Menuju konten utama

HUT AJI ke-26: Liputan Kolaborasi Tirto Menang Tasrif Award 2020

Laporan kolaborasi Tirto soal kekerasan seksual di perguruan tinggi dan kerusuhan Wamena memenangkan Tasrif Award 2020 dari AJI.

HUT AJI ke-26: Liputan Kolaborasi Tirto Menang Tasrif Award 2020
Kerusuhan Wamena. Kantor Dinas Perhubungan dibakar pada 23 September 2019. Albertus Vembrianto untuk Tirto.id

tirto.id - Dua liputan kolaborasi Tirto pada 2019 memenangkan Suardi Tasrif Award 2020 dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, demikian siaran pers HUT AJI ke-26. Dua laporan tersebut mengenai seri liputan kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, yang dikerjakan bersama The Jakarta Post, VICE Indonesia dan BBC Indonesia; serta kerusuhan Wamena, berkolaborasi dengan Jubi dan The Jakarta Post.

Dalam malam resepsi 26 tahun AJI, yang disiarkan via YouTube, dewan juri menilai dua liputan kolaborasi itu berdampak terhadap publik yang membawa persoalan sangat relevan hari ini, yakni kekerasan seksual dan penindasan di tanah Papua.

Kedua liputan itu dianggap memenuhi kriteria melayani hak publik atas informasi; mengefektifkan fungsi pers sebagai lembaga kontrol sosial; dan mengungkap problem ketidakadilan yang tersembunyi dan disembunyikan.

Kedua laporan itu “mampu mendorong kebijakan lebih jauh dan membawa isu ini menjadi perbincangan publik,” menurut salah satu dewan juri Mujtaba Hamdi.

"Saya kira tahun ini adalah tahun kolaborasi," ujar Hamdi.

Sapto Anggoro, pemimpin redaksi Tirto, berkata bahwa laporan jurnalistik yang dikerjakan secara kolaboratif punya tenaga yang solid dalam melaksanakan fungsi pers sebagai kontrol sosial.

Angela Flassy, pemimpin redaksi Jubi, berkata bahwa penghargaan ini "membuktikan kolaborasi media efektif untuk menjadi solusi kerja-kerja jurnalistik saat ini."

Laporan kolaborasi 'Nama Baik Kampus' menyoroti dugaan kasus-kasus kejahatan seksual di lingkungan kampus. Dari kasus Agni di UGM, dosen mesum di Universitas Diponegoro (Semarang) dan Universitas Sumatera Utara (Medan), predator seksual di UIN Malang, relasi kuasa menyulut kekerasan seksual di sebuah kampus swasta di Bali, serta kampus Islam di Jambi dan Gorontalo. Hasilnya adalah tekanan publik, terutama dari aliansi-aliansi mahasiswa dan dosen progresif, yang mendesak pejabat kampus agar segera membuat peraturan anti-kekerasan seksual.

Di kampus lain, ada setitik pijar cerah: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta telah membuat surat edaran yang mengatur mekanisme penanganan pelecehan seksual, perundungan, dan intimidasi untuk para dosen dan mahasiswa.

Universitas Indonesia membuat buku saku “Standar Operasional Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus” yang digagas oleh Dr. Lidwina Inge Nurtjahyo dan Dr. Saraswati Putri.

Dirjen Pendidikan Islam dari Kementerian Agama menerbitkan Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, yang disebarkan ke seluruh rektor di kampus-kampus Islam, baik negeri maupuan swasta, agar mengadopsi aturan serupa di kampusnya masing-masing.

Sementara di UGM akhirnya mengesahkan regulasi anti-kekerasan seksual setelah diwarnai desakan dan protes dari mahasiswa.