Menuju konten utama

IDI Sebut Defisit BPJS Kesehatan Bikin Motivasi Kerja Dokter Turun

PB IDI menilai defisit BPJS Kesehatan membuat motivasi kerja banyak dokter dan tenaga medis merosot.

IDI Sebut Defisit BPJS Kesehatan Bikin Motivasi Kerja Dokter Turun
Petugas melayani pelanggan di Kantor Cabang Utama BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Senin (27/11/2017). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - ​Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih menyatakan defisit BPJS Kesehatan yang terus berlanjut membuat motivasi kerja para dokter merosot.

Menurut Daeng, salah satu dampak defisit BPJS yang menyurutkan motivasi kerja para dokter dan tenaga kesehatan adalah pengurangan pendapatan.

"Pengurangan [gaji] di sisi yang dulu untuk bayar tenaga dokter sekian, itu diturunkan, karena semula harusnya dibayar seperti itu tidak cukup," kata Faqih usai diskusi "Evaluasi Kinerja BPJS Kesehatan dalam Aspek Pelayanan Pasien" di kantor PB IDI, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).

"Itu sebenarnya dokter, karyawan, perawat ngomel-ngomel. Karena sudah kondisi seperti itu tetap dijalankan. Itu memengaruhi motivasi bekerja," Faqih menambahkan.

Faqih menjelaskan, keberadaan BPJS Kesehatan sebenarnya diperlukan. Namun, pengelolaan yang tidak optimal, kata dia, memberikan dampak sebaliknya pada pelayanan kesehatan.

Apalagi, kata Faqih, jika pembayaran dari BPJS Kesehatan kepada rumah sakit terus tertunda dari jadwal semestinya. Hal ini, menurut Faqih, berpengaruh terhadap kualitas pelayanan rumah sakit.

"RS akan kebingungan melakukan pelayanan. Kadang kalau obat sudah tidak ada, maka dilakukan rujukan. [Pasien] Dirujuk bukan karena RS tidak bisa, tapi karena sumber daya tidak ada," ujar dia.

"Yang seharusnya cepat ditangani di sana, tapi tertunda ditangani karena harus mencari RS lain. Apalagi kalau pasien harus cepat ditolong," tambah Faqih.

Hal-hal semacam itu, Faqih menambahkan, membuat banyak dokter menemui dilema. Di satu sisi para dokter harus bekerja sesuai dengan standardisasi, tapi hal itu tidak didukung sistem.

"Kami minta dokter bekerja sesuai etika dan standard. Tapi coba kalau di lapangan, kalau yang mendukung standard tidak ada, mau apa dokter," ujar Faqih.

"Misalnya harus memberikan amoxilin, tapi amoxilinnya tidak ada, terus mau apa dokter. Kadang dokter terpaksa rujuk, karena obat tidak ada," dia mengeluh.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Addi M Idhom