Menuju konten utama

Hari Guru, KPAI Ingatkan Nadiem Makarim: Pidato Saja Tak Cukup

Nadiem diminta mejuwudkan Konvensi Hak Anak dan sekolah ramah anak.

Hari Guru, KPAI Ingatkan Nadiem Makarim: Pidato Saja Tak Cukup
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyimak arahan Presiden Joko Widodo saat rapat terbatas penyampaian program dan kegiatan bidang pembangunan manusia dan kebudayaan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (31/10/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp.

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan, pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tidak cukup. Sebab seharusnya diwujudkan dengan tindakan konkret.

merekomendasikan langkah-langkah nyata guna mewujudkan kemerdekaan belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh dalam naskah pidatonya untuk memperingati Hari Guru Nasional 2019.

"Menciptakan kemerdekaan belajar tidak cukup dengan pidato, namun Menteri Nadiem harus melakukan langkah-langkah nyata," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyari dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/11/2019).

Peningkatan kapasitas guru, kata Retno, melalui berbagai pelatihan sangat penting untuk mewujudkan kemerdekaan belajar.

"Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 25 tahun terakhir tidak ada perubahan cara mengajar para guru dalam proses pembelajarannya di ruang-ruang kelas," katanya.

Retno mengatakan bahwa pelatihan guru tidak harus melulu soal metode. Akan tetapi juga mencakup materi lain yang menunjang pewujudan kemerdekaan dalam pembelajaran seperti soal Konvensi Hak Anak dan upaya mewujudkan sekolah ramah anak.

"Kalau guru berkualitas, maka siswanya pasti berkualitas. Jika guru dan siswanya berkualitas, pasti sekolahnya berkualitas. Kalau sekolah-sekolah berkualitas di suatu daerah, maka pendidikan di daerah tersebut pastilah berkualitas. Jadi intinya perubahan pendidikan harus dimulai dari guru," katanya.

Ia menambahkan, sekolah juga memerlukan guru yang tidak dibelenggu kurikulum dan kewajiban administrasi mengajar.

Retno juga merekomendasikan penyediaan akses yang lebih luas bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mengikuti pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) serta sekolah menengah atas atau kejuruan (SMA/SMK). Mengingat lama belajar anak-anak di Indonesia rata-rata masih sekitar 8,5 tahun, lebih pendek dari waktu sembilan tahun yang dibutuhkan untuk lulus SMP.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2025 menargetkan lama seorang anak bersekolah rata-rata 9,1 tahun dan untuk mendukung pencapaian target jumlah sekolah negeri mesti ditambah, katanya.

Ia mengutip data pokok pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menunjukkan pada tahun ajaran 2017/2018 jumlah sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas, termasuk sekolah luar biasa, seluruhnya 307.655 sekolah yang terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta. Perinciannya ada 148.244 SD, 38.960 SMP, 13.495 SMA dan 13.710 SMK.

Retno menilai, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi dari SD masih terbatas dan kondisi itu mempengaruhi kesempatan anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi selepas SD.

Baca juga artikel terkait HARI GURU NASIONAL atau tulisan lainnya dari Antara

tirto.id - Politik
Reporter: Antara
Penulis: Antara
Editor: Dieqy Hasbi Widhana