Menuju konten utama

ICW Sindir Jaksa Agung soal Vonis Ringan Pinangki Dipertahankan

ICW mengucapkan selamat kepada Jaksa Agung ST Burhanudin atas vonis ringan mantan Jaksa Pinangki tersebut.

ICW Sindir Jaksa Agung soal Vonis Ringan Pinangki Dipertahankan
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/11/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi sinis keputusan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk tidak mengambil upaya hukum kasasi atas vonis banding terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari. ICW mengucapkan selamat kepada Jaksa Agung ST Burhanudin atas vonis ringan mantan Jaksa Pinangki tersebut.

"ICW mengucapkan selamat kepada Bapak ST Burhanudin selaku Jaksa Agung dan jajarannya di Kejaksaan Agung karena telah berhasil mempertahankan vonis ringan kepada Pinangki Sirna Malasari," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada Selasa (6/7/2021).

Selain itu, ICW juga mengucapkan selamat kepada Mahkamah Agung karena putusan 4 tahun penjara yang diberikan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kepada Pinangki dinilai telah menorehkan noktah hitam dalam pemberantasan korupsi. Menurut Kurnia, karena Pinangki adalah penegak hukum, mestinya ia diganjar dengan hukuman maksimal.

Karenanya, Kurnia menilai seluruh penanganan kasus Pinangki, mulai dari suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat, oleh Kejaksaan hanya dagelan semata. Jaksa dinilai tidak mengembangkan kasus itu dan menjerat pihak lain, misalnya membongkar keterlibatan pejabat tinggi di instansi penegak hukum yang menjamin Pinangki untuk dapat bertemu Djoko S. Tjandra.

"Selain itu, dalam proses hukum ini pula publik bisa melihat betapa KPK melakukan pembiaran atas penanganan perkara yang penuh dengan konflik kepentingan," kata Kurnia.

Dalam kasus ini, KPK memiliki kewenangan untuk mengambil alih penanganan perkara korupsi dari Kejaksaan atau Kepolisian, hal itu merupakan bagian dari kewenangan supervisi KPK sebagaimana diatur Peraturan Presiden Nomor 102 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pinangki telah terbukti melakukan tiga kejahatan sekaligus: menerima suap, melakukan pencucian uang, dan melakukan permufakatan jahat.

Dalam kasus pertama, Pinangki terbukti menerima suap 500.000 dolar AS, dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan oleh terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.

Uang itu adalah fee sebab Pinangki memperkenalkan diri sebagai jaksa yang mampu mengatur agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra berdasar Putusan PK Nomor 12 pada 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi. Dengan demikian, Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa perlu mendekam di penjara.

Pinangki pun terbukti mencuci uang itu menghilangkan asal usulnya sebagai uang suap. Rinciannya, dari 500 ribu dolar AS yang diberikan Djoko Tjandra, Pinangki menukarkan 337.600 dolar AS di antaranya ke mata uang rupiah sebesar Rp4.753.829.000,00 dengan menggunakan nama orang lain.

Uang itu lantas digunakan untuk berbagai hal, mulai dari membeli mobil BMW X5 senilai Rp 1.753.836.050; membayar biaya penginapan di Trump Tower Amerika Serikat sebesar Rp72,073 juta; pembayaran apartemen Darmawangsa Essense unit ES 06 FN periode 17 April 2020-16 April 2021 sebesar 38.400 dolar AS atau setara Rp 525.273.600,00; dan pembayaran sewa apartemen The Pakubuwono Signature unit 20D periode Februari 2020-2021 sebesar 68.900 dolar AS atau Rp 940.240.000,00.

Selain itu, Pinangki terbukti bermufakat jahat untuk melakukan korupsi dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra. Mereka berencana memberi atau menjanjikan uang sebesar 10 juta dolar AS kepada Pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung agar pidana yang dijatuhkan kepada Djoko Tjandra tidak dieksekusi sehingga ia bisa kembali ke Indonesia tanpa dipenjara.

Jaksa menuntut Pinangki dijatuhi hukuman 4 tahun penjara pidana dan denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Namun, Pengadilan Tipikor Jakarta selaku pengadilan tingkat pertama memvonis Pinangki jauh lebih tinggi yakni 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim memberi vonis tersebut karena Pinangki adalah penegak hukum. Selain itu, Pinangki juga enggan membuka keterlibatan pihak lain, dan keterangannya pun berbelit-belit. Hakim bahkan menilai tuntutan jaksa terlalu ringan.

Namun, dalam persidangan banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menilai vonis 10 tahun penjara yang dijatuhkan sebelumnya terlalu berat. Menurut hakim, Pinangki telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah ikhlas dipecat sebagai jaksa. Selain itu, Pinangki masih memiliki anak berusia 4 tahun sehingga berhak mengasuh anaknya. Pinangki juga harus dipandang sebagai perempuan yang harus diperlakukan adil.

Selain itu, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab. Hakim pun memandang, tuntutan jaksa yakni 4 tahun penjara sudah cukup memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Baca juga artikel terkait KASUS JAKSA PINANGKI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri