Menuju konten utama

Hasrat Bersaing Saat Setoran Pajak Terpelanting

Sektor pajak adalah penyumbang terbesar pada pendapatan negara. Sehingga rencana memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) badan berisiko terhadap penerimaan pajak lebih dalam. Padahal tahun ini pemerintah sedang dihadapkan dengan penerimaan pajak yang turun.

Hasrat Bersaing Saat Setoran Pajak Terpelanting
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) didampingi Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi (kiri) dan Dirjen Anggaran Askolani (tengah) memberikan keterangan pers di kantor Kemenkeu, Jakarta. [Antara foto/Sigid Kurniawan]

tirto.id - Setelah kebijakan tentang tax amnesty, kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana untuk mengurangi tarif Pajak Pengahasilan (PPh) Badan. Penurunan tarif PPh Badan itu akan menjadi bagian dari usulan perubahan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan (PPh), khususnya PPh Badan, dan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Singapura kemudian menjadi patokan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan penurunan tarif PPh Badan. Karena tarif PPh Badan di negara tetangga itu jauh lebih rendah dibandingkan tarif PPh Badan di Indonesia. Bahkan, Singapura adalah negara dengan tarif PPh Badan paling rendah di antara anggota ASEAN.

Tarif tertinggi diterapkan oleh Filipina yakni sebesar 30 persen. Sedangkan Indonesia, Malaysia dan Myanmar memasang tarif PPh Badan sebesar 25 persen. Namun negara ASEAN lain seperti Brunei, Kamboja, Thailand dan Vietnam memberlakukan tarif lebih rendah dari Indonesia yakni 20 persen. Alasan Pemerintah ingin menurunkan lagi tarif PPh badan dari 25 persen menjadi 17 persen.

“Pikiran sederhana saya mengatakan seperti ini. Kalau di Singapura PPh Badan kena 17 persen, kenapa kita harus 25 persen. Kita ini mau bersaing. Gimana kita mau bersaing, sana kena 17 persen, sini kena 25 persen. Ya lari ke sana semua,” kata Presiden Jokowi, dikutip dari Antara.

Selain itu, peringkat indikator perpajakan ASEAN juga menunjukkan posisi Singapura yang berada pada urutan pertama untuk kawasan ASEAN. Hal ini berkaitan dengan pengaruh pajak terhadap masuknya investasi. Semakin tinggi peringkatnya berarti keberadaan pajak tidak memengaruhi investasi. Sedangkan Indonesia hanya berada pada posisi ke-4 untuk ASEAN dan berada pada posisi ke-31 untuk dunia. Sedangkan Malaysia berada pada posisi ke-2 dan Myanmar di posisi ke-3.

Rencana penurunan tarif PPh Badan kini sedang dalam kajian pemerintah. Pemerintah juga masih menghitung dan mengkalkulasi, apakah penurunan akan dilakukan secara langsung misalnya dari 25 persen ke 17 persen, atau dilakukan secara bertahap misalnya dari 25 persen, ke 20 persen, lalu diturunkan ke 17 persen.

"Mengenai keputusan tarif seperti yang diputuskan Presiden akan dilakukan berbagai kajian dan hitung-hitungan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani, dikutip dari Antara.

Tujuan penyesuaian tarif perpajakan itu menurut Sri Mulyani, agar membuat Indonesia menjadi negara dengan perekonomian yang lebih kompetitif dan memberi iklim usaha yang baik bagi para investor. Bisa juga agar Indonesia kembali menjadi pemimpin untuk kawasan Asia Tenggara.

Selain untuk meningkatkan daya saing perekonomian, harapan lain pada penurunan tarif pajak sendiri adalah agar para wajib pajak dapat patuh membayar pajak sebab tarif sudah diturunkan karena saat pajak tinggi maka ada kecenderungan orang akan menghindari pajak. Menurut Presiden Jokowi, dalam era kompetisi yang sangat ketat, Indonesia dituntut untuk cepat melakukan perubahan dan penyesuaian. Jika tidak mampu mengikuti maka akan ketinggalan dari negara lain.

Pemerintah pernah menurunkan tarif PPh Badan dari 30-35 persen menjadi sebesar 28 persen pada 2009. Selanjutnya pada 2010 pemerintah menurunkan menjadi 25 persen hingga sampai saat ini. Kebijakan itu berdampak langsung pada target pajak. Penerimaan pajak 2009 hanya tercapai 95,09 persen. Padahal target pajak 2009 sudah lebih rendah 1 persen dari realisasi di 2008.

Sebelum ada pengurangan PPh badan, target pajak terlampaui. Pada waktu itu, target pajak 2008 yang hanya Rp609,227 triliun, realisasinya mencapai Rp658,700 triliun atau 108,12 persen. Pada waktu itu memang ada upaya ekstensifikasi pajak besar-besaran sejak 2007. Ketika itu, penyisiran wajib pajak baru untuk mengejar target pajak yang terus meleset sejak 2005. Dalam setahun, pemerintah mampu menambah daftar hingga 2 juta Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari 4,66 juta jadi 6,69 juta.

Kesuksesan ini apakah akan terulang di 2016 dan 2017 saat ada tax amnesty, tapi secara bersamaan ada pengurangan tarif PPh badan?

Bakal Terpelanting

Alasan pemerintah melakukan penurunan tarif PPh Badan demi bersaing dengan negara-negara terutama Singapura. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah investor baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Namun, Wakil Ketua DPR Fadli Zon saat ditemui tirto.id mempertanyakan tujuan kebijakan penurunan tarif PPh badan. Ia beralasan kebijakan ini bagus bila tujuannya untuk memberi satu ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat, sehingga masyarakat mau membayar pajak. Namun, Fadli mewanti-wanti soal risiko penurunan penerimaan pajak dari kebijakan ini.

“Jadi tarif pajak ini tujuannya untuk apa? Misalnya apakah bagian dari ekstensivikasi pajak atau untuk apa gitu ya? Jadi perlu ada satu latar belakang. Kadang-kadang pemerintah sekarang itu banyak improvisasi, jadi kebijakan itu kadang-kadang berubah-ubah dengan waktu yang cepat,” kata Fadli Zon.

Dalam APBN-P 2016, pemerintah menargetkan penerimaan dari perpajakan sebesar Rp1.539 triliun Ini berarti bahwa penerimaan dari perpajakan mengambil porsi yang mencapai 86,2 persen terhadap pendapatan negara. Sedangkanpendapatan pajak penghasilan pada 2016 diperkirakan sebesar Rp855 triliun termasuk PPh Badan atau 47,8 persen dari pendapatan negara. Jika pemerintah mengurangi jumlah tarif PPh Badan tentunya akan mengganggu penerimaan.

Apalagi saat ini penerimaan pajak juga sedang lesu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi mengatakan penerimaan pajak sampai Mei 2016 baru sebesar Rp364,1 triliun atau sebesar 26,8 persen dari target APBN 2016 turun sebesar 2,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Penurunan disebabkan perlambatan ekonomi domestik dan belum pulihnya aktivitas ekspor migas.

"Mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada Mei 2015 sebesar Rp377,028 triliun atau 29,1 persen. Turun 2,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu," kata Ken dikutip dari Antara.

Pengalaman 2008-2009 lalu bisa jadi pelajaran bahwa saat pemerintah secara bersamaan melakukan upaya ekstensifikasi pajak dan pengurangan beban pajak, maka dampaknya pada target penerimaan yang tak tercapai. Tahun ini pemerintah juga sedang meningkatkan penerimaan pajak melalui tax amnesty, tapi di saat bersamaan ada upaya berkompetisi dengan Singapura melalui instrumen PPh badan. Mengorbankan setoran pajak demi sebuah kompetisi akan menghasilkan defisit dan utang baru. Siapkah pemerintah menghadapinya?

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti