Menuju konten utama

Horor Pembunuhan di Dunia Pendidikan

Berdasarkan penelusuran Tirto, sejak Januari 2017 setidaknya ada tiga kasus penganiayaan yang terjadi di lingkungan pendidikan yang berujung kematian.

Horor Pembunuhan di Dunia Pendidikan
Kapolda Jawa Tengah, Irjen Polisi Condro Kirono. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho.

tirto.id - Lagi-lagi kasus kekerasan terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Kamis dini hari (18/5/2017), Taruna Akademi Polisi (Akpol) Semarang, Brigadir Dua Taruna Mohammad Adam meninggal dunia, diduga karena dianiaya 12 seniornya.

Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Djarod Padakova mengatakan berdasar hasil pemeriksaan luar, terdapat luka memar di bagian dada kanan, tengah, dan kiri jenazah Taruna Adam. Sementara luka pada paru-paru diduga kuat sebagai penyebab kematian karena menyebabkan korban gagal bernapas.

Berdasarkan hasil autopsi tim dokter Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, Taruna Adam diduga tewas karena kekurangan oksigen setelah paru-parunya terluka. Autopsi dilakukan pada Kamis kemarin setelah mendapat izin dari keluarganya.

Berdasar hasil penyelidikan sementara, menurut Djarod, polisi sudah mengantongi dua alat bukti. Salah satu dari dua alat bukti yang ditemukan tersebut adalah kopel sabuk yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Adapun lokasi kejadian penganiayaan Taruna Adam berada di Gudang Flat A atas Taruna Tingkat III. Sedangkan waktu penganiayaan diduga terjadi saat apel malam.

“Belum diketahui milik siapa, tetapi ditemukan di lokasi kejadian [lokasi penganiayaan Taruna Adam]," kata Djarod.

Penyidik sudah memeriksa 21 saksi dalam penyelidikan kasus tewasnya Brigadir Dua Taruna Mohammad Adam. Menurut Kapolda Jawa Tengah, Irjen Polisi Condro Kirono, 21 saksi tersebut terdiri dari para taruna tingkat II dan III di Akpol Semarang yang berada di lokasi saat kejadian.

“21 saksi tersebut diduga mengetahui dan di lokasi saat korban meninggal,” kata Condro di Semarang, pada Kamis kemarin.

Penganiayaan yang berujung pada kematian yang dialami Taruna Adam ini bukan kasus yang pertama. Berdasarkan penelusuran tim riset Tirto, sejak Januari 2017 setidaknya ada tiga kasus penganiayaan yang terjadi di lingkungan pendidikan yang berujung pembunuhan. Misalnya, pada Januari 2017, seorang taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara bernama Amirullah Adityas Putra atau Amir (18) juga tewas setelah dianiaya oleh empat seniornya.

Menurut keterangan pihak kepolisian, Amir tidak sadarkan diri seusai dada, perut dan ulu hatinya dipukul empat seniornya. Para senior itu sempat membawa korban Amir ke tim medis, tetapi mahasiswa STIP itu dinyatakan meninggal dunia.

Petugas medis dan beberapa saksi melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Cilincing Jakarta Utara. Selanjutnya, polisi membawa jasad Amir ke Rumah Sakit Polri Kramatjati Jakarta Timur guna menjalani otopsi.

Terkait penganiayaan tersebut, Kapolda Metro Jaya, M Iriawan mengaku telah memberikan teguran tertulis kepada STIP. Iriawan mengatakan Polda Metro Jaya menyampaikan teguran kepada STIP agar mengubah sistem pengawasan karena kerap terjadi penganiayaan. “Ini kejadian kesekian kalinya, maka kami tegur,” kata M Iriawan.

Kejadian serupa juga terjadi di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Kegiatan Pendidikan Dasar Unit Kegiatan Mahasiswa "The Great Camping" MAPALA UII pada 13-20 Januari lalu di Gunung Lawu, Jawa tengah telah menewaskan tiga orang korban. Menurut pihak UII, ketiga mahasiswa itu antara lain Muhammad Fadhli, Syaits Asyam, dan Ilham Nurpadmy Listiyadi.

Pembunuhan di lingkungan pendidikan juga terjadi di di SMA Taruna Nusantara Magelang, Jawa Tengah, pada 31 Maret 2017. Saat itu, Krisna Wahyu Nurachmad ditemukan meninggal di kamar graha siswa (barak) sekolah tersebut.

Jika ditarik lebih ke belakang, maka jumlahnya akan semakin banyak. Misalnya, pada Juni 2016, Septian Wahyu Sarjono,

seorang prajurit TNI Angkatan Udara yang juga siswa Sekolah Kejuruan Dasar Listrik dan Elektronika (Sejursalislek) Skadik 203 Lanud Sulaiman, Bandung, Jawa Barat dikabarkan meninggal dunia diduga karena dianiaya oleh pengasuhnya.

Pada akhir Januari 2013, Jonoly Untayanadi (25), mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sulawesi Utara juga tewas ketika mengikuti kegiatan orientasi. Selain itu, pada April 2014, Dimas Dikita Handoko (18), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran juga meninggal akibat pendarahan di otak karena benturan benda tumpul yang dilakukan seniornya.

Kasus-kasus penganiayaan yang berujung pada kematian tersebut menunjukkan bahwa praktik kekerasan masih menghiasi dunia pendidikan Indonesia. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan oleh berbagai pihak, mulai dari institusi pendidikan hingga pemerintah.

Baca juga artikel terkait PEMBUNUHAN atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti