Menuju konten utama

Berapa Jatah Daging Kurban untuk Yang Berkurban & Aturan Pembagian

Berapa jatah daging kurban untuk yang berkurban di Hari Raya Idul Adha ini? Bagaimana ketentuan pembagiannya?

Berapa Jatah Daging Kurban untuk Yang Berkurban & Aturan Pembagian
Dokter hewan memeriksa kualitas dan kelaikan daging kurban usai disembelih di Rumah Potong Hewan, Bandung, Jawa Barat, Jumat (31/7/2020). Pemerintah Kota Bandung memindahkan penyembelihan hewan kurban bagi warga Bandung ke Rumah Potong sebagai bentuk penerapan protokol kesehatan masa adaptasi kebiasaan baru. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/pras.

tirto.id - Berapa jatah daging kurban untuk yang berkurban di Hari Raya Idul Adha ini? Bagaimana ketentuan pembagiannya?

Umat Islam disunahkan melakukan ibadah kurban pada Hari Raya Iduladha dan tiga hari tasyrik.

Menyembelih hewan kurban dalam perayaan Idul Adha dapat dilakukan selama 4 hari, yakni pada 10 Zulhijah dan 3 hari setelahnya, yang sering disebut sebagai hari tasyrik ( 11, 12, dan 13 Zulhijah).

Hal ini tergambar dalam sabdanya: "Barangsiapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan ia tak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami," (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Mengutip artikel "Hukum, Makna, Jenis Hewan, dan Ketentuan Ibadah Kurban" oleh KH Zakky Mubarak (2017) di laman NU Online, terdapat kemuliaan untuk mereka yang berkurban pada hari raya Iduladha dan hari tasyrik. Amal perbuatan tersebut demikian dicintai Allah dan kedudukannya istimewa pada hari kiamat.

Diriwayatkan dari jalur Aisyah, Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Iduladha yang lebih dicintai oleh Allah dari menyembelih hewan.

"Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya," (hadis hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117).

Sementara tata cara dalam proses menyembelih hewan kurban sebaiknya dilakukan dengan baik dan benar agar bisa mendapatkan hikmah dari kurban itu sendiri.

Jatah Daging Kurban untuk Yang Berkurban

Orang yang berkurban boleh memakan daging hewan kurbannya. Di kategori kurban sunah, shohibul qurban justru dianjurkan (sunah) untuk mengonsumsi daging hewan yang dikurbankan, sebanyak satu hingga tiga suap, demikian dikutip dari artikel "Ketentuan-ketentuan dalam Qurban" yang dilansir NU Online.

Selanjutnya, berapa jatah maksimal orang yang berkurban dapat menerima daging kurban?

Ada beberapa pendapat mengenai seberapa banyak jatah daging yang bisa dimakan orang yang berkurban, sebagaimana dikutip dari NU Online.

1. Jatah Sepertiga

Sejumlah ulama ada yang berpendapat, orang yang berkurban boleh mengambil jatah daging dari hewan kurbannya untuk dimakan, maksimal sepertiga. Namun, shohibul qurban dianjurkan untuk mengambil jatah kurang dari porsi itu (sepertiga).

Hal ini sesuai dengan penjelasan KH. Afifuddin Muhajir, pakar Ushul Fikih NU dalam kitab Fathul Mujibil Qarib: " ... Orang yang berkurban dianjurkan memakan [daging kurban sunah] sepertiga atau lebih sedikit dari itu,” (Hlm. 207).

Namun, dalam Fathul Mujibil Qarib, KH Afifuddin menekankan, Shohibul qurban dilarang menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya. Mereka hanya boleh mengambil jatahnya untuk dimakan.

Baik orang yang berkurban, keluarga atau kerabatnya sebaiknya tak berlebihan dalam mengambil daging kurbannya. Bagaimanapun juga, ibadah kurban dianjurkan untuk sedekah kepada orang yang membutuhkan, bukan untuk keuntungan pribadi.

Hal ini bersandar pada sabda Nabi Muhammad SAW: “Makanlah dan berilah makan kepada [fakir-miskin] dan simpanlah.”

2. Satu sampai Tiga Suap

Orang yang berkurban disunahkan memakan daging kurbannya satu sampai tiga suap saja untuk memperoleh berkah (tabarruk), dan sisanya disedekahkan.

Dalam artikel M. Ali Zainal Abidin berjudul "Seberapa Banyak Pekurban Boleh Mengonsumsi Daging Kurbannya?" di NU Online, dijelaskan bahwa kesunahan untuk mengonsumsi daging hewan kurban sendiri hanya satu hingga tiga suap. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Kitab Fath al-Mu’in:

"[...] Hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dengan niatan mengharap berkah dengan mengonsumsi daging itu. Hendaknya daging tersebut dari bagian hati. Hendaknya orang yang berkurban tidak mengonsumsi lebih dari tiga suapan."

3. Bagian selain yang Disedekahkan ke Fakir Miskin

Di sisi lain, ada yang berpendapat tidak ada batasan khusus atas jatah daging hewan kurban yang dapat diambil shohibul qurban. Masih mengutip ulasan M. Ali Zainal Abidin di NU Online, sebagian ulama Mazhab Syafii, memperbolehkan shohibul qurban mengonsumsi seluruh daging kurbannya, setelah ada sebagian kecil bagiannya yang diberikan kepada fakir miskin.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra:

"Tujuan kurban adalah mengalirkan darah hewan beserta wujud belas kasih kepada orang-orang miskin, dengan (memberikan) bagian minimal dari hewan kurban yang tidak signifikan. [Jika] Maksud tujuan ini sudah terpenuhi, maka tidak perlu adanya wujud ganti rugi [...]."

Meskipun demikian, pendapat ini sebaiknya dijadikan sekedar wawasan. Sebab, yang lebih utama adalah orang yang berkurban tidak mengambil bagian dari daging hewan kurbannya sendiri dalam jumlah terlalu banyak.

Sementara itu, dalam artikel "Ini Ketentuan Pembagian Daging Kurban" oleh Alhafiz Kurniawan di laman NU Online, dijelaskan bahwa daging kurban sebaiknya dibagikan dalam kondisi segar dan mentah (belum diolah). Selain itu, daging kurban, beserta bulu dan kulit, tidak dapat dijual.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nomor 37 Tahun 2019, yang menyatakan, hukum membagikan daging kurban dalam bentuk olahan dan diawetkan adalah boleh (mubah). Dasarnya adalah pertimbangan kemaslahatan dengan ketentuan sebagai berikut

  • Didistribusikan secara tunda untuk lebih memperluas nilai maslahat daging kurban.
  • Dikelola dengan cara diolah dan diawetkan, seperti dikalengkan dan diolah dalam bentuk kornet, rendang, atau sejenisnya.
  • Didistribusikan ke daerah di luar lokasi penyembelihan.

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Addi M Idhom