Menuju konten utama

Haute Couture atau Adibusana yang Tak Dipahami Orang Awam

Dalam kurun waktu yang lama, seni busana sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Di puncak kasta seni busana itu berdiri haute couture atau adibusana yang tak tersentuh dan sulit pula dipahami oleh masyarakat awam.

Haute Couture atau Adibusana yang Tak Dipahami Orang Awam
Seorang model memperagakan kreasi desainer Italia Giorgio Armani Haute Couture Musim Semi/Panas 2017 untuk Giorgio Armani Prive di Paris, Prancis, Selasa (24/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes.

tirto.id - Perancis baru saja menyelesaikan salah satu minggu pagelaran busana paling bergengsinya, Paris Haute Couture Week untuk Musim Semi 2017. Dalam waktu yang cukup singkat, busana-busana dengan harga luar biasa mahal dan memiliki tingkat keruwetan tinggi dalam pembuatannya bersliweran di atas catwalk, memamerkan keunikan dan ideologi yang dibawa oleh para desainernya.

Vogue mencatat sejumlah hal menarik dari sejumlah pagelaran yang berlangsung dari tanggal 22 Januari tersebut. Mulai dari gaun pengantin yang ukurannya semakin megah, Lily-Rose Depp yang menjadi peragawan karya Karl Lagerfeld dia atas couture runway Channel, tema-tema busana yang tampak mistis, hingga naked dress yang masih menjadi favorit bagi para penggemar couture.

Jika orang awam melihat busana couture, mereka mungkin akan mengernyitkan dahi. Seperti couture yang dikenakan oleh ikon model berusia 85 tahun Carmen Dell’Orefice ketika menutup pagelaran haute couture dari Guo Pei dalam salah satu gelaran Couture Week lalu. Ia mengenakan busana merah darah berbalut kristal dengan renda yang jatuh ke bawah dan menjulang ke atas layaknya ekor burung merak.

Carmen berjalan bak ratu diapit oleh dua pria yang memegang tangannya. Sebuah cara yang elegan untuk menutup pagelaran tersebut.

Bagi yang masih asing, haute couture merupakan istilah dari busana yang dibuat secara eksklusif dan dipersonalisasi sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya. Jika diterjemahkan secara harafiah, frasa Perancis itu berarti high sewing atau seni tingkat tinggi pembuatan busana. Di Indonesia, istilah ini dikenal dengan adibusana.

Frasa ini secara legal dilindungi oleh hukum dan hanya rumah-rumah mode terpilih oleh Kementerian Perindustrian Perancis-lah yang diperbolehkan memproduksi lini bisnis ini. Untuk mendapatkan label ini, ada sejumlah aturan main, di antaranya sebuah label harus mampu menjaga ruang kerjanya dengan nuansa Paris dan minimum 20 orang karyawan sekaligus memproduksi setidaknya 25 baju setiap musimnya.

Harganya jangan ditanya. Anda dapat membeli beberapa mobil untuk harga sebuah busana couture. Rentang harganya dapat berkisar paling tidak $10,000 (Rp134 juta) hingga $100,000 per busana, bahkan mungkin lebih. Wajar, sebab busana ini selain dibuat dengan teknik yang cukup sulit, juga menggunakan bahan-bahan terbaik yang tersedia.

Satu hal yang mutlak: haute couture merupakan sebuah karya seni yang dibuat dengan tangan. Waktu yang dibutuhkan pun cukup lama. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Huffington Post, waktu pembuatannya dapat berkisar antara 100 hingga 700 jam.

Jika melihat harga yang ditawarkan, tentunya ceruk pasar yang ditargetkan tidak besar. Pembelinya pun tidak dapat sembarang memesan. Tidak sedikit pula rumah busana harus memberikan penjelasan bagi calon pembelinya, sebab setiap rumah busana memiliki peraturan dan etikanya sendiri-sendiri.

"Saya tidak ingin mengatakan [hal tersebut sebagai] 'pelatihan' bagi klien," kata Sidney Toledano, Chief Executive Christian Dior, seperti dikutip dari The Wall Street Journal. "Ini percakapan. Kami menjelaskan bagaimana hal itu penting untuk memiliki kain yang ini daripada yang lain."

Sementara itu, salah satu pembeli Christine Chiu, misalnya, mengatakan bahwa ia membutuhkan waktu yang cukup lama hingga lima tahun untuk mengenal rumah busana haute couture dan mengenal aturan-aturan main dari setiap rumah busana itu.

Infografik Haute Couture

Namun jangan salah, meski harganya selangit, haute couture sesungguhnya tidak dapat menjamin keuangan rumah busana pembuatnya. "Haute couture tidak mendatangkan uang bagi perusahaan, tetapi membantu menunjukkan tingkat tertinggi dari keterampilan dan kreativitas," kata Valerie Steele, Direktur Museum di Fashion Institute of Technology di New York, Amerika Serikat, seperti dikutip BBC.

Pernyataan Steele bukan omong kosong. Tutupnya rumah busana haute couture Lacroix pada tahun 2009 akibat resesi setelah 22 tahun menjadi anak kesayangan dunia couture adalah bukti nyatanya.

Steele mengatakan, couture juga tidak dapat menjadi sebuah produk investasi, mengingat busana ini dibuat sesuai dengan ukuran sang pemakai sehingga pasar untuk menjualnya kembali juga sangat kecil. Couture lebih merupakan pernyataan fashion dan sebuah simbol status bagi pembeli dan rumah busana yang membuatnya.

Lantas jika haute couture tidak tersentuh, apakah terdapat pilihan bagi masyarakat luas untuk menjangkau karya seni busana dengan harga yang lebih masuk akal? Tentu saja ya, sebab tidak ada yang tidak mungkin dalam dunia fashion, dan jawaban itu adalah demi-couture yang dibuat dengan bahan-bahan dan proses serupa dengan haute couture namun tanpa pengukuran yang spesifik dan personal.

Harga demi-couture dapat terpaut jauh dengan haute couture. Neiman Marcus di AS, Colette di Paris dan Harrods di London, misalnya, menjual demi-couture yang dibuat untuk menyesuaikan ukuran standar dengan harga "hanya" 10 persen hingga 20 persen dari harga haute couture.

Bagaimanapun, seni selalu menemukan caranya untuk terjangkau khalayak ramai, begitu pula seni busana.

Baca juga artikel terkait FASHION atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Maulida Sri Handayani