Menuju konten utama

Harga Kakao Turun Petani di Sulawesi Barat dan Riau Mengeluh

Petani kakao di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan Riau sama-sama mengeluhkan penurunan harga. Petani khawatir jika harga kakao tidak kembali stabil, akan mempengaruhi kesejahteraan mereka. Kakao di Kabupaten Polewali dibeli dengan harga Rp27.000/kilogram. Sedangkan kakao di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau dibeli dengan harga Rp10.000/Kg.

Harga Kakao Turun Petani di Sulawesi Barat dan Riau Mengeluh
Warga menunjukkan kakao hasil perkebunan setempat di desa Ulo, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, selasa (7/6/2016). Tidak tersedianya sarana transportasi dan infrastruktur yang memadai membuat harga kakao di wilayah itu sangat rendah yakni rata-rata Rp36.000 per kg, sementara harga kakao di pasar mencapai Rp45.000 per kg. Antara foto/Basri Marzuki/foc/16.

tirto.id - Penurunan harga kakao menyebabkan petani di Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) dan Riau mengeluh. Petani kakao di Kabupaten Polewali Mandar (Polman) Sulbar mengeluh karena harga bahan coklat itu terus anjlok diakibatkan oleh ulah distributor di Makassar yang membeli kakao pada pedagang pengumpul dengan harga murah. Harga kakao terbaru di provinsi itu turun dari Rp33.000/kilogram menjadi Rp27.000/kilogram. Sementara petani kakao di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau mengeluhkan harga kakao tanpa fermentasi karena mengalami penurunan dari Rp11.500/Kg menjadi Rp10.000/Kg atau sekitar 0,83 persen.

Udin salah seorang petani kakao di Kecamatan Luyo Kabupaten Polman mengaku, penurunan harga tersebut berdampak pada pendapatan petani karena komoditi kakao merupakan andalan meningkatkan kesejahteraan petani kakao.

"Petani di wilayah ini hanya mengandalkan kakao sebagai sumber pendapatan sehingga dengan turunnya harga kakao maka akan berdampak pada kesejahteraan petani yang juga menurun," katanya kepada Antara, Rabu (14/9/2016)

Udin menuding, distributor beralasan harga kakao di Polman turun karena kualitas kakao tidak begitu bagus untuk dipasarkan atau diolah menjadi bahan jadi.

Mengetahui hal itu, Udin meminta pemerintah memberikan bantuan kepada petani untuk meningkatkan kualitas kakao, misalnya dengan memberikan bantuan teknologi.

"Pemerintah mesti membantu meningkatkan kualitas kakao karena apabila kualitas kakao tidak ditingkatkan maka harga kakao tidak akan terlindungi dan harganya terus turun seperti sekarang ini," katanya.

Harga Kakao di Riau

Sementara itu, di Riau meski harga kakao tanpa fermentasi di Riau menurun terjadi kondisi yang berbeda pada harga komoditas andalan perkebunan lain seperti kelapa hibrida dan kelapa yang dalam pada pekan pertama September mengalami kenaikan.

"Harga kelapa hibrida yang sebelumnya Rp1.330/butir naik menjadi Rp1.350/butir, sedangkan kelapa dalam menjadi Rp1.850/butir dari yang sebelumnya Rp1.730/butir," jelas Kasi Promosi dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) Aswin Bovita di Tembilahan.

Di samping itu, hasil komoditas perkebunan lain seperti karet, kelapa sawit, pinang kering kupas dan hasil olahan kelapa berupa kopra juga mengalami kenaikan harga.

"Masyarakat Inhil sangat bergantung pada komoditas perkebunan, terutama kelapa, namun kakao juga sangat berperan penting karena harga kakao lebih stabil daripada harga kelapa," jelasnya.

Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Inhil terus mengupayakan solusi agar harga komoditas kakao dapat stabil atau setidaknya berada di harga yang wajar.

"Jika harga hasil perkebunan wajar dan tidak terlalu menurun maka kehidupan ekonomi masyarakat Inhil yang hampir 80 persen adalah petani kebun tentu akan lebih meningkat," katanya.

Baca juga artikel terkait HARGA KAKAO atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh