Menuju konten utama

Calon Ibu, Kenali Gejala-gejala Preeklampsia, yuk!

Preeklampisia jadi momok yang menakutkan bagi para calon ibu. Tapi jangan khawatir, hal ini bisa dicegah kok, dengan beberapa tindakan preventif!

Calon Ibu, Kenali Gejala-gejala Preeklampsia, yuk!
Header Diajeng Preeklamsia. tirto.id/Quita

tirto.id - Kalau kita bicara tentang momok menakutkan selama hamil, preeklampsia sudah pasti jadi salah satunya. Ya, bahkan di sebagian kasus, janin harus direlakan karena kehamilan yang berisiko membahayakan nyawa sang ibu.

Preeklampsia, seperti dijelaskan dalam situs American Pregnancy Association, merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan kerusakan organ, termasuk pada ginjal yang mengakibatkan kadar protein pada urine jadi tinggi atau disebut proteinuria.

Penyakit ini biasa menyerang ibu di usia kandungan lebih dari 20 minggu. Bagi kamu yang sedang memasuki usia tersebut, waspadai gejalanya, ya!

Terutama jika kamu mendapati kaki dan tangan bengkak atau memar, tekanan darah tinggi, nyeri kepala hebat, atau muntah-muntah, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter. Tekanan darah perempuan dengan preeklampsia bisa mencapai 140/90 mmHg atau lebih.

Preeklampsia ditemukan pada 5 sampai 7 persen ibu hamil, mengakibatkan lebih dari 70 ribu kematian ibu dan 500 ribu kasus keguguran janin di penjuru dunia setiap tahun.

Di Amerika Serikat, preeklampsia terjadi pada 1 dari 25 kehamilan dan dituding sebagai penyebab utama kematian ibu, morbiditas ibu yang parah, perawatan intensif ibu, operasi caesar, sampai kelahiran prematur.

Header Diajeng Preeklamsia

Header Diajeng Preeklamsia. foto/IStockphoto

Dampak Preeklampsia

Dilansir dari Mayo Clinic, pada awal-awal kehamilan, akan berkembang pembuluh darah baru untuk mengirim darah ke plasenta. Tugasnya penting: mengalirkan darah, oksigen dan memberi nutrisi pada janin selama kehamilan.

Sayangnya, pada perempuan dengan preeklampsia, pembuluh darah ini tidak berkembang atau berfungsi dengan baik. Ukurannya jadi lebih sempit daripada pembuluh darah normal sehingga jumlah darah yang mengalir jadi terbatas.

Terkait dampaknya pada bayi, preeklampsia bisa membuat plasenta kekurangan darah sehingga suplai makanan dan oksigen untuk bayi berkurang. Risiko paling buruknya, bayi bisa lahir dengan berat badan rendah, bahkan meninggal dunia.

“Ini salah satu kondisi yang sangat ditakutkan saat kehamilan. Pertumbuhan janin dapat terlambat karena ari-arinya keropos dan bayinya bisa meninggal di dalam [kandungan],” demikian pernah disampaikan dr. Ulul Albab, Sp. OG, spesialis kandungan kepada Tirto.

Menurut kategorisasi dr. Ulul, preeklampsia adalah satu dari empat gangguan tekanan darah tinggi yang lazim terjadi selama kehamilan.

Apa saja tiga lainnya?

Salah satunya disebut hipertensi gestasional, kondisi tekanan darah tinggi yang tidak disertai dengan kelebihan protein dalam urine atau tanda kerusakan organ lain. Meskipun begitu, kamu tetap perlu berhati-hati. Jika sudah terkena hipertensi gestasional, kamu akan lebih berisiko mengalami preeklampsia.

Gangguan selanjutnya, hipertensi kronis, timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca-persalinan.

Nah, gangguan terakhir ini juga perlu diwaspadai: hipertensi kronis dengan preeklampsia berlapis. Ia bisa terjadi pada perempuan dengan tekanan darah tinggi kronis sejak sebelum hamil. Kondisi itu bisa memburuk jika dibarengi dengan kadar protein yang tinggi dalam urine beserta komplikasi kesehatan lainnya selama kehamilan.

Hmm, kategorisasi gangguan tekanan darah tinggi selama hamil agaknya sulit dibedakan satu sama lain.

Nah, agar bisa membedakannya, dr. Ulul menyarankan dilakukan tes, “Kalau ditemukan protein dalam urine, berarti dia [mengalami] preeklampsia. Kalau tidak, berarti dia hipertensi.”

Preeklampsia dapat jadi lebih parah: eklampsia. Kondisi ini bisa membuat kejang-kejang dan koma.

Sudah dengar tentang Tori Bowie? Pelari cepat berkulit Hitam asal Amerika Serikat yang menjuarai Olimpiade Rio de Janeiro ini ditemukan meninggal dunia dalam kondisi hamil besar pada Mei silam. Laporan otopsi menduga ia mengalami komplikasi persalinan yang terkait dengan eklampsia dan gangguan pernapasan.

Header Diajeng Preeklamsia

Header Diajeng Preeklamsia. foto/IStockphoto

Risiko dan Cara Deteksi Dini

Apabila kamu punya tekanan darah tinggi selama hamil, jangan heran kalau dokter akan terus memantau kandunganmu sepanjang usianya di bawah 34 minggu.

Yang berbahaya adalah jika tekanan darahmu tak kunjung turun sebelum kandungan berusia 34 minggu. Karena janin bisa terpaksa digugurkan, karena risikonya yang membahayakan ibu. Selain itu, janin berisiko meninggal di dalam kandungan.

“Kalau kehamilan sudah mencapai lebih dari 34 minggu, kita pertahankan [janin] dengan lahiran cepat,” kata dr. Ulul.

Menunda untuk mengeluarkan bayi, menurut dr Ulul, bisa menimbulkan risiko tinggi pada ibu.

Preeklampsia dapat mempengaruhi kerusakan organ lain ibu, dari ginjal, hati, paru-paru, jantung sampai mata. Stroke atau cedera otak lain juga bisa terjadi. Yang terparah adalah kejang dan kematian.

Saran dr. Ulul, ibu hamil perlu memeriksakan kehamilan secara rutin—paling tidak sebulan sekali sebelum memasuki usia kandungan 8 bulan. Setelah itu, tingkatkan intensitas periksa jadi per 2 minggu, dan seminggu sekali saat memasuki usia kandungan 9 bulan.

Tambahan lagi dr. Ulul, “Yang terpenting, kami tetap sarankan untuk menjalankan gaya hidup sehat selama kehamilan.”

Ya, ibu-ibu atau calon ibu, pola hidup yang tidak sehat merupakan faktor risiko preeklampsia.

Kebiasaan sehari-hari yang kurang baik bisa bikin banyak penyakit, seperti hipertensi, diabetes tipe 1 atau tipe 2 dan sakit ginjal. Oh iya, waspadai juga faktor risiko bawaan, ya.

Risiko lain yang perlu diperhatikan adalah usia. Kalau kamu mengandung pada usia sangat muda, atau di atas usia 40 tahun, risiko preeklampsia jadi lebih tinggi.

Preeklampsia juga lebih mungkin ditemukan pada kehamilan pertama dan setiap kehamilan dengan pasangan baru. Begitu juga pada kehamilan-kehamilan yang intervalnya kurang dari dua tahun atau lebih dari sepuluh tahun. Selain itu, kamu perlu lebih waspada apabila mengandung janin kembar.

Di balik beragam risikonya, kemajuan teknologi memberikan harapan untuk deteksi dini preeklampsia. Sejak 2020, pemerintah Uni Eropa mensponsori proyek alat deteksi cepat preeklampsia yang diproduksi firma asal Swiss, MOMM Diagnostics.

Di Amerika Serikat, perusahaan farmasi Thermo Fisher Scientific baru saja mendapatkan izin dari Food and Drugs Administration untuk memassalkan tes darah diagnostik preeklampsia yang beberapa tahun sebelumnya sudah diuji coba di Eropa.

Tes ini ditujukan untuk mereka yang dirawat di rumah sakit karena gangguan tekanan darah pada usia kehamilan 23 sampai 35 minggu. Dengan tingkat keakuratan 96 persen, ia bisa menentukan siapa yang tidak akan terkena preeklampsia dalam dua minggu ke depan sehingga aman untuk dipulangkan.

Di sisi lain, dua per tiga perempuan yang hasil tesnya positif kelak mengembangkan preeklampsia sehingga bayinya perlu dilahirkan lebih awal.

Wah, semoga dalam waktu dekat tes ini juga bisa diakses di Indonesia, ya!

*Artikel ini pernah tayang di tirto.id dan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait OBESITAS

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Maulida Sri Handayani
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Sekar Kinasih