Menuju konten utama

ICJR: Korban Kekerasan Seksual Sulit Akses Pelayanan Visum

Jaminan medis dan layanan visum pada korban kekerasan seksual masih menuai masalah.

ICJR: Korban Kekerasan Seksual Sulit Akses Pelayanan Visum
Sejumlah perempuan memegang sebuah kertas bertuliskan "Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual" di sela-sela acara pembukaan Konferensi Perempuan Timur 2018 di Kota Kupang, NTT (10/12/18).ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/hp.

tirto.id - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menilai, jaminan medis dan layanan visum pada korban kekerasan seksual masih menuai masalah. Antara lain pembiayaan visum yang tidak ditanggung negara.

Padahal sudah termaktub dalam Pasal 13 Perkap nomor 5 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Tertentu di Lingkungan Polri.

Menurut Anggara, data dari Komnas Perempuan dalam hasil assesment Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di 16 provinsi di Indonesia. Meski layanan P2TP2A gratis, namun assesment ini menemukan angka kejadian yang cukup besar dimana korban dikenakan biaya untuk melaksanakan visum.

"Pemenuhan layanan visum gratis sangat bergantung pada komitmen pemerintah daerah. Terdapat daerah yang sudah menjamin layanan visum gratis untuk korban kekerasan seperti DKI Jakarta, lewat Keputusan Gubernur DKI Jakarta nomor 154 tahun 2017," papar Anggara dalam keterangan tertulis kepada Tirto, Senin (7/1/2019).

Anggara menilai, penerapan Perpres nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan belum efektif direspon pemerintah daerah. Hal itu didukung fakta lain, bahwa LPSK sampai saat ini hanya tersedia di DKI Jakarta.

Padahal menurut Anggara, sudah sejak 2014 payung hukum perpres merekomendasikan LPSK membuka pelayanan ke daerah secara massif.

"Melihat permasalahan ini, langkah pemerintah yang mengatur layanan korban tindak pidana tidak dijamin BPJS patut disayangkan dan justru jelas kontraproduktif dengan komitmen pemerintah selama ini," kata Anggara.

BPJS Kesehatan, imbuh Anggara, kini juga tak menanggung pelayanan kesehatan korban kekerasan seksual melalui Perpres 82/2018. Ada 21 jenis layanan kesehatan yang tak ditanggung. Antara lain, korban tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme, perdagangan orang dan juga pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Polri.

ICJR, kata Anggara, merekomendasikan untuk diadakan penyusunan dan pembentukan perpres yang lebih teknis dan menyeluruh. Serta, mampu memastikan seluruh level pemerintahan baik pusat maupun daerah memberikan pelayanan korban yang komprehensif dan tidak membebani korban.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hard news
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali