Menuju konten utama

HUT TNI 5 Oktober 1965 & Sejarah Pemakaman Pahlawan Revolusi

Sejarah peringatan HUT TNI tanggal 5 Oktober 1965 & kisah upacara pemakaman para pahlawan revolusi korban dalam G30S.

HUT TNI 5 Oktober 1965 & Sejarah Pemakaman Pahlawan Revolusi
Gambar para pahlawan revolusi di halaman Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

tirto.id - Tentara Nasional Indonesia (TNI) memperingati hari ulang tahun (HUT) setiap tanggal 5 Oktober, sejak pertama dirayakan yaitu tahun 1965.

Biasanya peringatan HUT TNI dilaksanakan upacara pemakaman para pahlawan revolusi, korban Gerakan 30 September (G30), di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Jakarta telah menyebabkan kematian 7 perwira TNI-AD, yang 6 di antaranya merupakan perwira tinggi alias jenderal yang kala itu cukup berpengaruh dalam pemerintahan RI di bawah pimpinan Presiden Sukarno.

Adapun 1 orang perwira lainnya adalah Kapten Pierre Tendean yang merupakan ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution. Jenderal A.H. Nasution disebut-sebut menjadi target seperti ke-6 jenderal lainnya. Tak hanya itu, ada korban meninggal dunia lainnya yaitu Ade Irma Suryani, putri Jenderal Nasution.

Selain itu, Bripka Karel Sadsuit Tubun yang merupakan pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena turut pula menjadi korban dalam peristiwa berdarah ini.

Ada beberapa perwira TNI-AD dan seorang petugas polisi yang gugur akibat tragedi berdarah yang menyeret kepentingan politik antara pihak militer dan kubu Partai Komunis Indonesia (PKI) tersebut, serta beberapa korban lainnya.

Setelah beberapa hari upaya pencarian, jasad para prajurit tersebut ditemukan di dalam sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, dekat pangkalan udara Halim Perdanakusuma, tanggal 4 Oktober 1965 atau sehari sebelum peringatan HUT TNI ke-20.

Mereka yang Disemayamkan

Para pahlawan revolusi yang dikebumikan di TMP Kalibata tanggal 5 Oktober 1965 dalam peringatan HUT TNI yang ke-20 adalah Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima AD/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD Bidang Administrasi).

Kemudian Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD Bidang Perencanaan dan Pembinaan), Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD Bidang Intelijen).

Juga Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD Bidang Logistik), Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal AD).

Selain itu, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean yang merupakan ajudan Jenderal A.H. Nasution, serta Bripka Karel Sadsuit Tubun yang bertugas sebagai pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia, dr. Johannes Leimena.

Ade Irma Suryani Nasution, putri Jenderal A.H. Nasution yang turut menjadi korban peristiwa G30S dimakamkan di Kebayoran Baru, persis di samping Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, pada 6 Oktober 1965. Bocah berusia 5 tahun ini mengembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif usai tragedi berdarah tersebut.

Pada 6 Oktober 1965 pula, satu lagi anak bangsa yang meninggal dunia dan disemayamkan di TMP Kalibata, yakni Albert Naiborhu, keponakan Jenderal D.I. Panjaitan. Menurut buku Fakta-fakta Persoalan Sekitar Gerakan 30 September

Pemuda berusia 24 tahun ini terluka parah ketika pamannya hendak dijemput para penculik pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965 itu, sebelum akhirnya meninggal dunia.

Peringatan HUT TNI Berselimut Duka

A.H. Nasution yang lolos dari upaya penculikan dan pembunuhan dalam peristiwa G30S 1965 bertindak sebagai pemimpin upacara pemakaman para pahlawan revolusi di Taman Makam Pahlawan Kalibata tanggal 5 Oktober 1965.

“Hari ini hari angkatan bersenjata kita, hari yang selalu gemilang. Tapi yang kali ini, hari yang dihinakan oleh fitnahan, dihinakan oleh pengkhianatan, dihinakan oleh penganiayaan,” ucap Nasution, dikutip dari buku Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Kodam V/Jaya (1974) terbitan TNI-AD.

“Tetapi hari angkatan bersenjata kita, kita setiap prajurit tetap rayakan dalam hati sanubari kita, dengan tekad kita,” lanjut sang jenderal.

Para keluarga korban hadir dalam upacara pemakaman yang amat pilu pada 5 Oktober 1965 itu, termasuk Mayor Jenderal Soeharto yang tampil sebagai jagoan utama dalam menangani upaya kudeta beberapa hari sebelumnya.

Ir. Sukarno selaku Presiden RI justru tidak datang. “Bung Karno tak hadir dalam kesempatan pemakaman para pahlawan ini,” sebut Soeharto dalam buku autobiografinya bertajuk Soeharto: Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (1989).

Presiden pertama RI yang nantinya digantikan Soeharto itu baru terlihat setahun berikutnya di TMP Kalibata.

Menurut pengakuan Maulwi Saelan dalam Dari Revolusi '45 sampai Kudeta '66: Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2001), pada 5 Oktober 1966 sore, Sukarno ziarah ke makam pahlawan revolusi dan menangisi kematian para jenderal.

Pahlawan Revolusi dalam G30S 1965

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Jakarta telah menyebabkan kematian 7 perwira TNI-AD, yang 6 di antaranya merupakan perwira tinggi alias jenderal yang kala itu cukup berpengaruh dalam pemerintahan RI di bawah pimpinan Presiden Sukarno.

Berikut ini para pahlawan revolusi dalam peristiwa G30S 1965 di Jakarta:

  • Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima AD/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
  • Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD Bidang Administrasi)
  • Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD Bidang Perencanaan dan Pembinaan)
  • Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD Bidang Intelijen)
  • Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD Bidang Logistik)
  • Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal AD)
  • Lettu CZI Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal A.H. Nasution)
  • Bripka Karel Sadsuit Tubun (Pengawal Kediaman Resmi dr.J. Leimena)

Jenazah para korban penculikan dalam peristiwa G30S di ibu kota ditemukan di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur, tanggal 3 Oktober 1965, kemudian dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, pada 5 Oktober 1965.

Pembunuhan terhadap perwira militer TNI-AD juga terjadi di Yogyakarta yang menewaskan Kolonel Katamso dan Letkol Sugijono pada 1 Oktober 1965. Jasad keduanya ditemukan pada 12 Oktober 1965 di wilayah Kentungan dan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Yogyakarta.

Pemerintah RI kemudian menetapkan para prajurit yang gugur itu dengan gelar Pahlawan Revolusi dan memberikan kenaikan pangkat anumerta. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar Pahlawan Revolusi juga diakui sebagai Pahlawan Nasional.

Baca juga artikel terkait HUT TNI atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH
Penyelaras: Ibnu Azis & Yulaika Ramadhani