto/shutterstock

tirto.id - Pendidikan kebencanaan masih sangat minim dilakukan di Indonesia. Buktinya, korban jiwa masih banyak berjatuhan saban bencana terjadi. Yang paling baru adalah tsunami di Selat Sunda. Per Sabtu (29/12/2018) pukul 13.00 WIB, korban meninggal mencapai 429 orang. Ini belum termasuk 1.041 orang luka-luka.

Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati, selain minim, yang terjadi selama ini adalah sifat pendidikan kebencanaan yang temporer. Karena tak berlangsung lama, materi pendidikan tak membekas; gampang dilupakan.

"Penelitian saya di beberapa daerah rawan bencana menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan tidak membekas di masyarakat," kata Hidayati saat dihubungi reporter Tirto, Sabtu (29/12/2018) siang.

Seharusnya, kata Hidayati, sosialisasi dan pendidikan mengenai mitigasi bencana jadi kegiatan reguler. Makin sering dilakukan makin baik.

Upaya untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan bencana caranya bisa bermacam-macam. Ia tak melulu lewat sosialisasi langsung (tatap muka) yang butuh sumber daya tak sedikit.

Salah satu yang patut dipertimbangkan adalah memanfaatkan slot iklan di televisi.

"Iklan yang diulang terus-menerus akan meningkatkan kesadaran terhadap bencana, termasuk apa yang harus dilakukan ketika tanda-tanda bencana datang," katanya.

Hidayati mengatakan ini karena faktanya memang ada iklan-iklan komersial/produk tertentu yang begitu diingat dan membekas di kepala masyarakat.

Ahli Geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mudrik Daryono, sependapat dengan gagasan ini, meski tak secara langsung menyebut iklan sebagai mediumnya. Katanya, pendidikan mitigasi memang perlu dan penting untuk ditanamkan.

"Bagaimana melakukan evakuasi terhadap diri sendiri. Itu yang menurut saya harus dilakukan sehingga bisa memahami bagaimana cara mitigasi bencana," katanya.

Mungkin Tak Lengkap

Direktur lembaga studi dan pemantauan media massa Remotivi, Muhammad Heychael, mengatakan ide membentuk kesadaran melalui iklan sebenarnya cukup baik. Namun, ada kemungkinan informasi yang tersampaikan tidak lengkap.

"Iklan itu kan tujuannya untuk mengenalkan, tapi untuk mendapatkan informasi yang lengkap sulit. Jadi mungkin publik tahu, tapi pengetahuan itu tidak utuh karena durasinya yang sebentar," tutur Heychael kepada reporter Tirto.

Karena itulah, menurutnya, cara paling ideal untuk membentuk kesadaran adalah melalui pendidikan. Ia tidak dibatasi oleh ruang-ruang kelas di sekolah, melainkan lewat televisi, tapi di bagian acara utamanya yang disiarkan secara intensif.

"Lewat salah satu acara, misalnya, dan yang paling memungkinkan di sini adalah TVRI karena jangkauannya yang luas sampai ke daerah," ujar dia.

Kendala lain yang mungkin akan dihadapi adalah perkara biaya, mengingat harga iklan jelas tak murah. Harga iklan dengan durasi 30 detik kira-kira Rp8-125 juta, tergantung jam tayang dan harga yang dipatok masing-masing stasiun TV.

Jangankan untuk iklan di TV, Deputi Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Hammam Riza mengatakan anggaran untuk instansinya bahkan tidak cukup untuk merawat alat-alat deteksi dini bencana.

"Anggaran kami setahun cuma Rp1 triliun, itu sudah habis untuk pegawai BPPT. Bagaimana alat-alat yang dimiliki untuk deteksi dini [bencana] itu bisa dikembangkan?" kata Hammam kepada reporter Tirto.

Hal serupa juga dialami Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan uang yang minim jelas mempersulit mitigasi bencana.

"Rp610 miliar (anggaran untuk BNPB tahun 2019) untuk meng-cover seluruh wilayah Indonesia tentu sangat berkurang. Jadi sistem peringatan dini bencana di Indonesia itu masih jauh dari memadai,” kata Sutopo di kantornya, Selasa (25/12/2018).

Baca juga artikel terkait MITIGASI BENCANA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino