Menuju konten utama

Hasta Siempre, Comandante!

Fidel Castro adalah sosok kharismatik yang sangat penting dalam perjuangan Kuba. Ia adalah sosok cerdas, penuh perhitungan, sekaligus kontroversial. Berkali-kali ia menjadi sasaran pembunuhan. Castro akhirnya mundur karena masalah kesehatan, dan meninggal di usia ke-90.

Hasta Siempre, Comandante!
Presiden Kuba Fidel Castro menyimak pembicara selama parade May Day di Lapangan Revolusi Havana dalam arsip foto tanggal 1 Mei 2005. ANTARA FOTO?REUTERS/Claudia Daut/File Photo/cfo/16

tirto.id - Fidel Castro meninggal. Yang berduka bukan hanya Kuba, namun seluruh gerakan kiri di dunia, para aktivis dan simpatisan sosialisme, dari beragam spektrum ideologi kiri.

Kematian Castro diumumkan langsung Raul Castro, adik Castro yang juga menjadi Presiden Kuba. Dengan ekspresi yang kelabu dan suram, Raul mengumumkan kematian abangnya melalui televisi pemerintah. Raul mengungkapkan, Castro meninggal pada Jumat malam (25/11/2016) sekitar pukul 22.29 waktu setempat. Jenazahnya akan dikremasi keesokan harinya.

Fidel Castro mulai menancapkan pengaruhnya saat berhasil menumbangkan Jenderal Fulgencio Batista yang saat itu memerintah Kuba. Batista memang dikenal sebagai boneka AS, sebuah fakta yang sangat mengganggu Fidel sampai ke urat giginya. Dua kali Castro dan pasukan revolusionernya berusaha menumbangkan Batista. Yang pertama gagal, yang kedua berhasil.

Jauh sebelum itu terjadi, Fidel Castro hanyalah anak seorang petani biasa. Oleh orang tuanya, ia disekolahkan di sekolah Katolik di Santiago. Berdarah Spanyol, Castro muda rupanya tak terlalu suka belajar dan lebih tertarik mengasah kemampuan otaknya untuk menganalisis dan keterampilan retorika sebagai aktivis politik.

Di pertengahan 1940an, saat sedang menjadi mahasiswa hukum di Universitas Havana, Castro sudah dikenal sebagai aktivis yang menonjol. Sampai-sampai ia menjadi target aparat rezim pemerintahan Ramon Grau yang terkenal korup.

Pada 1948, ia menikahi Mirta Diaz-Balart, putri politisi kaya raya di Kuba. Alih-alih menjerumuskan dirinya menjadi salah satu elit partai, Fidel malah mendalami Marxisme. Ia pun memulai sesuatu yang dari sanalah ia tak akan pernah balik badan: menjadi seorang komunis.

Kendati sudah menjadi seorang komunis, dan ia percaya bahwa masalah ekonomi Kuba disebabkan wabah sampar kapitalisme, namun Castro tak langsung terjun ke kancah pergerakan revolusioner. Setelah lulus, kendati masih bergiat dalam gerakan-gerakan politik, Castro sempat mencoba berkarier menjadi praktisi hukum. Alih-alih sukses, Fidel malah terlilit utang.

Pada 1952, kudeta militer yang dipimpin Fulgencio Batista berhasil melengserkan Presiden Carlos Prio. Perubahan ternyata tak terjadi di tangan Batista. Korupsi merajalela. Kekayaan negara dihisap untuk memperkaya segelintir elit. Oleh Batista, Kuba diubah menjadi surga bagi playboy-playboy kaya, dan sebagian besar dijalankan oleh sindikat kejahatan terorganisir.

Pada 1953, ia merencanakan penyerangan terhadap barak militer Moncada, tak jauh dari Santiago, dengan tujuan menjarah senjata sebagai modal pergerakan gerilya. Sayang, serangan itu gagal. Banyak angkatan muda revolusioner yang terlibat dihukum mati. Castro salah satu yang ditangkap, ia dipenjara pada September 1953.

Tapi Castro adalah pejuang yang cerdas dan penuh perhitungan. Persidangan yang mengadilinya justru dijadikan senjata untuk mengungkap kekejian-kekejian junta militer, dan segala kebobrokan pengelolaan pemerintahan yang korup di tangan Batista. Pembelaan diri Castro di depan persidangan inilah yang memopulerkan namanya. Publik mulai memperhatikan Fidel. Wartawan asing yang juga hadir dalam persidangan banyak yang memberitakan pesona Castro saat membela diri.

Ia memang didakwa hukuman 15 tahun penjara. Namun, 19 bulan kemudian ia sudah bebas karena mendapat amnesti pada Mei 1955. Tapi bukan berarti hidupnya tenang. Selama di penjara, ia bercerai dengan sang istri, sementara Batista terus memburu para penentangnya.

Castro sempat terbang ke Meksiko menghindari kemungkinan ditahan kembali. Di sanalah ia berjumpa untuk pertama kali dengan Ernesto “Che” Guvara. Keduanya kelak menjadi saudara seperjuangan.

Castro tak lama-lama di Meksiko. Pada November 1956 ia kembali ke Kuba dengan 81 rombongan bersenjata. Di gunung Sierra Maestra ia membangun basis perjuangan melawan rezim Batista di Havana. Dari daerah pegunungan itulah ia mengobarkan perang gerilya selama kurang lebih 25 bulan. Pada 1959, rezim Batista pun tumbang.

Dan Beginilah Kuba di Bawah Castro

Ia memang dikenal kontroversial. Keputusan mengeksekusi mati semua pendukung Batista yang tersisa dianggap tak adil oleh pengamat asing. Setelah itu, kontroversi lainnya berlanjut. Pemerintahan baru Kuba yang berjanji mengembalikan tanah kepada rakyat demi mereka yang miskin, menerapkan sistem satu partai dan tentu saja menjadikan komunisme sebagai ideologi resmi negara.

Belum selesai di sana, Fidel Castro makin dikenal dunia setelah memutuskan menendang perusahaan-perusahaan Amerika yang bercokol di Kuba. Keputusan kontroversi ini kelak dipuja sebagai salah satu tindakan paling berani yang dilakukan negara lain terhadap goliath macam Amerika.

Jauh-jauh hari, Paman Sam memang sudah memantau gerak-gerik Castro dan menandainya sebagai musuh utama. Hal pertama yang dilakukan negara adidaya ini adalah mengembargo Kuba. Kemudian, dengan tak main-main, merencanakan (setidaknya yang tercatat sejak 1960 hingga 1965), 8 kali percobaan pembunuhan terhadap Castro. Yang paling terkenal adalah saat Presiden Amerika Serikat Dwight Eissenhower menyuruh CIA melenyapkan Castro dalam Operasi Monggose. Setelah itu usaha pembunuhan terus dilakukan sampai ratusan kali.

Tapi semuanya gagal. Fidel Castro selalu selamat, ia hidup sangat panjang, 90 tahun. Tapi yang jauh lebih penting: pemerintahan Kuba yang diperintah oleh partai tunggal berhaluan komunis juga sanggup bertahan -- bahkan ketika Uni Sovyet pun sudah terkubur berkalang sejarah.

Fidel Castro Meninggal

Di bawah tekanan embargo perdagangan dari Amerika, tentu saja Kuba mengalami krisis. Tapi Castro keras kepala dan jalan terus dengan segala keputusan yang diilhami dari iman komunisme. Di tengah embargo yang sangat keras, program kesehatan di Kuba dikenal sangat baik. Layanan kesehatan diberikan gratis kepada seluruh rakyat. Bahkan angka kematian bayi di Kuba tergolong baik bahkan dibanding negara-negara tercanggih di dunia sekali pun.

Ini tidak lepas dari program pendidikan di Kuba yang juga dilaksanakan dengan semangat kerakyatan yang kental. Akses pendidikan dibuka seluas-luasnya, dengan subsidi negara yang besar. Jika kesehatan di Kuba sangat baik, ini tak lepas dari program pendidikan yang memungkinkan siapa pun menjadi dokter.

Kurikulum pendidikan kedokteran di Kuba merupakan hasil dari kebijakan kesehatan negara itu. Salah satu yang menarik, pemerintah Kuba menekankan pencegahan dan jaminan bahwa setiap orang di negara itu mendapatkan pelayanan yang terbaik tak peduli kelas sosial mereka. Seorang dokter di Kuba, mesti paham lingkungan masyarakat di mana ia tinggal dan mengenal mereka secara dekat. Mereka mesti mendatangi warga, melakukan survei kesehatan, secara rutin memeriksa rumah, menguji kualitas air kolam saat musim demam berdarah. Sederhananya: mereka selain menjadi dokter juga menjadi petugas kesehatan setingkat RT.

Di Kuba, relasi antara dokter dan pasien setara. Ini lahir dari kelas sosial yang tak mengistimewakan dokter sebagai kelas elit. Dokter dibayar seperti kelompok kelas pekerja, sama seperti karyawan kantor, atau petani. Maka menjadi dokter di Kuba bukan soal meraih pendapatan tinggi. Kuba merupakan negara dengan jumlah dokter tertinggi perkapita di dunia. Ada 67 dokter untuk 10.000 orang.

Menjelang Akhir

Kualitas layanan kesehatan dan pendidikan itu terus terjaga mutunya bahkan walau pun Castro mulai mengendurkan kebijakannya. Ia mencoba memperkenalkan istilah Komunisme Karibia. Secara praktik, Castro mulai bersedia membuka diri, termasuk pada pasar.

Pada 31 Juli 2006, beberapa hari sebelum ulang tahun kedelapanpuluh, Castro menyerahkan kekuasaannya sebagai presiden kepada Raul Castro, sang adik, akibat operasi darurat usus yang dihadapinya. Sejak itu, kesehatannya makin buruk.

Dalam surah yang diterbitkan sebuah Koran resmi komunis, dia mengatakan, “Akan mengkhianati hati nurani sendiri, kalau saya mengambil tanggung jawab itu yang menuntut mobilitas dan ketaatan total, sementara kondisi fisik saya tak seperti yang dibutuhkan.”

Fidel Castro perlahan mundur dari hadapan publik. Ia hanya muncul sebagai kolumnis dengan kolom bernama “Refleksi Sobat Fidel”.

Tapi di tengah kondisi demikian pun, ia tetap tak bisa diam ketika melihat ketegangan yang terjadi antara AS dengan Iran dan Korea Utara. Ia akhirnya unjuk suara lagi pada Juli 2010, mengomentari konflik itu. Ia mendesak AS agar melucuti hasratnya melakukan tindakan militer ke Iran atau Korea Utara, mengingat perang nuklir yang bisa saja terjadi.

April lalu, Castro juga kembali muncul dan menyampaikan pidato di hari terakhir Kongres Partai Komunis. Seolah memberi pertanda, ia menyampaikan pesan terakhir. Ia bilang konsep komunisme di Kuba masih valid dan rakyat Kuba akan jaya.

Sambil turut menambahkan, “Sebentar lagi aku akan 90. Sesuatu yang tak pernah kusangka. Sebentar lagi aku akan seperti yang lainnya, giliran kita semua pasti datang.”

Tapi Fidel Castro tak pernah seperti yang lain. Ia adalah salah satu nama besar di muka bumi ini. Setidaknya seperti yang Joel Stein tuliskan dalam daftar nama orang-orang paling berpengaruh sepanjang masa versi Times untuknya: dunia butuh nama kontroversi untuk membuat sebuah daftar yang baik - pun untuk menghadirkan alternatif yang juga baik.

Tentu saja Castro tak luput dari kritik. Tapi umur panjang 90 tahun itu tidaklah sia-sia.

Baca juga artikel terkait KUBA atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Indepth
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Zen RS