Menuju konten utama

ICW: Ada Indikasi Kerugian Negara Rp364,3 T di Sektor Batu Bara

ICW menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar 27,06 miliar dolar AS atau sekitar Rp364,3 triliun di sektor batu bara.

ICW: Ada Indikasi Kerugian Negara Rp364,3 T di Sektor Batu Bara
Sejumlah pekerja melakukan aktifitas bongkar muat batu bara di Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, Jateng, Senin (10/7). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria.

tirto.id - Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menyatakan, lembaganya menemukan indikasi kerugian negara hingga 27,06 miliar dolar AS terkait dengan dugaan ekspor batu bara yang tidak dilaporkan serta adanya perbedaan data antar lembaga.

Hal tersebut diungkapkan Firdaus dalam diskusi bertajuk “Kerugian Negara dari Unreporting Ekspor Batubara Indonesia 2006-2016” di Jakarta, Senin (20/11/2017).

“Kami menemukan indikasi transaksi ekspor batu bara yang tidak dilaporkan hingga sebesar 27,06 miliar dolar AS (setara Rp365,3 triliun). Nilai ini tentu memiliki implikasi terhadap penerimaan negara,” kata Firdaus.

Firdaus menyatakan, indikasi tidak dilaporkannya ekspor batu bara itu berdampak kepada indikasi kerugian negara, baik dari kewajiban perusahaan batu bara untuk pajak penghasilan, maupun royalti hingga sebesar Rp133,6 triliun.

Koordinator Divisi Riset ICW ini berpendapat, indikasi tidak dilaporkannya transaksi batu bara itu juga dapat timbul dari adanya satu persoalan mendasar, yaitu dari sisi administratif negara adanya celah besar pendataan produksi batu bara antara kementerian teknis dengan kementerian atau lembaga lainnya.

“Data-data ini akan menjadi acuan kita. Dalam konteks kekayaan negara, ini bagian dari pencatatan berapa sih kekayaan Indonesia. Kalau berbeda-beda, kita tidak memiliki nilai yang valid berapa nilai kekayaan kita,” kata dia.

Firdaus mencontohkan, perbedaan data penjualan batu bara antara institusi seperti Kementerian Perdagangan, BPS, dan Kementerian ESDM, di mana dalam periode 2006-2016, terdapat perbedaan hingga sekitar 520 juta ton.

Hal tersebut, lanjut Firdaus, menjadi "loophole" atau lubang sehingga berimplikasi terhadap potensi penerimaan negara.

Berdasarkan data ICW, transaksi ekspor batu bara yang tidak dilaporkan pada periode 2006-2016 disinyalir yang terbesar ke Cina dengan nilai sekitar 5,31 miliar dolar AS, kemudian ke Jepang (3,80 miliar dolar) dan Korea Selatan (2,66 miliar dolar).

“Terkait besarnya indikasi kerugian negara, maka sudah seharusnya pemerintah menaruh perhatian sangat serius dan segera membenahi celah yang berindikasi kepada kerugian negara dari batu bara,” kata Firdaus.

Firdaus mengingatkan bahwa indikasi kerugian negara sebesar Rp133,6 triliun itu sangat signifikan digunakan untuk infrastruktur seperti tol dan pelabuhan, juga untuk anggaran kesehatan hingga pendidikan.

Ia juga meminta aparat penegak hukum khususnya KPK untuk melanjutkan koordinasi dan supervisi sumber daya alam dengan menitikberatkan pada sisi penegakan hukum dan pengembalian kerugian negara.

Sementara itu, pembicara lainnya Direktur Penegakan Hukum Dirjen Pajak Yuli Kristiono menyatakan, isu ini bukanlah hal yang baru dan sedang diaudit karena pihaknya juga membutuhkan dukungan data dari berbagai instansi terkait lainnya.

Yuli Kristiono mengemukakan, pihaknya sudah turun ke sejumlah provinsi dalam rangka memberikan sosialisasi kepatuhan pengusaha pertambangan dan setelah sosialisasi ada peningkatan penerimaan negara dalam sektor batu bara.

Baca juga artikel terkait BATU BARA

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz