Menuju konten utama

Hari Tani: Partai Buruh Beri 10 Catatan Kritis Reforma Agraria

Memperingat Hari Tani Nasional, Partai Buruh menuntut pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria dan selesaikan konflik agraria.

Hari Tani: Partai Buruh Beri 10 Catatan Kritis Reforma Agraria
Presiden Partai Buruh Said Iqbal (kedua kanan atas) menyampaikan orasinya saat unjuk rasa bersama buruh di depan Gedung DPR, Jakarta, Jumat (11/3/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

tirto.id - Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan ribuan petani dan buruh melakukan aksi unjuk rasa di Istana Negara, Sabtu (24/9/2022) hari ini. Aksi tersebut untuk memperingati Hari Tani yang diperingati setiap 24 September.

Bertepatan dengan momentum Hari Tani, Said Iqbal mengatakan Partai Buruh melayangkan 10 catatan kritis terhadap pelaksanaan reforma agraria di Indonesia. Pertama, ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah.

"Laporan Penelitian Badan Pertanahan Nasional tahun 2019 menunjukkan bahwa luas tanah pertanian yang dimiliki petani berdasarkan hasil Sensus Pertanian menunjukkan distribusi yang tidak merata," kata Said melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (24/9).

Kedua, kemiskinan masih didominasi wilayah perdesaan yaitu 14,34 juta orang menurut data BPS per Maret 2022. Padahal wilayah perdesaan sendiri merupakan lokasi di mana para petani dan produsen pangan membangun kehidupan.

Ketiga, penyelesaian konflik agraria masih lambat. Permintaan presiden, ketika pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria (PPKA-PKRA) Tahun 2021, untuk 50 % kasus dapat diselesaikan tidak tercapai. Akibatnya, angka konflik agraria di Indonesia masih tinggi.

Serikat Petani Indonesia (SPI) mencatat sekurang-kurangnya terjadi 104 kasus konflik agraria selama tahun 2021. Dari data tersebut, konflik agraria masih didominasi oleh sektor perkebunan (46 kasus); diikuti oleh pertambangan (20 kasus); kehutanan (8 kasus); pesisir (4 kasus) dan Proyek Strategis Nasional (4 kasus).

"Keempat, progres redistribusi tanah bagi petani lambat, meski pemerintah menyebut terdapat kemajuan dalam hal target redistribusi," ucapnya.

Kelima, lahirnya UU Cipta Kerja yang berseberangan dengan spirit Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 dan Reforma Agraria Sejati. Substansi UU Cipta Kerja yang mengakomodir kepentingan modal dan investasi menjadi legitimasi untuk merampas tanah milik petani, masyarakat adat, dan orang-orang yang bekerja di perdesaan.

Keenam, UU Pangan tidak dijalankan. Alih-alih melaksanakan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan), pemerintah justru menghadirkan UU Cipta Kerja yang menghapus atau mengubah beberapa pasal penting di dalam UU Pangan.

Ketujuh, UU Perlintan tidak dijalankan. Pemerintah belum menjalankan putusan MK Nomor 87/PUU-XI/2013 terhadap Uji Materi UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU Perlintan). Putusan ini sejatinya sudah ada sejak tahun 2014 yang lalu, namun belum kunjung direalisasikan.

Kedelapan, subsidi dan bantuan untuk petani. Belum ada perbaikan terhadap bantuan petani, salah satunya terkait pupuk bersubsidi.

"Amburadulnya pendistribusian pupuk subsidi berakibat pada kelangkaan, sehingga banyak petani tidak mendapatkan pupuk subsidi," ucap Said Iqbal.

Kesembilan, jaminan harga yang layak bagi petani. Beberapa bahan pangan mengalami gejolak harga selama tahun 2022 ini, salah satunya minyak makan sawit (termasuk TBS sawit). Petani kerap mendapatkan harga yang tidak layak, kendati harga bahan pangan di tingkat konsumen mengalami kenaikan, seperti: bawang merah, telur ayam, daging, dan lain-lain;

Sepuluh, tingkat kesejahteraan petani belum terwujud. Salah satu ukurannya adalah Nilai Tukar Petani (NTP) yang fluktuatif selama tahun 2022 ini.

"Reforma Agraria yang tidak kunjung dijalankan secara total dan cepat juga tidak hanya merugikan petani. Kelas pekerja lainnya seperti Buruh, Nelayan, Masyarakat Adat, Masyarakat Perdesaan dan pekerja informal juga akan dirugikan," tuturnya.

Berdasarkan itu, dalam peringatan Hari Tani Nasional, Partai Buruh menuntut pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria dan selesaikan konflik agraria, tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), dan tolak pemberlakuan omnibus law UU Cipta Kerja.

Baca juga artikel terkait HARI TANI NASIONAL atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto