Menuju konten utama

Ibu Kota akan Pindah, BMKG Jelaskan Potensi Gempa di Kalimantan

BMKG menyatakan Kalimantan relatif aman dari gempa meski aktivitas kegempaan pernah tercatat di pulau itu.

Ibu Kota akan Pindah, BMKG Jelaskan Potensi Gempa di Kalimantan
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memberikan penjelasan mengenai penanganan gempa dan tsunami yang terjadi di Sulteng saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/10/2018). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Pulau Kalimantan. Salah satu yang menjadi alasannya, Kalimantan dinilai minim potensi bencana, khususnya gempa dan tsunami.

Sampai saat ini, pemerintah masih mengkaji kelayakan calon lokasi ibu kota baru di tiga provinsi, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati membenarkan bahwa Kalimantan merupakan pulau dengan tingkat kegempaan relatif paling rendah di Indonesia.

Meskipun gempa juga pernah terjadi di Kalimantan, BMKG menyimpulkan kawasan itu relatif aman dari bencana akibat pergerakan lempeng bumi.

"Meskipun di Kalimantan terdapat struktur sesar dan memiliki catatan aktivitas gempa bumi, tetapi secara umum wilayah Kalimantan relatif lebih aman jika dibanding daerah lain di Indonesia, seperti Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Papua yang memiliki catatan sejarah gempa merusak dan menimbulkan korban jiwa sangat besar," kata dia dalam siaran pers BMKG, Sabtu (24/8/2019).

Dwikorita menjelaskan kondisi seismisitas Pulau Kalimantan yang relatif rendah itu sesuai dengan sejumlah fakta. Berdasar pengamatan BMKG, jumlah struktur sesar aktif di Kalimantan jauh lebih sedikit daripada pulau-pulau lain di Indonesia.

Selain itu, menurut Dwikorita, Pulau Kalimantan berlokasi jauh dari zona tumbukan lempeng atau megathrust. Oleh karena itu, suplai energi yang membangun medan tegangan terhadap zona seismogenik di Kalimantan tidak sekuat di wilayah dekat zona tumbukan lempeng.

Dwikorita mengimbuhkan beberapa struktur sesar di Kalimantan kondisinya juga sudah berumur tersier. Hal ini menyebabkan banyak segmentasi sesar yang sudah tidak aktif lagi memicu gempa.

Namun, Dwikorita tetap merekomendasikan perumusan mitigasi bencana di pesisir Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan yang berhadapan dengan sumber gempa.

"Tata ruang pemanfaatan pesisir harus berbasis mitigasi bencana. ini penting guna mengantisipasi bencana tsunami di pantai rawan tsunami agar [warga] tangguh menghadapi tsunami," ujar dia.

Dwikorita menilai evakuasi mandiri bisa menjadi pilihan tepat untuk menyelamatkan warga dari ancaman tsunami. Evakuasi mandiri bisa memakai guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami alami.

"Jika tempat tinggal kita di daerah rawan, maka yang penting dan harus disiapkan adalah langkah mitigasinya, kesiapsiagaannya, kapasitas masyarakat dan stakeholder, serta infrastruktur yang kuat untuk menghadapi gempa dan tsunami yang mungkin terjadi," ujar dia.

Deputi Geofisika BMKG Mohammad Sadly menambahkan saat ini BMKG bersama kementerian dan lembaga terkait sedang menyiapkan sistem monitoring sekaligus konsep mitigasi gempa bumi dan tsunami yang mumpuni di calon wilayah ibu kota.

"BMKG bersama kementerian dan lembaga lain berupaya meminimalisir sekecil mungkin risiko kebencanaan di wilayah tersebut dengan menyiapkan skenario mitigasi bencana yang tepat, terpadu, dan berkesinambungan," ujar Sadly.

Menurut Sadly, langkah itu berbarengan dengan program BMKG dalam pemasangan sensor gempa sebanyak 348 unit pada 2019 dan 2020 di seluruh Indonesia, termasuk Kalimantan.

Pada 2020, BMKG juga akan membangun 300 sarana penyebarluasan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami Warning Receiver System (WRS) di banyak wilayah, termasuk Kalimantan.

Sadly mengingatkan pembangunan bangunan tahan gempa penting untuk meminimalisir dampak bencana, terutama korban luka dan jiwa.

Karena itu, BMKG menilai mikrozonasi seismik penting guna mengidentifikasi wilayah yang rentan terdampak gempa bumi. Di zona rentan itu bisa dilakukan upaya penguatan struktur bangunan supaya tetap aman meskipun terjadi gempa.

Baca juga artikel terkait GEMPA BUMI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Iswara N Raditya