Menuju konten utama

Hanung Sebut Film Bumi Manusia Bentuk Pengabdian pada Kemanusiaan

"Film karya Pak Pramoedya itu bukan sebuah pekerjaan, tapi ini pengabdian kepada kemanusiaan, keadilan, dan cinta," ujar Hanung

Hanung Sebut Film Bumi Manusia Bentuk Pengabdian pada Kemanusiaan
Sutradara Hanung Bramantyo saat ditemui usai peluncuran trailer dan konferensi pers film "Bumi Manusia" dan "Perburuan" di Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2019). ANTARA/Dea N. Zhafira

tirto.id - Hanung Bramantyo, sutradara film Bumi Manusia mengatakan bahwa pembuatan film dari novel legendaris karya Pramoedya Ananta Toer ini merupakan sebuah bentuk pengabdian untuk sang penulis.

"Film karya Pak Pramoedya itu bukan sebuah pekerjaan, tapi ini pengabdian kepada kemanusiaan, keadilan, dan cinta," ujar Hanung dalam acara perilisan trailer Bumi Manusia di Epicentrum, Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2019) sebagaimana dilansir Antara.

Menurut Hanung, ada bentuk lain soal cinta yang ingin disampaikan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam buku tersebut, yakni cinta kepada keabadian dan keadilan.

“Mencintai bukan karena fisik, tapi karena ada alasan untuk melawan ketidakadilan. Ini berat dan membuat terbuat. Mencintai seseorang ada harga yang dibayar, seperti kerinduan, hingga perpisahan” kata Hanung.

Selain film Bumi Manusia, Hanung Bramantyo mengaku juga tertarik untuk memfilmkan buku-buku kelanjutannya, yakni Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Rencana tersebut akan direalisasikan setelah mendapat persetujuan dari Produser Falcon Production.

“Tapi semua tergantung Bu Erica (Frederica, produser Falcon Pictures). Semua tergantung respons penonton” katanya saat masih ditemui dalam acara yang sama.

Trailer Bumi Manusia langsung menjadi trending di Youtube sejak dipublikasikan oleh Falcon pada 4 Juli kemarin. Hingga artikel ini dimuat, trailer yang berdurasi selama 2 menit 47 detik tersebut telah ditonton oleh 687.000 lebih penonton.

Dalam film tersebut, tokoh Minke diperankan oleh Iqbal Ramadhan dan akan beradu akting dengan Mawar Eva de Jogh yang berperan sebagai Annelies. Sementara itu, tokoh Nyai Ontosoroh (Ibu Annelies), diperankan oleh Ine Febriyanti, sebagai perempuan pribumi gundik Tuan Mellema.

Dikutip dari channel Youtube Falcon Production, film ini bercerita tentang pemuda pribumi bernama Minke, yang dekat dengan keluarga Nyai Ontosoroh yang campuran antara pribumi-Belanda.

Nyai Ontosoroh pada masa itu posisinya dianggap sama rendah dengan binatang peliharaan. Ayah Minke yang seorang Bupati, tidak menyukai Minke dekat dengan keluarga tersebut. Namun, Minke terlanjur kagum dengan perjuangan Nyai Ontosoroh dalam melawan keangkuhan hegemoni bangsa kolonial.

Bagi Minke, Nyai Ontosoroh merupakan cerminan modernisasi. Ditambah ia jatuh cinta dengan Annelies, putri Nyai Ontosoroh yang berdarah campuran Indo-Belanda. Saat keangkuhan hukum kolonial mencoba merenggut Annelies dari sisi Minke, Nyai Ontosoroh terus mendorong Minke untuk terus maju dan memekikan satu kata: “Lawan!”

Sebelum film ini diproduksi, Hanung mengaku harus menghadapi kontroversi mengenai tokoh yang akan memerankan Minke.

Ada kekhawatiran yang muncul dikalangan penggemar karya-karya Pramoedya Ananta Toer, yakni film garapan Hanung akan terfokus dalam pada percintaan Minke-Analies.

Namun, Hanung yang mengaku seorang Pramis sejak 1990 malah curiga bahwa masyarakat menganggap Iqbaal akan memerankan Minke hingga buku kempat difilmkan (jika betul-betul terealisasi).

Padahal menurutnya pemeran film bisa berubah sesuai dengan kecocokan cerita. Bisa saja nanti di realisasi film lanjutannya yang lain, pemeran Minke akan berubah.

“Apa lagi di [buku] Jejak Langkah, saat ngomongin pergerakan nasional,” kata Hanung.

Baca juga artikel terkait SINOPSIS FILM atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Film
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Dipna Videlia Putsanra