Menuju konten utama
Aksi #ReformasiDikorupsi

Hindari Kerusuhan, Demonstran Minta Polisi Disiplin Pada Protap

Ribuan massa buruh dan mahasiswa menggelar aksi lagi di Jakarta dan sejumlah kota lainnya pada Senin (28/10/2019). Tak ingin kerusuhan kembali terjadi, massa berharap polisi patuh pada prosedur penanganan massa aksi.

Hindari Kerusuhan, Demonstran Minta Polisi Disiplin Pada Protap
Ilustrasi demo. foto/istockphoto

tirto.id - Ribuan massa buruh dan mahasiswa menggelar aksi lagi di Jakarta dan sejumlah kota lainnya pada Senin (28/10/2019). Tak ingin kerusuhan kembali terjadi, massa berharap polisi patuh pada prosedur penanganan massa aksi.

"Kericuhan terjadi kalau tidak ada disiplin. Kami berusaha disiplin dengan massa aksi kami, dan kami maunya aparat juga disiplin dengan protap-nya [Prosedur Tetap] sendiri," kata anggota Border Rakyat Natado Putrawan kepada wartawan, Senin (28/10/2019).

Berkaca pada aksi September lalu, kata Natado, polisi sudah mulai membubarkan massa dengan menembakan gas air mata sejak pukul 16.00 WIB padahal batas waktu unjuk rasa adalah 18.00 WIB.

Tak sekadar membubarkan massa, polisi pun mengejar dan memburu massa aksi dari Gedung MPR/DPR RI sampai ke kampus Atma Jaya.

"Ketika aparat sudah tembak gas air mata ini kan massa aksi kan, ada yang terprovokasi ada yang langsung panik lari sana lari sini. Itu pasti chaos," kata Natado.

Dari sisi massa aksi sendiri, kata Natado, mereka telah menyiapkan tim untuk mendisiplinkan massa aksi. Dia pun mengaku aksi hari ini paling lambat berakhir pada pukul 18.00 WIB.

Demonstrasi kali ini merupakan tindak lanjut akibat tidak dipenuhinya 7 tuntutan Aksi Reformasi Dikorupsi pada September lalu. Rencananya massa akan long march dari Bundaran Hotel Indonesia sampai ke Istana Merdeka.

Dalam aksi tersebut, massa membawa 7 tuntutan Reformasi Dikorupsi. Namun ada 4 tambahan tuntutan dari Borak. Pertama, menolak "Kantor Polisi Kuningan" alias menolak Irjen Pol Firli Bahuri sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.

Alasannya, kata Natado, KPK dibentuk lantaran kepolisian dan aparat penegak hukum lain gagal dalam memberantas korupsi.

"Namun hari ini ketika polisi yang akan memimpin KPK maka kami menolak keberadaan kantor polisi kuningan," kata Natado.

Borak juga menolak Kabinet Indonesia Maju yang baru dilantik Presiden Joko Widodo beberapa tahun lalu sebab sejumlah menteri memiliki catatan terkait kejahatan hak asasi manusia. Misalnya saja Prabowo Subianto dan mantan Kapolri Tito Karnavian.

"Tito Karnavian karena dia bertanggungjawab atas 5 teman kami yang martir dalam aksi represif September kemarin," kata Natado.

Tuntutan ketiga adalah kecaman ruang ekspresi masyarakat yang kian menyempit. Hal itu, kata Natado, bisa dilihat tindakan pihak perguruan tinggi yang mencegah mahasiswa berunjuk rasa.

Terakhir mereka menuntut dibentuknya Tim Pencari Fakta atas tewasnya 5 orang dalam aksi September lalu.

Baca juga artikel terkait AKSI MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Ringkang Gumiwang