Menuju konten utama

IDI Nilai Kematian Ratusan Petugas KPPS Seharusnya Bisa Dicegah

Zubairi Djoerban menilai kematian ratusan petugas KPPS seharusnya bisa dicegah jika ada pemeriksaan kesehatan yang ketat di proses seleksi dan jam kerja dibatasi. 

IDI Nilai Kematian Ratusan Petugas KPPS Seharusnya Bisa Dicegah
Warga mengangkat jenazah Sudirdjo, seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu serentak 2019 yang meninggal dunia usai mendapatkan perawatan di rumah sakit untuk dimakamkan di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/4/2019). ANTARA FOTO/Risky Andrianto/wsj.

tirto.id - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pemilu 2019 semestinya dapat dicegah.

Anggota Dewan Pertimbangan IDI Zubairi Djoerban mengatakan sebagian besar penyebab kematian yang menimpa sekitar 583 petugas pemilu 2019 adalah penyakit yang diperburuk dengan beban kerja selama berhari-hari.

“Dari penyebab kematiannya ini preventable. Serangan jantung yang berat pun bisa ditolong dengan teknologi sekarang,” kata Zubairi dalam diskusi “Membedah Persoalan Sebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu Dari Perspektif Keilmuan” di sekretariat PB IDI, Jakarta, Senin (13/5/2019).

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dipaparkan dalam diskusi itu memang menunjukkan dua penyakit utama yang menjadi penyebab kematian petugas KPPS, yakni serangan jantung dan stroke.

Menurut Zubairi, penyakit ini sebenarnya sudah dimiliki oleh petugas sebelum menjadi KPPS, tetapi kelelahan kerja selama berhari-hari diduga memperburuknya sehingga berujung pada kematian.

Zubairi menambahkan para calon petugas KPPS seharusnya diseleksi melalui pemeriksaan kesehatan yang ketat. Dalam hal ini ia merujuk pada moda pemeriksaan yang dijalani oleh calon presiden maupun pejabat pemerintahan meskipun dalam kadar yang lebih ringan dan bisa dilakukan dalam jumlah besar.

“Uji saring fisik dan psikologis wajib. Melihat [yang] meninggal tadi [karena] jantung dan penyumbatan otak [stroke] itu preventable,” ucap Zubairi.

Melalui hasil pengujian itu, ia mengatakan tim kesehatan dapat mengetahui potensi dan risiko penyakit yang dimiliki setiap anggota.

Meskipun memiliki penyakit, menurut dia, mereka tetap boleh menjadi petugas KPPS. Syaratnya, berbekal dengan data penyaringan itu, anggota KPPS yang memiliki penyakit diatur dan dibatasi jam kerjanya untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan.

“Dia punya penyakit ringan mau kerja boleh diatur dan dibatasi. Tes kesehatan semua anggota bisa ketahuan diabetes, darah tinggi, dan sebagainya. Dia jadi anggota tapi dibatasi,” ucap Zubairi.

"Ini yang belum dijalankan pemerintah," tambah Zubairi.

Zubairi pun juga berpesan bahwa tes kesehatan yang dijalani juga perlu mencangkup psikologis. Hal ini menurutnya menyangkut kemungkinan adanya stress maupun masalah mental dan emosi yang mungkin dialami petugas pemilu selama menanggung beban kerja yang berat.

“Harus ada tes kesehatan meliputi fisik dan psikologis,” ucap Zubairi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Politik
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom