Menuju konten utama

ICW Nilai Pelantikan 5 Penjabat Gubernur Tidak Transparan

ICW menilai pelantikan penjabat kepala daerah melanggar asas demokrasi karena tidak ada keterlibatan pihak di luar pemerintah.

ICW Nilai Pelantikan 5 Penjabat Gubernur Tidak Transparan
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (ketiga kiri) berfoto bersama (kiri ke kanan) Pj. Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw, Pj. Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer, Pj. Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik, Pj. Gubernur Bangka Belitung Ridwan Jamaludin dan Pj. Gubernur Banten Al Muktabar usai pelantikan lima penjabat gubernur di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.

tirto.id - Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha mengungkap proses pelantikan 5 penjabat kepala daerah yang dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian tidak memenuhi unsur transparansi.

Dirinya menilai publik tidak diberikan informasi mengenai rekam jejak, kapasitas, integritas, serta potensi konflik kepentingan yang dimiliki oleh para calon penjabat kepala daerah.

"Sejak awal nama-nama calon penjabat muncul hingga akhirnya dilantik, publik tidak pernah dilibatkan dan diberikan informasi yang jelas mengenai prosesnya," kata Egi dalam rilis tertulis pada Jumat (13/5/2022).

Dirinya menilai proses pelatikan yang tidak transparan dan tidak melibatkan publik berpotensi menjadi ruang gelap dan membuka celah praktik korupsi.

"Misalnya, jika calon yang diangkat tersebut tidak punya kapasitas dan integritas, hampir dapat dipastikan daerah yang akan dipimpin nantinya bermasalah," ungkapnya.

Egi juga menyinggung mengenai keberadaan afiliasi para calon penjabat kepala daerah kepada sejumlah oligarki yang selama ini masih ditutupi. Menurutnya afiliasi atau hubungan antara penjabat dengan sejumlah politisi atau pihak dengan agenda kepentingan harus dibuka kepada publik.

"Ini penting agar publik dapat mengawasi potensi konflik kepentingan yang mereka miliki. Perlu diingat bahwa konflik kepentingan adalah pintu masuk korupsi," jelasnya.

Egi juga menilai pelantikan penjabat kepala daerah melanggar asas demokrasi karena tidak ada keterlibatan pihak di luar pemerintah.

"Konstitusi telah mengamanatkan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Namun pemerintah nampaknya abai akan hal itu. Proses pengangkatan sepatutnya juga melibatkan pihak lain di luar pemerintah. Proses itu pun juga semestinya diatur dalam aturan teknis sebagai turunan dari UU Pilkada. Namun sayangnya hal itu tidak diatur," terangnya.

Selain itu, Egi juga meminta masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam pengawasan para penjabat yang akan dilantik hingga hingga 2023 mendatang. Hal itu mengingat kewenangan 267 penjabat yang sangat besar dan berpengaruh terhadap stabilitas politik dan hajat masyarakat banyak.

"Publik patut dan berhak untuk mempertanyakan proses pengangkatan penjabat kepala daerah, mulai dari mereka yang dilantik hari ini dan 267 lainnya yang akan dilantik sampai dengan tahun 2023. Hal ini penting karena penjabat kepala daerah memiliki kewenangan besar dan berdampak luas bagi masyarakat selama 1 tahun lebih ke depan," imbuhnya.

Mendagri Tito Karnavian mewakili Presiden Joko Widodo melantik 5 penjabat gubernur, antara lain:

1. Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar ditunjuk menjadi Penjabat Gubernur Banten.

2. Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi, dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin ditunjuk menjadi Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.

3. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik ditunjuk menjadi Penjabat Gubernur Sulawesi Barat.

4. Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga Hamka Hendra Noer ditunjuk menjadi Penjabat Gubernur Gorontalo.

5. Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kementerian Dalam Negeri Komjen (Purn) Paulus Waterpauw ditunjuk menjadi Penjabat Gubernur Papua Barat.

Baca juga artikel terkait PENJABAT GUBERNUR atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky