Menuju konten utama

Ide Bursa Kripto Pelat Merah Saat Literasi Keuangan Masih Rendah

Pemerintah berencana membuat bursa kripto saat peminatnya kian banyak. Bersamaan dengan itu perlu digencarkan literasi keuangan.

Ide Bursa Kripto Pelat Merah Saat Literasi Keuangan Masih Rendah
Refleksi seorang pria dari kaca jendela sebuah Bithumb yang menampilkan harga bitcoin melalui layar-layarnya di pertukaran cryptocurrency di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 20 Juni 2018. Bithumb, pertukaran terbesar kedua Korea Selatan, mengatakan pada hari Rabu bahwa $ 31 juta mata uang virtual telah dicuri oleh peretas, serangkaian peretasan terbaru yang mengangkat masalah keamanan. AP / Ahn Young-joon

tirto.id - Mata uang kripto semakin menjadi instrumen investasi yang dilirik banyak orang di Indonesia. Nilainya terus melonjak dalam beberapa bulan terakhir, melampaui instrumen lain seperti emas hingga saham. Salah satu yang paling populer adalah Bitcoin yang kapitalisasinya mencapai 1 triliun dolar AS.

Untuk mengakomodasi tingginya minat masyarakat, pemerintah mengatakan akan segera mendirikan bursa khusus untuk perdagangan aset kripto. “Bursa ini fokusnya pada perlindungan pelaku usaha agar hubungan antar semua pihak bisa berjalan dengan baik. Antar pedagang, investor, maupun dengan lembaga lain bisa jelas dan aman,” kata Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Sidharta Utama, Jumat (16/4/2021).

Menurut analis dan Direktur Equilibrium Ibrahim, bursa kripto dibuat agar pemerintah bisa menarik pajak dari transaksi yang terjadi. “Kalau enggak ada bursa jadi loss saja, enggak ada pajak. Ini yang ditakutkan oleh pemerintah. Ini akan jadi sumber pemasukan baru,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin (19/4/2021).

Selain itu ia juga menguntungkan bagi para pelakunya. Busa penting untuk menjamin kepastian investasi sekaligus perlindungan konsumen. “Kripto ini akan jaya di Indonesia karena peminatnya banyak, kemudian harganya juga terus menanjak dan kaum milenial sama nasabah dan pialang yang biasa transaksi di valas emas [akan] pindah ke kripto. Kalau ada bursa resmi, akan lebih aman.”

Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda juga mengatakan bursa di dalam negeri penting agar “memudahkan transaksi investasi dan memberikan jaminan keamanan transaksi sehingga bisa meminimalisir kasus penipuan perdagangan aset kripto.”

Sama pula seperti Ibrahim, kepada reporter Tirto, Senin, Nailul mengatakan investor uang kripto kian banyak seiring semakin banyak informasi tentangnya, ditambah maraknya promosi oleh para pesohor seperti dari CEO Tesla Elon Musk. “Bursa kripto akan menjadi alternatif yang menarik bagi investor Indonesia, terutama golongan milenial dan menengah atas.”

Indonesia sebenarnya sudah punya tempat yang mirip seperti bursa kripto sejak bertahun lalu, hanya saja dikelola swasta. Namanya Indodax. Berdasarkan laman resminya, Indodax berdiri pertama kali sejak 2014, mengklaim sebagai platform yang mempertemukan penjual dan pembeli aset kripto terbesar di Indonesia dengan pengguna lebih dari 2 juta dan angka pengunjung 10 juta per bulan.

Meskipun bursa kripto pelat merah ini terlambat dibentuk, Nailul mengatakan itu tetap akan mampu mengundang penjual lebih banyak. “Tingkat investasi masyarakat diharap meningkat dengan tersedianya berbagai pilihan investasi. Satu lagi, harapannya adalah produk kripto yang dihasilkan oleh perusahaan dalam negeri bisa bersaing dengan produk kripto luar negeri.”

Literasi Keuangan

“Memberikan jaminan keamanan transaksi” seperti yang dikatakan Nailul memang penting karena telah terjadi beberapa kasus penipuan. Salah satu yang terbaru yaitu E-Dinar Coin Cash EDCCash. Pada 14 April 2021, sebanyak 12 korban investasi EDCCash melapor ke polisi. Total kerugian mereka mencapai Rp62 miliar.

Awalnya mereka ditawari berinvestasi di aset kripto berupa dompet digital yang bisa ditambang dengan iming-iming memperoleh hasil maksimal 0,5% per hari. EDCCash diklaim merupakan aset digital yang memiliki nilai jual beli dan bisa diperdagangkan pada pasar pertukaran cryptocurrency yang telah tersedia.

Sebagian korban mengaku investasi berjalan lancar pada 2,5 tahun pertama. Namun dalam 6 bulan terakhir, investasi tak dapat dicairkan dengan berbagai alasan dan nilai tukar koin mereka menurun drastis.

Permasalahan makin runyam saat EDCCash tak memiliki izin kegiatan jual-beli aset kripto, bahkan menggunakan model mirip MLM karena peserta harus membawa nasabah baru. Dugaan lain mengarah pada skema ponzi karena peserta diwajibkan membeli sejumlah koin lebih dulu untuk bisa menjadi anggota.

Peristiwa ini mungkin terjadi lantaran masih rendahnya literasi atau pemahaman keuangan masyarakat. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), persentase pengetahuan tentang literasi keuangan responden tidak lebih dari 50 persen. Literasi di sektor perbankan sebesar 28,9% pada 2016, kemudian di 2019 naik menjadi 36,12%; lalu asuransi pada 2016 15,8% kemudian naik di 2019 menjadi 19,4%.

Kemudian dana pensiun pada 2016 hanya 10,9% dan naik di 2019 menjadi 14,13%. Ada pula lembaga pembiayaan 2016 hanya 13% kemudian naik di 2019 menjadi 15,17%; pegadaian di 2016 hanya 17,8% kemudian naik tipis di 2019 menjadi 17,81%, pasar modal di 2016 4,4% kemudian naik tipis di 2019 menjadi 4,92%.

Jenis investasi yang identik dengan ‘golongan atas’ seperti pasar modal atau bursa saham saja literasinya masih rendah, padahal sudah belasan tahun ada di Indonesia. Pertumbuhannya juga lambat dalam tiga tahun terakhir, yaitu hanya naik 0,5% poin padahal sektor lain mampu naik 4-8% poin.

Mengingat fakta tersebut, menurut analis sekaligus Direktur Utama PT Solid Gold Berjangka Dikki Soetopo, pengetahuan calon investor terhadap produk investasi baru ini harus lekas ditingkatkan. Mereka harus memahami bahwa kripto adalah produk investasi baru yang tinggi risiko dan pergerakannya tidak bisa diprediksi.

“Para pemula, kalau mau investasi di kripto, yang penting enggak menggunakan dana pinjaman, jual aset seperti jual tanah tiba-tiba masuk ke kripto. Ini spekulasi banget. Jangan, harus pahami dulu,” kata dia kepada reporter Tirto, Senin.

Diki melanjutkan, investor harus selektif membeli jenis kripto, jangan hanya ikut-ikutan saja.

Meski begitu ia tetap mendukung adanya bursa karena “setidaknya kita ada tempat mengadu kalau misalnya ada yang rugi, ini bisa dibuktikan apakah ditipu atau ternyata memang benar sedang turun harganya.”

Baca juga artikel terkait BURSA KRIPTO atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah & Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah & Vincent Fabian Thomas
Penulis: Selfie Miftahul Jannah & Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino