Menuju konten utama
Kronik Ramadan

Hidup Abu al-Wafa' di Antara Astronomi dan Trigonometri

Abu al-Wafa' pernah memimpin observatorium Baghdad pada abad ke-10 dan menulis buku-buku matematika dan astronomi yang menjadi acuan para ilmuwan Eropa.

Hidup Abu al-Wafa' di Antara Astronomi dan Trigonometri
Ilustrasi Abu al-Wafa' tirto/Sabit

tirto.id - Abu al-Wafa’ lahir di kota kecil bernama Buzhgan (sekarang Torbat-e Jam), Khurasan pada 1 Ramadan 328 H, bertepatan dengan 10 Juni 940 M. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Yahya bin Ismail bin al-‘Abbas Abu al-Wafa’ al-Buzjani.

Khurasan merupakan sebuah wilayah yang banyak melahirkan dan membesarkan sarjana Muslim masyhur. Provinsi yang terletak di negeri Persia itu (kini Iran) memberikan kontribusi besar bagi kejayaan peradaban Islam klasik melalui tokoh-tokoh ilmuwan, filsuf, dan sufi seperti ‘Umar Khayyam, al-Ghazali, Jabir bin Hayyan, Nashir al-Din al-Thusi, termasuk Abu al-Wafa’.

Sejak masih kecil, kecerdasan Abu al-Wafa’ sudah tampak dan hal ihwal itu ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Dia belajar matematika dari pamannya, Abu Umar al-Maghazli, dan Abu Abdullah Muhammad Ibn Ataba. Sedangkan ilmu geometri dikenalnya dari Abu Yahya al-Marudi dan Abu al-Ala’ Ibn Karnib.

Masa sekolah dihabiskan di kota kelahirannya itu. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pada 959 M, Abu al-Wafa’ yang kala itu berusia 19 pindah ke Baghdad. Ia meneruskan pendidikan di sana dan menetap selama empat puluh tahun. Saat itu, Baghdad memang terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan. Pelbagai literatur ilmu pengetahuan mudah didapatkan di kota itu.

Pihak kerajaan memilih Abu al-Wafa’ untuk memimpin observatorium astronomi yang telah dibangun di taman kota Baghdad. Hasil perhitungannya sangat akurat dan analisisnya diakui para ilmuwan sesudahnya, terutama analisis mengenai penentuan waktu terbit matahari, perkiraan panjang musim, dan derajat kemiringan bumi dari garis ekliptikanya.

Ilmuwan Produktif

Karya-karya Abu al-Wafa’ di bidang astronomi dan matematika memang melimpah, tetapi sayangnya banyak yang hilang. Komentar-komentar kritis darinya terhadap karya-karya matematika dan astronomi Yunani juga banyak yang tidak berbekas lagi.

Betapapun, karya Abu al-Wafa’ berjudul al-Kamil telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa, salah satu di antaranya oleh Carra de Vaux dalam bahasa Perancis pada 1892. Buku itu mirip dengan kitab klasik terkenal Almagest, yaitu sebuah buku besar yang disusun Claudius Ptolemeus yang diterbitkan di Alexandria pada 140 SM. Buku teks daras itu berisi pengetahuan astronomi kuno dan menguraikannya berdasarkan pandangan geosentrisme.

Menurut Seyyed Hossein Nasr (1968), meskipun al-Kamil merupakan versi Almagest yang disederhanakan, Abu al-Wafa' juga membahas bagian kedua eveksi Bulan sedemikian rupa sehingga sarjana Perancis L.A. Sedillot pada abad ke-19 menganggapnya sebagai penemuan ilmuwan Baghdad itu. Dalam buku itu, Abu al-Wafa’ berhasil memperbaiki kekeliruan dan teori Ptolemeus mengenai gerak Bulan.

Infografik Kronik Dewa Matematika Abu al - Wafa

Sebagaimana umumnya sarjana muslim klasik, selain menguasai astronomi, Abu al-Wafa’ juga mahir dalam matematika. Menurut Husain Heriyanto (2011), jasa terpenting Abu al-Wafa’ terletak pada bidang trigonometri. Salah satu kontribusinya dalam trigonometri adalah mengembangkan fungsi tangen dan menemukan metode untuk menghitung tabel trigonometri. Ia juga dianggap sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan sinus dan kosinus.

Trigonometri merupakan istilah dari bahasa Yunani, yakni trigonon (tiga sudut) dan metro (mengukur). Trigonometri memiliki peran sangat vital dalam matematika modern. Saat arsitek menegakkan bangunan-bangunan tinggi yang kokoh dan megah, mereka memerlukan ilmu trigonometri. Mereka tidak akan bisa membangunnya dengan baik jika tidak menguasai ilmu trigonometri dengan baik pula.

Abu al-Wafa’ juga mengembangkan rumus geometri yang merupakan induk dari trigonometri. Salah satunya adalah pemecahan soal geometri dengan kompas.

Menurut Jay Bonner (2017), secara umum, karya-karya Abu al-Wafa’ dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, sesuai bidang ilmu yang dikuasainya, yaitu:

Pertama adalah karya-karya yang merupakan penjelasan atas karya ilmuwan lain. Misalnya, dia menjelaskan teori aljabar dari tiga ilmuwan yang memiliki latar belakang dan kebangsaan yang berbeda. Ada tiga buku yang ditulisnya untuk menjelaskan teori aljabar versi Deofantos, Abarchos, dan Al-Khawarizmi. Sayang, semua buku ini hilang, sehingga kita tidak bisa mendapatkan pemikiran utuh yang disampaikan Abu al-Wafa’.

Kedua ialah semacam buku panduan atau acuan bagi orang yang bekerja berdasarkan teori geometri, seperti arsitek. Di antaranya adalah buku berjudul al-Handsa (Geometri Terapan), Al-Kitab al-Kamil (Buku Lengkap), dan Ilm al-Hisab (Buku Praktis Aritmatika). Dalam buku-buku tersebut dijelaskan secara lengkap tentang cara baru menghitung segi empat dan persamaan tingkat empat, segitiga, lingkaran, dan bermacam bangun lainnya. Buku ini ditulis menjelang akhir hidupnya dengan dibantu para ilmuwan lain yang mampu menggambar tanpa bukti matematis.

Ketiga ialah buku-buku yang tergolong dalam bidang astronomi antara lain al-Majesty dan al-Zayj. Buku-buku tersebut menjadi semacam ensiklopedia yang menjadi acuan para ilmuwan untuk mempelajari pergerakan bintang dan benda langit lainnya.

Abu al-Wafa’ meninggal dunia di Baghdad pada 15 Juli 998 M. Ia dihormati hampir semua orang di seluruh wilayah kekhalifahan, terutama mereka yang mencintai matematika dan ilmu pengetahuan.

Baca juga artikel terkait KRONIK RAMADAN atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal

tirto.id - Teknologi
Penulis: Muhammad Iqbal
Editor: Ivan Aulia Ahsan