Menuju konten utama

HoA Swastanisasi Air ala Pemprov DKI: Tak Menghentikan Privatisasi

Klausul perjanjian dalam HoA dinilai berpotensi menimbulkan masalah hukum, khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI.

HoA Swastanisasi Air ala Pemprov DKI: Tak Menghentikan Privatisasi
Instalasi pengolahan air Palyja di Jalan Penjernihan, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pemutusan swastanisasi air yang kembali digaungkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai bergerak dengan keluarnya perjanjian induk atau head of agreement (HoA) antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta. HoA tersebut pun dibuat melalui proses yang tertutup dengan pendekatan business to business.

Namun, selepas proses pembuatan HoA itu, Anies seolah lepas tangan atas perjanjian induk yang terbentuk, dan menaruh beban ke Direktur Utama PAM JAYA, Priyatno Bambang Hernowo.

Selepas penandatanganan HoA pada Jumat (11/4/2019), misalnya, Anies enggan menjabarkan secara detail. “Penjelasannya dari Dirut PAM [Jaya] saja ya,” kata Anies saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (15/4/2019).

Saat swastanisasi air kembali menjadi sorotan karena Pemprov DKI dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anies pun malah menyebut kalau pertemuan Pemprov DKI dengan KPK justru untuk membahas masalah Palyja yang enggan untuk melangsungkan kesepakatan dengan PAM Jaya.

Pemprov DKI pun melangsungkan pertemuan dengan KPK pada Jumat (10/5/2019). Selepas pertemuan itu, KPK menyoroti sejumlah hal yang berkaitan dengan swastanisasi air, mulai dari potensi kerugian negara, hingga sejumlah poin yang berkaitan dengan HoA antara PAM Jaya dan Aerta.

“Klausul perjanjian dalam HoA yang berpotensi menimbulkan masalah hukum, khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI Jakarta. Klausul ini menunjukkan bahwa penghentian privatisasi penyediaan air bersih belum dilakukan sepenuhnya oleh Pemprov DKI,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Rabu (15/5/2019).

Febri menjabarkan bahwa KPK justru menilai perjanjian yang sudah ada atau HoA, justru masih terdapat, “klausul kontrak yang tidak mencerminkan kepentingan pemerintah.”

Dengan begitu, KPK meminta setiap klausul perjanjian sepatutnya dibuat dengan tidak melanggar peraturan, serta harus memberi keuntungan secara maksimal dari aspek keuangan dan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat DKI.

Pernyataan serupa disampaikan Tommy Albert, Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMSSAJ). Tommy menilai HoA yang terbentuk tidak menghentikan praktik swastanisasi air yang telah berlangsung sejak 1997.

“HoA yang ada sekarang ini, karena ia tidak memutus, dan malah melanjutkan swastanisasi air, maka seharusnya diputus atau diubah menjadi HoA yang menuju ke pemutusan swastanisasi,” kata Tommy saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (21/5/2019).

Lebih lanjut, Tommy meminta agar HoA yang ada dicabut karena tidak mendukung pemutusan swastanisasi air. Ia pun menilai seharusnya Anies mampu mempertegas langkah pemutusan swastanisasi air.

“[Anies perlu] langsung mengambil keputusan untuk pemutusan swastanisasi air. Ada beberapa langkah-langkah, beberapa sudah dikemukakan, tapi ada satu yang belum, yakni membawa perjanjian PKS [perjanjian kerjasama antara swasta dan PAM Jaya yang dibuat pada 1997] ke pengadilan, jadi melalui jalur hukum,” ujar Tommy.

Tanggapan PAM Jaya

Dirut PAM Jaya Priyatno Bambang, yang juga sempat menjabat sebagai Corporate Secretary di Aetra, sejak awal terbentuknya HoA, memang tidak pernah menjelaskan apa yang dituangkan dalam HoA tersebut.

Ia juga tidak menjelaskan soal arah perjanjian itu ke mana, apakah pemutusan kontrak antara PAM Jaya ke Aetra, restrukturisasi, atau pembelian saham. Bambang seringkali malah mengalihkan percakapan ke proses due diligence yang perlu dibuat terlebih dahulu.

Bambang juga tak menjawab saat ditanyakan terkait pernyataan KPK, maupun Tommy, terkait pemberian eksklusivitas ke Aetra dalam swastanisasi air di Jakarta melalui HoA. Ia hanya menyampaikan jika institusinya mau memberikan penjelasan terkait hal tersebut ke KPK.

“Kami akan bertemu dengan KPK ya. Jadi nanti hal-hal yang terkait dengan ini akan kami jelaskan,” kata Bambang saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (21/5/2019).

Bambang pun tak memberikan tanggapan saat ditanyakan terkait dengan pemberian ruang untuk melanjutkan swastanisasi air selepas 2023, sebagaimana yang terdapat dikontrak PKS, melalui HoA.

“Itu termasuk yang nanti akan kami sampaikan secara tuntas, bagaimana langkah-langkah untuk pengambilalihan kepada KPK gitu,” jawab Bambang.

Selain itu, Bambang menyampaikan sejauh ini belum ada pilihan untuk mencabut atau merombak HoA yang sudah ada. Kelanjutan dari swastanisasi air pun akan kembali Bambang sampaikan ke KPK dalam pertemuan selanjutnya.

Baca juga artikel terkait SWASTANISASI AIR atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Abdul Aziz