Menuju konten utama

Harga Pangan Mahal Bisa Sebabkan Malnutrisi, Kok Bisa?

Hasran mengatakan, kenaikan harga pangan secara jangka panjang bisa menyebabkan malnutrisi atau kurang gizi.

Harga Pangan Mahal Bisa Sebabkan Malnutrisi, Kok Bisa?
Sejumlah pekerja menata dan mempersiapkan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di gudang Perum Bulog Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Selasa (24/1/2023). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/hp.

tirto.id - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran mengatakan, kenaikan harga pangan secara jangka panjang bisa menyebabkan malnutrisi atau kurang gizi. Kondisi itu bisa terjadi karena masyarakat akan berupaya mencari bahan pangan yang jauh lebih murah meski gizinya tidak memadai.

“Pasokan pangan perlu terus dijaga untuk menjamin keterjangkauan masyarakat pada pangan, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Kenaikan sedikit akan sangat mempengaruhi daya beli dan pilihan konsumsi pangan pada mereka, yang pada jangka panjang dapat menyebabkan malnutrisi,” kata dia dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Kenaikan pangan yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani. Dia menilai, harmonisasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pangan dibutuhkan apalagi di tengah ketidakpastian global.

“Kesinambungan keduanya diperlukan karena fluktuasi harga pangan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada pada sektor pertanian, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor global karena kini semuanya saling terhubung,” ujar Hasran.

Beberapa kebijakan yang berorientasi pada peningkatan produktivitas pangan dalam negeri, seperti meningkatkan intensifikasi, membuka akses petani kepada input pertanian berkualitas, dan membuka kesempatan investasi pada sektor ini perlu dilakukan supaya terjadi transfer teknologi dan modernisasi.

Di tengah semakin menguatnya kecenderungan negara-negara untuk menjalankan kebijakan proteksionis, ia mengatakan Indonesia perlu menjaga komitmen terhadap perdagangan internasional, sehingga tidak menjalankan kebijakan yang proteksionis dan mengurangi hambatan-hambatan non-tarif yang dapat mempengaruhi kestabilan harga dan kecukupan stok pangan di pasar.

Perdagangan pangan internasional harus tetap berjalan untuk mencegah terjadinya krisis pangan. Kebijakan perdagangan idealnya perlu semakin terbuka dan tidak proteksionis terutama dalam menyikapi dampak pandemi COVID-19.

Semua negara perlu terhubung dalam hal perdagangan pangan. Hal ini bisa memperkecil terjadinya krisis pangan, yang mungkin saja sudah dimulai dengan adanya perubahan iklim.

Selain itu, lanjut Hasran, perdagangan internasional perlu tetap dijalankan sembari menjalankan kebijakan yang fokus pada peningkatan produktivitas pangan dalam negeri.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan, kenaikan harga pangan akan terjadi dalam waktu dekat menjelang masuknya musim El Nino ke Indonesia.

"Jadi gini, ini sudah masuk El nino. Jadi kalau saudara-saudara lihat di berita itu panasnya luar biasa. Sebagai contoh ASEAN seperti di negara Malaysia dan lainnya itu panasnya sangat luar biasa. Jadi El Nino ini sangat berpengaruh pada produksi pangan. Karena, ada beberapa komoditi yang sudah naik harganya," ucap Zulhas usai membuka acara Okabe Gallery, Tangerang, Jumat (19/5/2023).

Zulhas kemudian menambahkan, berbeda dengan negara lainnya seperti di eropa dan Amerika latin, bahwa produksi pangan di negara tersebut justru berangsur lancar.

"berbeda dengan negara barat seperti di Amerika latin itu produksinya bagus, seperti gandum bagus dan lainnya juga," katanya.

"Kalau di Asia seperti India, Tiongkok dan lainnya itu cuacanya sedang panas sekali. Kita khawatirkan hal ini akan berpengaruh kepada kondisi pangan," tambahnya.

Baca juga artikel terkait HARGA atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang