Menuju konten utama

Hukuman Mati Tuti: Tujuh Tahun Menanti, Telepon Ibu Jelang Eksekusi

Tuti Tursilawati divonis hukuman mati pada 2011 oleh Pengadilan Arab Saudi. Ia sempat menelpon sang ibu 10 hari jelang eksekusi 29 Oktober 2018.

Hukuman Mati Tuti: Tujuh Tahun Menanti, Telepon Ibu Jelang Eksekusi
Aktivis Migrant CARE mengangkat poster bernada protes di depan Kantor Kedutaan Besar Arab di Indonesia, Jakarta, Selasa (20/3/2018). Migrant CARE dan SBMI melakukan demonstrasi di depan Kedubes Arab setelah pemerintah Arab menjatuhkan hukuman mati pada Zaini Misrin, tenaga kerja asal Indonesia di Arab. tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Hidup Tuti Tursilawati berakhir 29 Oktober lalu di tangan Kerajaan Arab Saudi, negara yang awalnya ia pikir mampu membuat hidupnya dan keluarga di Majalengka, Jawa Barat, jadi lebih baik.

Tuti diberangkatkan ke Arab Saudi sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pada 5 September 2009 oleh PT Arunda Bayu. Ia bekerja sebagai penjaga orang-orang lanjut usia di sebuah keluarga di Kota Ta'if, Mekkah, bagian barat daya Arab Saudi.

Di tempat itu ia bekerja selama delapan bulan dengan sisa gaji tak dibayar hingga enam bulan.

Selain gaji yang tak dibayar, ia juga kerap mengalami pelecehan seksual dari sang majikan. Tak tahan dengan perlakuan yang ia terima, pada 11 Mei 2010 Tuti memutuskan membunuh Suud Mulhaq Al-Utaibi yang tak lain adalah ayah majikannya. Ia memukul Suud dengan sebatang kayu.

Ia pun kabur dengan membawa perhiasan dan uang senilai 31.500 riyal milik majikannya. Dalam perjalanan ia diperkosa oleh sembilan orang pemuda. Sehari setelahnya Tuti sudah ditangkap kepolisian Arab Saudi.

Mengaku Salah

Tuti mengaku segala perbuatannya empat hari setelah ditangkap, ketika diperiksa penyidik dari badan investigasi kepolisian Arab Saudi dan didampingi oleh Konsulat Jenderal RI Jeddah.

Karena pengakuan itu juga kepolisian setempat akhirnya menetapkan Tuti sebagai tersangka dan menahannya di penjara Ta'if.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) punya pandangan lain terhadap apa yang dilakukan Tuti. Menurut mereka apa yang dilakukan Tuti adalah "akumulasi kemarahan maupun pertahanan yang dapat dia lakukan." Tapi jelas Kerajaan Arab punya logika yang berbeda.

Tahun 2011, setelah melewati serangkaian persidangan yang panjang, Tuti akhirnya divonis hukuman mati. Keputusan hakim telah inkrah meski telah melibatkan lembaga Ishlah Wal-'afwu (lembaga perdamaian dan pemaafan).

Dan kita semua tahu, tujuh tahun lamanya Tuti menderita menunggu hari eksekusi.

Pertemuan Terakhir

4 April 2018 jadi hari terakhir Tuti bertemu dengan keluarganya di Ta'if. Pertemuan itu difasilitasi oleh Kementerian Luar Negeri RI, yang pada tahun 2014 dan 2015 juga pernah memfasilitasi pertemuan serupa.

Pada 19 Oktober, atau 10 hari sebelum eksekusi, Tuti kembali berjumpa ibunya, tapi tidak secara langsung melainkan via panggilan video. Itulah hari terakhir ia bisa bertatap muka dengan orang yang melahirkannya.

Dua hari lalu Tuti dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi, tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Dan ini bukan kejadian pertama, mungkin juga bukan yang terakhir.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sangat kecewa dengan sikap Kerajaan Arab yang mengeksekusi Tuti tanpa ada pemberitahuan resmi kepada KBRI Riyadh atau KJRI Jeddah.

"Menlu RI telah menelepon Menlu Arab Saudi pada 29 Oktober menyampaikan protesnya," ujar Iqbal di kantornya di Jakarta, kemarin (30/10/2018).

Hal yang sama juga dikatakan orang nomor satu di Indonesia, Joko Widodo. "Itu patut kita sesalkan," katanya Rabu (31/10/2018) pagi.

Namun kita semua tahu protes saja tidak cukup. Protes tidak akan mengembalikan nyawa Tuti, dan mungkin tak akan menyelamatkan TKI lain yang sedang menunggu hari penghakiman sepanjang tak ada langkah lain yang lebih tegas dari pemerintah.

Baca juga artikel terkait EKSEKUSI MATI TKI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino