Menuju konten utama

Hari Anti-Sunat Perempuan 6 Februari: Kenali Risiko Sunat Wanita

Sunat perempuan adalah praktik yang melakukan pemotongan sebagian atau keseluruhan alat kelamin perempuan bagian luar. Kenali risiko berbahayanya.

Hari Anti-Sunat Perempuan 6 Februari: Kenali Risiko Sunat Wanita
Ilustrasi. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Sunat perempuan atau Female Genital Mutilation (FGM) adalah praktik yang melakukan pemotongan sebagian atau keseluruhan alat kelamin perempuan bagian luar atau cedera lain terhadap alat kelamin perempuan (Antara masa bayi dan usia 15 tahun) karena alasan budaya atau non-medis.

FGM dilakukan dengan pisau khusus, gunting, pisau bedah, pecahan kaca atau silet. Anestesi dan antiseptik umumnya tidak digunakan kecuali prosedur dilakukan oleh praktisi.

Perempuan yang telah menjalani FGM sebagian besar tinggal di Afrika sub-Sahara dan negara-negara Arab, tetapi FGM juga negara-negara tertentu di Asia, Timur Laut Afrika, Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru. Lebih dari 3 juta anak perempuan diperkirakan berisiko FGM setiap tahunnya.

Berbagai organisasi seluruh dunia menentang FGM ini , salah satunya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Maka dari pihak WHO sendiri, melakukan studi tentang biaya ekonomi untuk mengobati kesehatan FGM.

Risiko "Sunat Perempuan" (FGM)

Sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan, bahkan saat prosedur dilakukan di lingkungan yang steril pun dan oleh profesional perawatan kesehatan, tetap ada konsekuensi kesehatan yang serius.

Berikut ini komplikasi/risiko langsung maupun risiko jangka panjang dari FGM yang dilansir pada laman WHO.

Risiko/komplikasi langsung dari FGM di antaranya :

  • Sakit parah
  • Pendarahan yang berlebihan
  • Pembengkakan jaringan genital
  • Demam
  • Infeksi seperti tetanus
  • Masalah pada kencing
  • Masalah pada penyembuhan luka
  • Cedera pada jaringan genital di sekitarnya
  • kematian.

Risiko/komplikasi jangka panjang di antaranya :

  • Masalah pada kandung kemih ( Seperti buang air kecil yang menyakitkan, infeksi saluran kemih)
  • Masalah pada vagina ( Seperti keputihan, gatal, bakterial vaginosis dan infeksi lainnya)
  • Masalah haid ( Seperti yeri haid, kesulitan mengeluarkan darah haid, dll)
  • Masalah terhadap jaringan parut dan keloid
  • Masalah seksualitas ( Seperti nyeri saat berhubungan, penurunan kepuasan, dll.)
  • Peningkatan risiko komplikasi persalinan ( Seperti persalinan sulit, perdarahan berlebihan, operasi caesar, kebutuhan untuk menyadarkan bayi, dll), dan kematian bayi baru lahir
  • Kebutuhan untuk operasi selanjutnya: Seperti penyempitan lubang vagina (Tipe 3) dapat menyebabkan praktik pemotongan vagina yang disegel di kemudian hari untuk memungkinkan hubungan seksual dan melahirkan (deinfibulasi2). Terkadang juga pada jjaringan genital dijahit lagi beberapa kali, termasuk setelah melahirkan, sehingga wanita tersebut menjalani prosedur pembukaan dan penutupan berulang, yang selanjutnya meningkatkan risiko langsung dan jangka panjang.
  • Masalah terhadap psikologis (Seperti depresi, kecemasan, gangguan stres pasca-trauma, harga diri rendah, dll)
Risiko lainnya seperi anemia bahkan berakibat terjadinya infeksi HIV.

Perlunya Sunat Perempuan (FGM) Dihapus

Tidak ada pembenaran medis untuk menganjurkan segala bentuk pemotongan atau perusakan pada alat kelamin perempuan, karena ini melanggar hak anak perempuan dan perempuan untuk hidup, integritas fisik dan kesehatan. Serta setiap anak perempuan berhak untuk dilindungi dari bahaya dalam semua situasi.

Bahkan kepercayaan pemotongan tersebut yang dimana dapat membantu menghindari bentuk-bentuk FGM lebih parah tidaklah terbukti. Maka praktik FGM ini perlu dihapuskan.

Namun demikian, penghapusan FGM harus dikembangkan dan dilaksanakan dengan cara yang peka terhadap latar belakang budaya dan sosial masyarakat yang mempraktikkannya. Artinya perilaku dapat berubah ketika orang memahami bahaya dari praktik tersebut.

Oleh karena itu, untuk mempercepat penghapusan FGM. Dari WHO, UNFPA, dan UNICEF membutuhan kolaborasi intensif yang berkelanjutan dari semua kalangan masyarakat, termasuk keluarga dan komunitas, pemimpin agama dan lainnya, media, pemerintah, dan komunitas internasional. Dilansir dari laman UNFPA, hal ini bisa dilakukan dengan :

  • Mendukung pengembangan kebijakan dan undang-undang, dan memastikan sumber daya yang memadai, untuk mengakhiri FGM
  • Memperkuat intervensi untuk memperluas pengetahuan kolektif tentang bahaya FGM dan memberdayakan para pendukung untuk menghilangkannya
  • Mendukung kesetaraan gender dan hak-hak perempuan
  • Memberdayakan kaum muda untuk mengakhiri FGM di komunitas mereka
  • Mengatasi tren medikalisasi dengan mengdoktrin para profesional kesehatan agar melihat FGM merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia
  • Integrasikan tanggapan FGM ke dalam kesehatan seksual dan reproduksi, kesehatan ibu dan anak, dan layanan perlindungan anak untuk mengidentifikasi serta mendukung perempuan yang berisiko atau telah menjadi sasaran FGM
  • Mengutamakan FGM ke dalam program pelatihan kesehatan, memobilisasi dokter, perawat dan bidan untuk mendukung pencegahan dan perawatan FGM, serta memberdayakan penyedia layanan kesehatan untuk menjadi panutan, konselor dan advokat
  • Membangun pusat pengetahuan global untuk pengukuran dan penyebaran norma-norma sosial.

Baca juga artikel terkait HARI ANTI SUNAT PEREMPUAN 2022 atau tulisan lainnya dari Olivia Rianjani

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Olivia Rianjani
Penulis: Olivia Rianjani
Editor: Yulaika Ramadhani