Menuju konten utama

Hegestratos dan Cara-cara Terbaik Mencegah Penipuan

Kasus penipuan akan terus berulang, mengingat penipu adalah salah satu "profesi" paling tua dalam sejarah dan tak akan pernah punah.

Ilustrasi keamanan digital, FOTO/iStockphoto

tirto.id - Seperti apa namamu ingin dikenang?

Hegestratos, seorang saudagar Yunani yang hidup pada 300 Sebelum Masehi, mungkin tak pernah menyangka namanya akan abadi sebagai penipu, bahkan ribuan tahun setelah ia meninggal dunia.

Namanya, juga modusnya, disebut-sebut sebagai penipu dan tindak penipuan pertama yang tercatat dalam sejarah umat manusia. Kala itu, Hegestratos, sama seperti banyak saudagar lain, mengasuransikan kapal dan barang muatannya. Pola kerja asuransi dagang saat itu adalah sebagai berikut: kamu mengasuransikan kapalmu, lalu pihak asuransi akan memberimu uang seharga total barang muatan. Ketika kapal sampai di tujuan dengan aman, baru kamu membayar kembali uang pinjaman beserta bunganya.

Akal bulus Hegestratos bekerja. Di tengah laut, Hegestratos berencana mengambil muatannya yang berupa jagung, lalu menenggelamkan kapalnya. Dalam semesta rancangannya itu, jagungnya tetap bisa ia jual, dan ia dapat uang asuransi kapalnya. Usahanya gagal, ketahuan penjaga keamanan, dan karena panik ia melompat ke laut, lalu mati tenggelam.

Meski begitu, namanya abadi. Sayangnya, sebagai penipu.

Bertolak dari cerita itu, tak salah kalau kita bilang bahwa penipu adalah salah satu “pekerjaan” paling tua dalam sejarah umat manusia. Dari zaman Sebelum Masehi, hingga abad 21, penipu selalu menemukan jalan untuk melancarkan aksinya. Sejak zaman tulisan ditatah di pelepah daun dan kulit, hingga aksara muncul di gawai, penipuan akan selalu ada dan bersulih wajah menyesuaikan zaman.

Infografik Advertorial Jenius 7

Infografik Advertorial Zaman Berganti Penipuan Abadi. tirto.id/Mojo

Di era internet, salah satu modus yang sering dipakai untuk penipu adalah identity fraud, alias penipuan yang memakai data diri orang lain. Ini modus yang juga banyak dipakai di Indonesia.

Dari penelitian Identity Fraud Study (2018) yang dirilis oleh Javelin Strategy & Research, di Amerika Serikat saja ada 14,4 juta orang yang jadi korban fraud identity. Kerugian yang disebabkan penipuan ini mencapai 1,7 miliar dolar.

Selain itu, penipuan belanja online juga amat sering ditemukan. Menurut laporan Liyana Hasnan di The Asean Post, total penipuan yang berkedok belanja online mencapai 57,8 miliar dolar pada 2017, dan di kawasan Asia Tenggara saja jumlahnya mencapai 260 juta dolar.

Di Indonesia, berdasarkan laporan statistik Patroli Siber, dari 4.586 aduan kejahatan siber yang dilaporkan masyarakat sepanjang 2019, 1.617 di antaranya adalah penipuan online. Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Reinhard Hutagaol menyebut bentuk penipuan online yang paling dominan adalah pelaku menjual barang tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. "Tipu-tipu ya. Keadaan palsu hampir semuanya."

Dirangkum dari berbagai sumber, modus penipuan online lainnya, menyebut beberapa contoh, yakni: barang yang dijual kelewat murah dibandingkan dengan harga pasar; foto produk buram; akun anonim; hingga pelaku menolak penggunaan rekening bersama.

Rekening bersama, atau rekening pihak ketiga, belakangan memang menjadi jaminan keamanan untuk transaksi online. Namun, itu toh tak menghentikan penipu melancarkan aksinya. Kini banyak pula penipu yang memakai modus mengisi saldo ke akun dompet digital, atau berkedok menjual poin loyalitas dari sebuah merek, misalnya Jenius.

Jenius, salah satu aplikasi keuangan populer yang paling banyak dipakai anak muda Indonesia, memang sering dicatut para penipu untuk melancarkan aksinya. Sebagai produk perbankan, modus yang dikenakan atas brand ini pun beragam: mulai dari penawaran pinjaman mengatasnamakan Jenius, mengaku sebagai karyawan Jenius, hingga tawaran untuk mengisi saldo. Biasanya iming-iming itu disertai syarat seperti data pribadi pengguna, atau transfer uang muka ke perantara.

Untuk menjaga keamanan penggunanya, Jenius mengimbau agar waspada dan mengingat beberapa hal esensial untuk mencegah penipuan, misalnya: jangan pernah memberikan data diri pribadi seperti nama ibu kandung, kode OTP, password dan pin, juga CVV di kartu kredit kepada orang lain, dengan alasan apa pun.

Ingat juga beberapa peringatan penting. Pertama, saat ini Jenius bebas biaya administrasi bulanan dan biaya pembukaan rekening. Jadi, saat ada orang menghubungi dengan dalih meminta biaya administrasi, jelas, hal itu adalah penipuan. Hal demikian juga berlaku saat orang menawari isi saldo. Terkait segala informasi biaya di Jenius bisa diakses di halaman ini.

Kedua, Jenius hanya memberikan pinjaman melalui fitur Flexi Cash. Untuk saat ini, layanan Flexi Cash hanya diberikan kepada pengguna terpilih. Sama sekali tak ada perantara. Jadi jangan pernah percaya jika ada orang yang menawarkan pinjaman dari Jenius.

Ketiga, informasi resmi Jenius dapat diakses dari kanal resmi mereka, Jenius.com, serta media sosial di Twitter (@jeniusconnect dan @jeniushelp), Facebook Jenius Connect, Instagram @jeniusconnect, dan YouTube Jenius Connect. Jangan percaya semua akun yang mengatasnamakan Jenius selain akun-akun resmi itu.

Kalau kamu sempat silap dan kadung menjadi korban penipuan, ada 2 langkah mudah yang bisa kamu lakukan.

Hubungi Jenius melalui surel resmi mereka: jenius-help@btpn.com, lalu lampirkan dokumen pendukung, yaitu data diri pelapor berupa foto KTP dan kontak yang bisa dihubungi. Kemudian lampirkan juga data pelaku penipuan yang berupa nama lengkap dan nomor rekening. Sertakan pula bukti percakapan dengan pelaku penipuan, dan bukti transfer ke rekening penipu. Jika terbukti ada penipuan, Jenius akan melakukan tindakan tegas. Untuk info lebih lanjut, hubungi Jenius Help 1500 365.

Seperti yang banyak dikutip para penulis: L’histoire se repete, sejarah akan selalu berulang. Begitu pula kasus penipuan: ia akan terus berulang mengingat penipu adalah salah satu profesi yang tak pernah punah. Meski pihak-pihak keamanan dan keuangan menjamin keamanan kita, cara paling baik tentu adalah pencegahan, dan itu bisa dimulai dari diri sendiri. Langkah demikian, setidaknya, bisa dimulai dengan membangun kesadaran bahwa menjadi korban penipuan berarti kecil kemungkinan mendapatkan uang kembali.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis