Menuju konten utama

Hasyim Muzadi: Duterte Perlu Dicontoh

Hasyim berpendapat, ketegasan Pemerintah Filipina dalam menumpas narkoba perlu dicontoh di Indonesia.

Hasyim Muzadi: Duterte Perlu Dicontoh
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi (tengah). Antara foto/M Agung Rajasa..

tirto.id - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi mengapresiasi ketegasan Presiden Filipina dalam melakukan pemberantasan narkoba.

Terlebih, ketegasan Filipina untuk tidak menuruti gerakan negara-negara lain yang sering berdalih dengan isu hak asasi manusia (HAM).

"Ketegasan presiden baru Filipina, Rodrigo Duterte yang memimpin pemberantasan narkoba, menghukum mati ratusan bandar dan pengedarnya serta membersihkan aparat yang terlibat bisnis narkoba perlu menjadi contoh bagi Indonesia," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis 910/8/2016).

Filipina sempati dikuasai oleh bandar dan pengedar narkoba yang menyebabkan negara itu menjadi lemah karena kerusakan moralitas, ekonomi, dan politik.

Anggota Wantimpres yang juga Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok Jawa Barat itu lebih lanjut mengharapkan pemberantasan narkoba di Indonesia dapat menjadi gerakan nasional.

"Memberikan informasi kepada masyarakat terkait bahaya narkoba sangatlah perlu, dan itu baru dapat terjadi jika ada trust antara masyarakat dan penyelenggara negara. Kita wajib membuat masyarakat mendapatkan informasi yang benar terhadap segala sesuatu yang membahayakan negara," katanya.

Menurut KH Hasyim, eksekusi hukuman mati terhadap bandar-bandar narkoba termasuk Freddy Budiman baru-baru ini ternyata masih menyisakan polemik tentang hukuman mati dan pemberantasan narkoba di Indonesia.

Polemik itu berawal dari tulisan Haris Azhar (Pimpinan Kontras) yang memberitakan bahwa Freddy telah menyuap beberapa petugas negara dengan nominal yang sangat besar. Berita itu mengalami kesulitan dalam pembuktian legal formal karena sumber beritanya telah meninggal dunia.

Terkait isu HAM itu sendiri, Hasyim juga menjelaskan keikutsertaannya dalam Sidang Komisi HAM PBB di Jenewa. Sehari berikutnya ia berdialog dengan Amnesty International, pegiat HAM internasional, pegiat interfaith internasional dan beberapa LSM Eropa terkemuka yang berpengaruh terhadap keputusan Komisi HAM PBB.

Dalam pertemuan itu mereka melakukan desakan agar Indonesia menghilangkan hukuman mati dan melakukan moratorium hukuman mati bagi terhukum narkoba berdasarkan HAM serta dianggap tidak efektifnya hukuman mati dalam mengurangi peredaran narkoba.

"Dengan demikian tuntutan yang dilakukan pegiat HAM dan advokasi di Indonesia saat ini sebenarnya bukanlah hal yang baru kalau dikaitkan dengan gerakan internasional tersebut," kata tokoh Nahdlatul Ulama (NU) itu.

Ia juga menegaskan, sesungguhnya rakyat sudah tahu gerakan narkoba telah menyeret berbagai aparat negara di Indonesia. Tapi tentu merupakan kesalahan oknum dan bukan sikap institusi aparat negara tersebut, karena terseretnya oknum aparat itu telah dimuat di media secara jelas.

"Masalahnya sekarang, sehubungan dengan pemberantasan narkoba, kita harus menetapkan posisi dimana dan mau kemana. Benar ungkapan bahwa di kalangan aparat sendiri harus ada introspeksi dan pembersihan ke dalam terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba di Indonesia," tuturnya.

Namun menurut Hasyim, sisi yang berbahaya adalah bahwa serangan terhadap aparat itu bukan diniati untuk memperkuat pemberantasan narkoba, melainkan sekedar melemahkan moralitas aparat dalam pemberantasan narkoba serta dapat mengakibatkan menurunnya kewaspadaan masyarakat dalam pemberantasan narkoba.

Baca juga artikel terkait KH HASYIM MUZADI

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Rima Suliastini