Menuju konten utama
Kultum Quraish Shihab

Hukum Membatalkan Perjanjian atau Sumpah

Thabathaba’i menggarisbawahi bahwa membatalkan sumpah lebih buruk daripada melanggar janji.

Hukum Membatalkan Perjanjian atau Sumpah
Header Quraish Kultum An Nur. tirto.id/Rangga

tirto.id - وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا ۚ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

“Dan tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksi atas diri kamu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Al-Biqa’i menulis tentang hubungan ayat ini dengan ayat yang lalu bahwa, setelah ayat yang lalu menghimpun semua perintah dan larangan dalam satu redaksi singkat yang tidak dapat ditampung oleh kitab-kitab dan dada manusia serta disaksikan oleh para pendurhaka yang keras kepala bahwa redaksi semacam itu melampaui batas kemampuan manusia, ayat berikut melanjutkan -- sebagaimana dipahami dari konteksnya -- bahwa: Jika demikian itu kandungan kitab suci ini, laksanakanlah apa yang akan Allah perintahkan, jauhilah apa yang dilarang-Nya dan tepatilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji… Demikian lebih kurang al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat yang lalu.

Apa pun hubungannya, yang jelas ayat ini memerintahkan: tepatilah perjanjian yang telah kamu ikrarkan dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah sesudah kamu meneguhkannya, yakni perjanjian-perjanjian yan kamu akui di hadapan pesuruh Allah. Demikian juga sumpah-sumpah kamu yang menyebut nama-Nya. Betapa kamu tidak harus menepatinya sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksi dan pengawas atas diri kamu terhadap sumpah-sumpah dan janji-janji itu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat, baik niat, ucapan maupun tindakan, dan baik janji, sumpah, maupun selainnya, yang nyata maupun yang rahasia.

Yang dimaksud dengan tanqudhu/membatalkan adalah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kandungan sumpah/janji.

Yang dimaksud dengan bi’ahd/perjanjian Allah dalam konteks ayat ini antara lain, bahkan terutama adalah bai’at yang mereka ikrarkan di hadapan Nabi Muhammad SAW, untuk tidak mempersekutukan Allah SWT, serta tidak melanggar perintah Nabi SAW yang mengakibatkan mereka durhaka. Janji dan atau sumpah yang menggunakan nama Allah, yang kandungannya demikian sering kali dilaksanakan oleh para sahabat Nabi SAW, sejak mereka masih di Mekkah sebelum berhijrah. [Namun demikian] redaksi ayat ini mencakup segala macam janji dan sumpah serta ditujukan kepada siapa pun dan di mana pun mereka berada.

Firma-Nya: ba’da taukidiha, yang memahaminya dalam arti sesudah kamu meneguhkannya. Atas dasar itu, sementara yang menganut paham ini —seperti al-Biqa’i dan al-Qurthubi— memahami kata tersebut sebagai berfungsi mengecualikan apa yang diistilahkan dengan laghwu al-aiman, yakni kalimat yang mengandung redaksi sumpah tetapi tidak dimaksudkan oleh pengucapnya sebagai sumpah.

Ada juga ulama — seperti Ibn Asyur — yang memahaminya dalam arti sesudah peneguhannya. “Di sini — tulisnya — tidak terdapat isyarat adanya sumpah yang tidak berdosa bila dibatalkan, yakni yang dinamai laghwu al-aiman. Memahaminya demikian adalah ketergelinciran dari jalan lebar yang jelas merupakan gaya Bahasa al-Quran.”

Apa pun makna yang Anda pilh, yang jelas maksud meneguhkan/penagihan tersebut adalah menjadikan Allah SWT, sebagai saksi dan pengawas atas sumpah dan janji-janji manusia. Ayat ini menekankan perlunya menepati janji, menegang teguh tali agama, serta menutup rapat-rapat semua usaha musuh-musuh Islam yang berupaya memurtadkan kaum muslimin, sejak masa Nabi SAW, di Mekkah hingga masa kini dan mendatang.

infografik asmaul husna hari 24 kultum bersama Quraish Shihab 20

Thabathaba’i menggarisbawahi bahwa kendati membatalkan sumpah dan melanggar janji keduanya terlarang, pembatalan sumpah lebih buruk daripada pelanggaran janji. Ini karena yang bersumpah menyebut nama Allah dan dengan menyebut nama-Nya, pihak yang mendengarnya merasa yakin bahwa ucapannya itu pasti benar karena nama mulia itu merupakan jaminannya. Bila anda meminjam sesuatu dan memberi jaminan, kendati dalam benak pemberi pinjaman ada semacam keraguan terhadap anda, ia tidak segan memberi bila ada jaminan atau ada penjamin yang terpercaya. Demikian lebih kurang maksud penjelasan Thabathaba’i.

Penulis menambahkan bahwa makna jaminan serupa dapat juga dibaca oleh pihak lain, walau tanpa sumpah. Kepercayaan seorang muslim atas keesaan Allah dan kekuasaan-Nya seharusnya dapat menjadi jaminan bagi pihak lain atas kebenaran ucapannya. Keyakinannya itu seharusnya melahirkan jaminan ketepatan janji atau beritanya, karena pengingkaran janji dan kebohongannya mengundang murka Allah. Dan, seorang muslim mustahil melakukan hal-hal yang mengundang murka-Nya.

Dengan demikian, kata ba’da taukidihal dimaksud tidak harus dibatasi pengertiannya pada pengukuhan sumpah yang menggunakan nama Allah saja.

Ayat ini tidak bertentangan dengan sabda Rasul SAW yang menyatakan bahwa: "Sesungguhnya aku insya Allah, tidak bersumpah dengan suatu sumpah—lalu melihat ada yang lebih baik darinya—kecuali melakukan yang lebih baik dan membatalkan sumpahku dengan membayar kafarah (HR. Bukhari dan Muslim).

Ini tidak bertentangan — tulis Ibn Katsir — karena sumpah yang dimaksud oleh ayat ini adalah masuk dalam perjanjian, sedang sumpah yang dimaksud oleh hadis Nabi SAW, itulah yang merupakan kegiatan perorangan yang berkaitan dengan anjuran atau halangan. Demikian Ibn Katsir.

Di sisi lain, pembatalan oleh hadiS tersebut adalah pembatalan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keumuman larangan yang dikandung oleh ayat ini dikecualikan dan dipersempit oleh kandungan hadis.

====

*) Naskah diambil dari buku "Tafsir al-Mishbah Vol. 6" yang diterbitkan penerbit Lentera Hati. Pembaca bisa mendapatkan karya-karya Prof. Quraish Shihab melalui website penerbit.

Kultum Quraish Shihab

Baca juga artikel terkait KULTUM QURAISH SHIHAB atau tulisan lainnya dari M. Quraish Shihab

tirto.id - Pendidikan
Penulis: M. Quraish Shihab
Editor: Zen RS