Menuju konten utama

Hasil Quick Count Lembaga Survei Disebut Bukan Kebenaran Absolut

Pengamat Politik UNJ Ubedilah Badrun mengingatkan agar kedua kubu dalam Pilpres 2019 mewaspadai kesalahan yang mungkin terjadi dalam survei dan quick count.

Hasil Quick Count Lembaga Survei Disebut Bukan Kebenaran Absolut
Peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar (kanan) didampingi M Khotib memaparkan hasil survei terkini bertajuk 'Yang Juara dan Yang Terlempar: Final Quick Count Partai Politik 2019', di Rawamangun, Jakarta, Kamis (18/4/2019). Salah satu hasil survei menetapkan PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2019, meraih 19,80 persen, disusul Gerindra (12,50 persen) dan Golkar (12,21 persen). Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengingatkan agar kedua kubu dalam Pilpres 2019 mewaspadai kesalahan yang mungkin terjadi dalam survei dan quick count yang dilakukan berbagai lembaga.

Menurutnya, peluang adanya kesalahan ini perlu dicermati agar saat prediksi pemilu diterima masyarakat tak banyak yang menimbulkan hiruk-pikuk yang tak seharusnya terjadi.

“Hasil survei bukan kebenaran absolut, ada ruang kemungkinan kesalahan. Demikian pula dengan Quick Count,” ucap Ubedilah Badrun saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (18/4/2019).

Dia mengatakan, tidak menutup kemungkinan lembaga survei memiliki persoalan presisi sehingga berpeluang melakukan kesalahan. Sejumlah hal yang dapat menyebabkan kesalahan itu, kata dia, disebabkan karena adanya inkonsistensi pada metodologi pengambilan sampel masyarakat yang diwawancarai.

"Entah itu multistage random sampling entah sistematic random sampling ke insidental sampling atau purposive sampling," ucapnya.

Belum lagi, jika dalam penentuannya, lembaga itu menggunakan surveyor dan daerah sampel yang sama. Menurutnya, hal ini dapat menimbulkan subyektivitas yang dinilai dapat mengganggu hasil survei.

Ubedilah menyatakan, setidaknya dalam quick count seseorang bisa saja menggunakan teknik sampling dan sampel TPS yang sama dari pemilu sebelumnya. Padahal, lanjut dia, TPS pada pemilu 2019 ini memiliki perbedaan yang signifikan baik dari jumlah pemilih maupun jumlah TPS yang berbeda.

Sepengetahuannya, jumlah sampel yang diambil rata-rata mencapai 2000 TPS dari 800 ribu lebih TPS yang ada. Ia menilai, ada peluang ketidakkonsistenan dari teknik sampling yang dilakukan. Belum lagi masih ada peluang kesalahan saat memasukkan data baik karena teknolgi maupun kesalahan manusia.

Ubedilah menambahkan,hal yang sama juga berlaku bagi survei dan quick count yang dikelola oleh kedua kubu Pilpres 2019. Baik kubu 01 maupun 02, katanya, sama rentannya untuk dapat mengulangi kesalahan serupa dari berbagai lembaga survei. Karena itu, ia meminta agar mereka berhati-hati dalam mengelola hasil survei atau quick count-nya.

“Kritik tentang peluang kesalahan ini berlaku buat kedua kubu. Quick count dan survei dari kubu 01 maupun 02 berpeluang melakukan kesalahan yang sama,” pungkas Ubedilah.

Baca juga artikel terkait HASIL SURVEI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Politik
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno