Menuju konten utama

Harapan Orang Tua Bisa Jadi Depresi Buat Anak

Harapan dari orang tua bisa jadi membuat anak depresi dan gagal berkembang. Salah satu solusinya adalah membuat suasana keluarga senyaman mungkin.

Harapan Orang Tua Bisa Jadi Depresi Buat Anak
Ilustrasi gangguan mental. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Psikolog menganalisa, banyak anak mengalami gejala depresi dan berpengaruh pada kemampuan mereka di sekolah. Hal itu disebabkan ekspetasi tinggi dari orang tua, masalah keluarga, dan tekanan akademis.

Seperti contoh, anak yang tidak mahir dalam hitungan namun saat penjurusan SMA (Sekolah Menengah Atas) ia dipaksa untuk masuk IPA yang notabene hampir semua mata pelajaran berbau hitungan. Kemampuan hitungan yang tidak mumpuni membuat sang anak menjadi stres ketika mendapat tugas atau ulangan dari guru tersebut.

Akibatnya, anak memilih membolos saat jam pelajaran untuk menghindari mata pelajaran yang tidak disukai. Di lain sisi, orang tua bangga anaknya masuk jurusan IPA. Namun ia tidak tahu bagaimana tekanan tinggi yang didapatkan sang anak di kelas IPA tersebut. Alhasil, sang anak merasa depresi karena bayang-bayang ekspetasi dari orang tua dan bolos adalah salah satu cara untuk melampiaskan semuanya.

Seperti dilaporkan Antara, co-founder Ubah Stigma, Asaelia Azeela mencontohkan ilustrasi di atas. Menurut dia, banyak anak depresi disebabkan karena tiga faktor, yaitu, ekspetasi tinggi dari orang tua atau keluarga, masalah keluarga, dan tekanan akademis.

Dampak tekanan yang terjadi dapat memecah konsentrasi anak saat belajar dan berujung mendapatkan nilai buruk. Hal tersebut karena anak terlalu fokus dibayangi pikiran dan perasaan terhadap tekanan tersebut dan tidak tahu harus bersikap seperti apa untuk mengatasinya.

Di sisi lain, pendampingan orang tua yang kurang dapat menyebabkan anak tersebut tumbuh dengan emosi tidak stabil dan memengaruhi interaksi sosial mereka. Anak juga menjadi sosok introvet (berkepribadian tertutup) karena merasa ada yang salah dengan dirinya.

Perasaan introvet itu membuat sang anak memendam semua masalah dan tak memiliki tempat berkeluh kesah. Alhasil, menyakiti dirinya sendiri secara fisik adalah pelampiasan yang terbaik baginya untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Psikolog Anak dari Ikatan Psikolog Indonesia, Annelia Sani Sari diambil mengatakan bahwa ketika anak mengalami gejala depresi, dewasa atau orang tua harus menemani dan membantu mengatasinya. Masalah mental yang tidak diantisipasi lebih lanjut, dapat menjalar lebih lebar lagi. Awalnya mungkin hanya masalah belajar bisa menjalar ke emosi, hubungan sosial, hingga menjadi kompleks. Akibatnya akan menyebabkan masalah mental jauh lebih besar.

Annelia menegaskan, masalah mental menjadi pokok persoalan yang harus difokuskan oleh orang tua. Alasannya, jika diabaikan bisa berakibat fatal pada anak. Akibat lebih lanjut, penyakit tersebut akan sukar sembuh dari sang anak. Mereka bisa jadi mendapat stigma buruk dari lingkungan sekitar, sulit mendapat akses kesehatan, pendidikan, serta membuat kehidupan sang anak tidak berkembang.

Seringkali orang tua dan dewasa di sekitar anak tidak memperhatikan bahwa anak mereka memiliki masalah mental. Penyebabnya karena gangguan mental pada anak itu sifatnya tidak diketahui. Pengetahuan masalah mental yang kurang memadai harus lebih ditingkatkan lagi agar tidak terlambat dalam menangani anak.

Solusi untuk orang tua dalam menghadapi masalah mental anak salah satunya dengan membentuk keluarga itu nyaman terlebih dulu tanpa harus ada pertengkaran setiap waktu dan tanamkan rasa percaya pada anak bahwa setiap masalah memiliki jalan keluar. Se-introvet apapun, ketika kondisi keluarga dalam zona nyaman si anak perlahan akan mulai bercerita tentang keluh kesahnya.

Baca juga artikel terkait DEPRESI atau tulisan lainnya dari Zulfa Nur Widowati

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Zulfa Nur Widowati
Penulis: Zulfa Nur Widowati
Editor: Agung DH