Menuju konten utama

ICW: Penjabat Kepala Daerah Punya Kewenangan Besar, Harus Diawasi

Proses penunjukan penjabat kepala daerah dinilai tidak transparan. ICW sudah meminta informasi mengenai ini ke Kemendagri, namun belum jua ada respons.

ICW: Penjabat Kepala Daerah Punya Kewenangan Besar, Harus Diawasi
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) menyerahkan surat keputusan kepada Pj. Gubernur Bangka Belitung Ridwan Jamaludin (kanan) saat pelantikan lima penjabat gubernur di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha mengatakan bahwa proses penunjukan dan pengangkatan penjabat kepala daerah mulai 2022 hingga 2023 perlu diawasi secara seksama. Pasalnya, para penjabat tersebut akan memiliki kewenangan besar di daerah.

"Anggaran daerah rawan menjadi bancakan, SDA daerah itu sangat besar jumlahnya sehingga tidak heran posisi penjabat menjadi rebutan dan potensi politik transaksional akan terbuka lebar," kata Egi dalam keterangan persnya melalui kanal YouTube KontraS, Jumat, (27/5/2022).

Meskipun mekanisme penunjukan penjabat bukanlah hal baru dalam pemerintahan Indonesia, namun ada perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan penunjukan penjabat 2022 dan 2023 ini. Yaitu waktu menjabat yang lebih panjang dari biasanya.

"Sementara kalau sekarang berbeda, ada yang bisa (menjabat) lebih dari satu tahun atau bahkan dua tahun. Waktu yang lebih panjang ini tentu membuat kita harus awas betul terhadap penjabat kepala daerah karena mereka memiliki kewenangan yang sangat besar baik dari sisi anggaran atau pengelolaan sumber daya di daerah," jelas Egi.

Selain itu, ia juga menegaskan bahwa proses pengangkatan dan pemilihan penjabat kepala daerah saat ini, memiliki masalah sejak awal. Pasalnya proses tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 18 Ayat 4.

"Kalau kita lihat di konstitusi negara republik Indonesia pasal 18 ayat 4, sudah tertera secara jelas bahwa para kepala daerah itu dipilih secara demokratis. Sementara pengangkatan penjabat ini jauh dari kata demokratis dalam pengertian dia tidak terbuka prosesnya. Siapa-siapa yang bertanggung jawab juga tidak diketahui secara pasti, sehingga ini terlihat bertentangan dengan semangat konstitusi," terangnya.

Ia juga menyoroti proses pemilihan penjabat yang sentralistik dan tidak sesuai dengan amanat reformasi. "Kita ingat amanat reformasi itu adalah otonomi daerah seluas-luasnya tapi dalam hal penjabat kepala daerah ini terlihat, semangat itu justru kembali ke era sebelumnya," tandas Egi.

Ia juga menginformasikan bahwa pada 12 Mei, ICW sudah menyampaikan permintaan informasi kepada Kemendagri terkait aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah serta dokumen-dokumen proses pengangkatan. Namun, hingga lebih dari 5 hari tidak ada respons dari Kemendagri.

Baca juga artikel terkait PENJABAT KEPALA DAERAH atau tulisan lainnya dari Fatimatuz Zahra

tirto.id - Politik
Reporter: Fatimatuz Zahra
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky