Menuju konten utama

Harum Tembakau Deli di Balik Deru Kereta Api

Sejarah pembangunan jalur kereta api di Sumatra Utara terkait erat dengan perkebunan tembakau di Deli.

Harum Tembakau Deli di Balik Deru Kereta Api
Header Mozaik Kereta Api Sumatera Utara. tirto.id/Tino

tirto.id - Pada 6 Januari 2023, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) resmi mengoperasikan KA Datuk Blambangan di Sumatra Utara yang melayani rute Tebing Tinggi-Lalang. Tiket perjalanan antara dua kota yang berjarak 35 kilometer ini seharga Rp 5000.

Jalur ini menambah jalur kereta api di Sumatra Utara yang sebelumnya dibangun oleh Belanda. Pada era kolonial, perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij membangun jalur kereta api sepanjang 553 kilometer.

Menurut sejarawan Drs. Indera M. Hum, dosen pada Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara Medan, Deli Spoorweg Maatschappij menjadi perusahaan swasta yang mendorong majunya pembangunan ekonomi di wilayah pantai timur Sumatra Utara.

Perusahaan ini melayani kebutuhan transportasi dan komunikasi bagi sejumlah industri perkebunan. Selain bergerak di bidang kereta api, Deli Spoorweg Maatschappij juga mengembangkan jenis usaha lain seperti penyediakan fasilitas perumahan dan penyewaan gudang.

Perusahaan ini berdiri pada tahun 1883 dan merupakan satu-satunya perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda yang berada di luar Pulau Jawa.

Deli Spoorweg Maatschappij dibentuk atas prakarsa para pengusaha Belanda termasuk direktur perkebunan Deli Maatchappij dan beberapa ahli perkeretaapian. Perusahaan ini juga mendapat dukungan dari Asisten Residen Deli.

Jalur yang dibangun oleh Deli Spoorweg Maatschappij menghubungkan kota-kota di Sumatra Utara seperti Pematang Siantar, Pangkalan Brandan, Lubuk Pakam, Rantau Prapat, dll. Keberadaan kereta api memudahkan pengangkutan hasil alam--khususnya tembakau--di sekitar Sumatra bagian timur ke Pelabuhan Belawan.

Sumatra Utara bagian timur dieksploitasi oleh perusahaan perkebunan Deli Maatchappij sejak tahun 1869. Menurut Oerip Simeone dalam buku Sedjarah Kereta Api Negara (SS/DKA) di Indonesia, kala itu kawasan ini masih didominasi rimba dan rawa-rawa.

Penduduknya bersuku Melayu dengan mata pencaharian menangkap ikan, bercocok tanam, dan menanam tembakau berkualitas baik. Keberadaan tembakau inilah yang menarik para pengusaha untuk datang dan melakukan eksploitasi.

Menurut Dian Mariana Sinaga dalam jurnal berjudul "Aktivitas Perdagangan Deli Maatschappij di Sumatera Timur Tahun 1870-1930", Deli Maatschappij adalah perusahaan pertama dan terbesar di Sumatra Timur yang bergerak di bidang produksi tembakau, teh, karet, dan kopi.

Diversifikasi usaha di bidang perkebunan dilakukan oleh perusahaan ini ketika harga tembakau di pasaran Eropa menurun drastis pada tahun 1895 karena kelebihan produksi tembakau dunia.

Sebelum jalur kereta api dibuka, pengangkutan hasil alam di kawasan tersebut menggunakan angkutan melalui sungai dan gerobak yang ditarik sapi. Setiap gerobak mempunyai kekuatan untuk menarik barang dengan beban 600 kilogram.

Dalam Laporan Tahunan Deli Spoorweg Maatschappij warsa 1920, terdapat lebih dari 65 jenis barang yang dapat diangkut oleh kereta api. Barang-barang ini meliputi hasil perkebunan, industri, hasil pertanian, dan kerajinan rakyat.

Jenis barang yang diangkut sebagian besar merupakan kebutuhan pokok masyarakat kota dan komoditas ekspor yang dikirim melalui Pelabuhan Belawan.

Pelabuhan ini dibangun untuk menggantikan pelabuhan sungai di Labuhan Deli. Pelabuhan lama sudah tidak layak digunakan karena terganggu endapan-endapan lumpur yang membuat sungai dangkal sehingga sulit dilalui kapal.

Pada mulanya kantor pusat Deli Maatschappij berada di Labuhan Deli. Kantor ini kemudian dipindahkan ke Kampung Medan Putri, tempat bertemunya Sungai Deli dan Sungai Babura.

Menurut Junaidi Nasution dalam "Transformasi Modernitas di Kota Medan: Dari Kampung Medan Putri Hingga Gemeente Medan", kampung ini mengalami perkembangan yang pesat setelah banyak pengusaha membuka perkebunan di sekitarnya.

Kampung Medan Putri diperluas dan bergabung dengan kampung-kampung lain membentuk kota baru bernama Medan. Kota ini menjadi kota penting setelah pemerintah memindahkan ibu kota Karesidenan Sumatra Timur dari Bengkalis pada tahun 1887.

Empat tahun kemudian, Kesultanan Deli juga dipindahkan ke Medan dengan ditandai pindahnya Sultan Deli dan keluarga ke Istana Maimun.

Infografik Mozaik Kereta Api Sumatera Utara

Infografik Mozaik Kereta Api Sumatera Utara. tirto.id/Tino

Jalur Medan-Labuhan menjadi jalur kereta api perintis yang dibangun di Sumatra Utara dan diresmikan pada tahun 1886. Titik selanjutnya dari jalur ini adalah Pelabuhan Belawan yang saat itu masih berupa pelabuhan sungai. Meski demikian, pelabuhan ini menjadi pintu keluar masuk barang impor dan ekspor.

Menurut Muhammad Rivai dkk. dalam jurnal berjudul "Railway Transport Development in East Sumatra, 1880s-1930s", jalur yang dibuat Deli Spoorweg Maatschappij menghubungkan perkebunan-perkebunan di pantai timur Sumatra, baik di utara maupun selatan Medan. Total jalur yang dibuat perusahaan ini hingga tahun 1937 mencapai 553 kilometer dengan 54 stasiun.

Saat ini, selain memanfaatkan sebagian peninggalan Deli Spoorweg Maatschappij, PT KAI juga membangun jalur-jalur kereta api baru. Untuk melayani kota-kota di sekitar Medan, PT KAI menjalankan kereta api penumpang seperti KA Sribilah, KA Putri Deli, KA Sri Lelawangsa, dan KA Siantar Ekspress.

Sedangkan kereta api yang menggunakan jalur baru adalah KA Datuk Blambangan yang melayani rute Tebing Tinggi-Lalang, dan kereta api bandara yang melayani rute Medan-Kualanamu.

Kiwari, tantangan PT KAI di Sumatra Utara adalah merealisasikan pembangunan jalur Pematang Siantar-Parapat yang beberapa waktu ke belakang ramai diperbincangkan. Jalur ini akan menghubungkan Medan atau Bandara Kualanamu dengan Danau Toba secara langsung.

Kedua, secara luas PT KAI ditantang untuk merealisasikan pembangunan jalur kereta api Trans Sumatra yang menghubungkan Aceh dengan Lampung.

Baca juga artikel terkait SEJARAH KERETA API atau tulisan lainnya dari Hevi Riyanto

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Hevi Riyanto
Penulis: Hevi Riyanto
Editor: Irfan Teguh Pribadi