Menuju konten utama
Ramadhan 2021

Hukum Berpuasa Ramadhan Sebelum Mengganti Utang Puasa

Hukum puasa ganti sebelum Ramadan dan hukum berpuasa sebelum mengqadha puasa.

Hukum Berpuasa Ramadhan Sebelum Mengganti Utang Puasa
Ilustrasi. foto/istockphoto

tirto.id - Ramadhan 1442 Hijriah telah berjalan selama 7 hari, dan di bulan suci ini umat muslim yang mukallaf berkewajiban melaksanakan ibadah puasa.

Namun bagi sebagian orang, khususnya perempuan, ada yang tidak bisa menjalani puasa selama sebulan penuh, seperti:

  • Orang yang sakit berat;
  • Musafir (bepergian jauh);
  • Wanita hamil;
  • Wanita menyusui;
  • Perempuan yang tengah datang bulan (menstruasi).
Pada hari-hari di saat mereka tidak berpuasa Ramadan, maka puasanya akan dihitung sebagai utang.

Karena utang, maka wajib bagi orang-orang yang mampu untuk melunasi atau menggantinya dan ini istilahnya disebut dengan qadha puasa.

Lalu bagaimana bila setahun berlalu dan Ramadan sudah kembali hadir, sementara masih ada yang belum mengqadha puasanya pada Ramadan tahun lalu? Apa hukum yang berlaku bagi orang tersebut?

Allah SWT berfirman:

اَيَّامًا مَّعۡدُوۡدٰتٍؕ فَمَنۡ كَانَ مِنۡكُمۡ مَّرِيۡضًا اَوۡ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنۡ اَيَّامٍ اُخَرَ‌ؕ وَعَلَى الَّذِيۡنَ يُطِيۡقُوۡنَهٗ فِدۡيَةٌ طَعَامُ مِسۡكِيۡنٍؕ فَمَنۡ تَطَوَّعَ خَيۡرًا فَهُوَ خَيۡرٌ لَّهٗ ؕ وَاَنۡ تَصُوۡمُوۡا خَيۡرٌ لَّـکُمۡ اِنۡ كُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ

Ayyaamam ma'duudaat; faman kaana minkum mariidan aw'alaa safarin fa'iddatum min ayyaamin ukhar; wa 'alal laziina yutiiquunahuu fidyatun ta'aamu miskiinin faman tatawwa'a khairan fahuwa khairulo lahuu wa an tasuumuu khairul lakum in kuntum ta'lamuun

Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Golongan yang Boleh Tidak Berpuasa

Dari ayat tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada ada beberapa golongan yang mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan, tetapi dibebankan kepada mereka untuk mengganti puasa yang mereka tinggalkan.

Berikut daftar golongan orang yang dimaksud:

1. Orang yang sakit dan orang yang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadan tetapi orang tersebut wajib mengganti (qadla) pada hari lain, termasuk perempuan yang sedang haid.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah r.a.:

“Diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa ia berkata: Kami kadang-kadang mengalami itu (haid), maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa dan tidak diperintahkan untuk mengganti shalat.” [HR. Muslim]

2. Orang yang merasa berat untuk berpuasa maka ia wajib mengganti dengan membayar fidyah, tidak perlu mengganti dengan puasa (qadha), seperti orang yang sudah tua dan sakit berat yang tidak ada harapan untuk sembuh.

Sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis:

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata: Telah diringankan bagi orang yang sudah tua untuk berbuka puasa (di bulan Ramadhan) dan memberi makan (fidyah) kepada orang miskin setiap hari (sesuai dengan hari yang ia tidak puasa) dan tidak wajib mengganti dengan puasa (qadla).” [HR. al-Hakim, hadis ini shahih menurut syarat al-Bukhari]

3. Perempuan yang hamil dan perempuan yang sedang dalam masa menyusui, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada seorang ibu yang hamil:

“Engkau termasuk orang yang berat berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah dan tidak usah mengganti puasa (qadla).” [HR. al-Bazar dan dishahihkan ad-Daruquthni]

Serta sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa ia berkata, Rasulullah saw telah bersabda:

"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah membebaskan puasa dan separuh shalat bagi orang yang bepergian serta membebaskan puasa dari perempuan yang hamil dan menyusui.” [HR. an-Nasa’i]

Hukum Berpuasa Bagi yang Belum Bayar Utang Puasa

Laman YouTube Muhammadiyah Channel menyebutkan, seperti tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 184, tidak dijelaskan batasan mengenai waktu mengqadha puasa, yang terpenting dilaksanakan di luar bulan Ramadan.

Sebaiknya membayar utang puasa janganlah ditunda-tunda, usahakan mengqadha puasa sebelum bulan Ramadhan tiba lagi.

Tetapi jika tidak bisa melakukannya karena ada hal yang membuat terhalang, maka tetap harus diganti setelah Ramadan berikutnya.

"Jangan sampai Anda termasuk golongan orang-orang yang lalai," terang Muhammadiyah Channel.

Apalagi jika mengganti utang puasa pada bulan Syawal, maka bisa mendapatkan pula pahala puasa Syawal 6 hari.

Puasa qadha setidaknya harus dikerjakan paling lambat saat bulan Sya’ban, sebelum datangnya Ramadan.

Jika menunda kewajiban ini dikarenakan uzur syar’i, seperti sakit, hamil, lupa, atau halangan lainnya. Maka hanya perlu melakukan qadha kembali tanpa harus membayar kaffarah (denda).

Berbeda kondisinya bila sengaja menunda atau melupakan puasa qadha hingga memasuki bulan Ramadan berikutnya, tanpa ada halangan yang berarti.

Dalam kasus ini, setidaknya orang tersebut harus membayar fidyah sebesar satu mud atau setara 543 gr bahan makanan pokok untuk satu hari hutang puasa Ramadhan.

Fidyah sendiri berarti mengganti atau menebus. Sementara menurut istilah, fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.

Ada dua pendapat yang menyebutkan tentang ini:

Pendapat pertama menyatakan, penundaan qadha sampai tiba bulan Ramadan berikutnya tidak wajib untuk membayar fidyah, baik karena alasan uzur ataupun tidak.

Pendapat kedua menyatakan, penundaan qadha sampai tiba bulan Ramadan berikutnya memiliki rincian hukum. Yakni jika penundaan tersebut karena uzur, maka tidak wajib fidyah.

Sedangkan jika penundaan tersebut dilakukan tanpa alasan uzur, maka diwajibkan untuk membayar fidyah.

Baca juga artikel terkait QADHA PUASA RAMADAN atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dhita Koesno