Menuju konten utama

Harga Gula Naik Bisa Picu Inflasi Tinggi

Kenaikan harga gula akan berdampak pada daya beli masyarakat miskin dan akan berpengaruh kepada kenaikan inflasi.

Harga Gula Naik Bisa Picu Inflasi Tinggi
Pekerja mengemas gula pasir ke dalam plastik di pasar baru Indramayu, Jawa Barat, Kamis (12/3/2020). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/hp.

tirto.id - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kenaikan harga gula yang sedang digodok akan berdampak pada daya beli masyarakat miskin. Hal ini juga akan berpengaruh kepada kenaikan inflasi.

"Konsekuensi inflasi dari penyesuaian harga gula pun bisa berdampak ke daya beli masyarakat miskin," ujar Bhima kepada Tirto, Jakarta, Jumat (9/6/2023).

Bhima mengatakan, gula merupakan penyumbang sebesar 2,5 persen garis kemiskinan di perdesaan dan 1,82 persen di perkotaan. Di desa gula jauh lebih tinggi dari sumbangan bawang merah, dan mie instan terhadap garis kemiskinan.

Bhima melanjutkan, langkah menaikkan harga gula di hilir belum tentu memberikan untung bagi petani seperti yang diharapkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas). Tetapi, bisa memicu kenaikan impor.

"Masalah gula kan karena impornya tinggi, misalnya gula konsumsi setiap tahun butuh 3,2 juta ton, sementara 1 juta ton nya impor. Rente gula ini cukup menarik, belum termasuk gula rafinasi yang kebutuhannya juga tinggi," tuturnya.

Sementara itu, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menuturkan harga gula di tingkat konsumen akan naik menjadi Rp14.500 per kilogram (kg) di Pulau Jawa. Sementara itu, Rp15.500 untuk di pulau terluar dan perbatasan.

Adapun harga gula konsumsi saat ini terpantau mengalami kenaikan. Secara nasional rata-rata berkisar Rp14.500 per kg hingga tertinggi mencapai Rp16.000 per kg di Papua.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa menuturkan, hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan produksi gula dalam negeri. Hal itu disampaikan I Gusti dalam musyawarah kerja nasional GAPGINDO di Jakarta, Kamis (8/6/2023).

“Harga yang wajar dalam penyeusaian ini di harga tebu setara gula di tingkat petani mestinya Rp12.500. Di konsumen mestinya Rp14.500 untuk di Jawa dan kemudian luar Pulau Jawa cocoknya hasil diskusi kita dengan perhitungan yang wajar sampai di daerah terluar, perbatasan dan distribusi logistiknya, mungkin yang wajarnya di posisi Rp15.500,” katanya dikutip dari Antara.

Lebih lanjut, Ketut juga mengklaim pihaknya bersama kementerian/lembaga serta pemangku kepentingan termasuk petani sepakat untuk menaikkan harga gula. Diharapkan langkah tersebut mampu menggenjot produksi petani. Dia yakin jika harga gula di tingkat petani sesuai,petani akan lebih nyaman dan akan menanam lebih banyak.

Sementara itu, Ketut menjelaskan kebutuhan konsumsi gula dalam setahun sebanyak 3,4 juta ton dan ditambah kebutuhan stok akhir tahun sebanyak 1,4 juta ton. Seiring dengan musim giling tebu baru mulai berjalan, pemerintah berencana untuk mengimpor gula sekitar 900 ribu ton karena produksi dalam negeri hanya diperkirakan sebanyak 2,7 juta ton.

Lebih lanjut Ketut menuturkan usulan penyesuaian Harga Pokok Penjualan (HPP) tebu dan gula di petani, serta Harga Acuan Penjualan (HAP) gula di tingkat konsumen tinggal menunggu persetujuan dari Sekretariat Kabinet agar bisa dilakukan pembahasan final. Dia juga menjamin penyesuaian tersebut tidak akan berdampak signifikan pada inflasi.

“Ini kebetulan pelibatannya semua pihak, ini saya lebih senang menyebutnya penyesuaian ya jadi penyesuaian yang wajar. Kita lakukan untuk mengantisipasi inflasi juga walaupun kami sudah menghitung dampak inflasinya sangat kecil,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait HARGA GULA NAIK atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari
Editor: Anggun P Situmorang