Menuju konten utama

Harga Garam Anjlok, Kemenperin: Industri Tak Serap Hasil Petani

Harga garam di pasaran anjlok pada kisaran Rp300 per kg, Kemenperin menjelaskan industri tidak bisa berbuat banyak seperti menyerap garam petani rakyat terkait kualitas.

Harga Garam Anjlok, Kemenperin: Industri Tak Serap Hasil Petani
Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara.

tirto.id - Kementerian Perindustrian memastikan bahwa industri tidak bisa berbuat banyak seperti menyerap garam petani rakyat saat harganya anjlok di kisaran Rp300 per kg.

Direktur Industri Kimia Hulu, Kemenperin Fridy Juwono menjelaskan ada halangan kualitas garam petani yang membuatnya belum tentu bisa diterima oleh industri.

Fridy menjelaskan seperti pada Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), mereka tidak bisa menyerap garam yang memiliki magnesium. Apalagi, kata Fridy, jika garam yang ditawarkan hanya berkualitas di K2-K3 yang kadar natrium kloridanya (NaCl) berada di bawah 94 persen sebagai minimum kadar garam industri atau kualitas K1.

“Gak bisa mamin [industri makanan dan minuman] kan dia gak boleh ada magnesium. Kembali tadi standar garam K2-K3 itu gak bisa (diserap),”ucap Fridy kepada wartawan saat ditemui usai konferensi pers di Gedung Kemenko Maritim pada Jumat (12/7).

Fridy menjelaskan bahwa penyerapan tentu bisa saja dipaksakan. Namun, hal itu menuntut adanya penyediaan teknologi dan investasi tambahan. Alhasil perusahaan malah harus menanggung biaya lebih tinggi. Padahal di saat yang sama, menurutnya, mereka harus memastikan produknya dapat dijual dengan harga bersaing di perdagangan internasional.

“Kalau dipaksa bisa costly. Kalau gitu kan costly harga tidak masuk. Secara teknologi bisa jadi kita harus berdaya saing,” ucap Fridy.

Hanya saja Fridy mengatakan untuk produk industri lainnya garam dengan kualitas K2-K3 jelas tidak bisa diproses. Sebab untuk industri farmasi seperti obat infus, sama sekali tidak bisa menggunakan garam kualitas rendah.

“Farmasi harus impor. Infus gak bisa. Pampers pun harus impor,” ucap Fridy.

Fridy menjelaskan bahwa saat ini produksi garam memang perlu menyentuh standar yang telah ditetapkan pemerintah yaitu kualitas K1. Hal ini, menurutnya, perlu dilakukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan garam industri agar kalau pun diserap harganya tidak jatuh.

“Kendala bicara industri itu standar. Bagaimana pun industri dituntut mengeluarkan standar produk yang memenuhi permintaan konsumen. Jadi perlu standar bahan baku. Jadi K2-K3 jadi problem,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait IMPOR GARAM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri