Menuju konten utama

Harga Masker Naik, KPPU Sebut Penjual Eceran Diduga Bermain

Penjual eceran yang menaikkan harga masker tak dapat ditindak dengan UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tak Sehat.

Harga Masker Naik, KPPU Sebut Penjual Eceran Diduga Bermain
Petugas apotek memasang tanda stok masker habis, di kawasan pusat penjualan obat-obatan dan alat kesehatan Tarandam, Padang, Sumatera Barat, Selasa (3/3/2020). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/pd

tirto.id - Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih mengungkap hasil investigasi terkait kenaikan harga masker.

Ia menyebut, pihaknya sudah berkoordinasi dengan 28 produsen masker di dalam negeri. Hasilnya mereka masih menjual masker dengan harga standar.

Pihaknya kemudian juga memeriksa 55 distributor dan 22 importir masker, akan tetapi tidak ditemukan adanya pelanggaran usaha.

"Berdasarkan penelitian kemarin, kami belum menemukan pelaku yang melanggar. Tapi kami yakini dalam penelitian kami ada beberapa wilayah ada kekosongan stok," kata dia, di Kantor KPPU, Gambir Jakarta Pusat (3/3/2020).

"Kami lihat tidak ada kenaikan harga yang signifikan memang tidak bisa dipungkiri ada beberapa penjual [eceran] yang menjual harga yang cukup tinggi tapi kan aturan tersebut enggak berlaku bagi UMKM," ujar dia.

Ia juga mengatakan, kenaikan harga tidak terjadi di produsen dan distributor. Namun, jika masyarakat menemukan harga di lapisan penjual eceran tinggi, para penjual eceran tak dapat ditindak dengan UU 5/1999.

"Kan aturan itu tidak termasuk [UMKM], perlu dihitung kan mereka distribusi belum masuk, rantai distribusinya panjang. Karena itu kami anggap sampai hari ini belum ada pelanggaran kenaikan harga masker, kalaupun ada peningkatan harga di produsen dan distributor itu karena ada peningkatan permintaan yang tidak dibarengi dengan peningkatan produksi," ujarnya.

Menurut dia, ada ancaman terkait penaikan harga masker yang berlebihan, terutama di saat kebutuhan masyarakat tinggi di tengah wabah Corona COVID-19.

Menurut dia, produsen yang mengerek harga tersebut bisa terancam denda hingga Rp25 miliar karena tindakannya tergolong monopoli dan kartel merujuk Pasal 1 UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tak Sehat.

"Monopoli itu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha," ujar dia.

Baca juga artikel terkait WABAH VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Zakki Amali