Menuju konten utama

Hakim Tolak Eksepsi Ratna Sarumpaet

Hakim PN Jakarta Selatan menolak eksepsi Ratna Sarumpaet, alasannya karena surat dakwaan jaksa penuntut umum sudah cermat dan lengkap sesuai asas hukum yang berlaku.

Hakim Tolak Eksepsi Ratna Sarumpaet
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet (tengah) bersiap mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (19/3/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.

tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak eksepsi Ratna Sarumpaet dalam sidang putusan sela, Selasa (19/3/2019). Hakim memandang, surat dakwaan jaksa penuntut umum sudah cermat dan lengkap sesuai asas hukum yang berlaku.

"Menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum untuk seluruhnya. Dua menyatakan surat dakwan JPU nomor tertanggal 21 Februari telah disusun secara cermat jelas dan lengkap," kata ketua majelis hakim, Joni, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2019).

Pada persidangan awal, jaksa mendakwa Ratna melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 ayat (2) junto Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tim kuasa hukum pun sempat keberatan dan menyatakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Ratna pada Rabu (6/3/2019). Dalam eksepsi, disebutkan ada dua poin keberatan yakni penerapan dakwaan pertama dan dakwaan tidak memenuhi unsur dakwaan.

Tim penasihat hukum memandang penerapan pasal 14 ayat 1 UU No 1 tahun 1946 tidak tepat dikenakan kepada Ratna dengan alasan unsur dakwaan pertama tidak pernah terjadi dalam kasus Ratna.

Hal itu berdasarkan dakwaan JPU yang menyebut terjadi keonaran sebagaimana cuitan Rizal Ramli dan Rocky Gerung terkait kasus Ratna. Selain itu, orasi yang disampaikan beberapa orang di salah satu restoran, hingga konferensi pers yang dilakukan Prabowo Subianto sebagai bentuk perbuatan keonaran.

Surat dakwaan JPU juga dipandang tidak cermat dan tidak memenuhi unsur pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP. Menurut penasihat hukum, dakwaan Ratna bukan dakwaan primair subsidair, tetapi dakwaan alternatif.

Keseluruhan perbuatan materiel yang diujarkan dalam dakwaan, kata tim penasihat hukum, telah salah karena tercampur aduknya antara perbuatan manusia dengan perbuatan antar-akun melalui media elektronik atau media sosial.

Selain itu, perbuatan materiel tidak memasukkan unsur dari pasal yang didakwakan sesuai Peraturan Jaksa Agung tentang pembuatan surat dakwaan sehingga uraian jaksa di dakwaan kedua tidak memenuhi syarat.

Namun, pihak kejaksaan membantah dalil penasihat hukum dan beranggapan dakwaan sudah sesuai ketentuan hukum yang berlaku. JPU meminta hakim memberikan putusan sela bahwa sidang tetap dilanjutkan karena eksepsi penasihat hukum ada yang masuk pada pokok perkara.

Sesuai dengan permohonan jaksa, Hakim pun memerintahkan bahwa sidang perkara Ratna dilanjutkan.

"Memerintahkan sidang perkara pidana atas nama terdakwa Ratna Sarumpaet dilanjutkan," kata hakim.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno