Menuju konten utama

Hak Narapidana di Balik Polemik Foto Jupiter Fortissimo

Sejumlah foto artis Jupiter Fortissimo di penjara menjadi perbincangan netizen setelah viral di media sosial. Apa sesungguhnya yang terjadi?

Hak Narapidana di Balik Polemik Foto Jupiter Fortissimo
Aktor Jupiter Fortissimo. FOTO/Istimewa.

tirto.id - Artis Jupiter Fortissimo menjadi perbincangan warganet setelah beberapa fotonya viral di media sosial. Dalam foto yang beredar, narapidana kasus narkoba itu badannya terlihat kurus dan terkena penyakit kulit. Lantaran kondisi itu, sebagian netizen merasa prihatin, tetapi di sisi lain abai kalau penggunaan alat elektronik oleh warga binaan di dalam lapas merupakan pelanggaran.

Jupiter yang divonis penjara selama 2,5 tahun oleh majelis hakim pada November 2016 telah dipindahkan dari panti rehabilitasi di Lido, Bogor, Jawa Barat menuju Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Salemba, Jakarta Pusat. Setelah itu, ia dipindah lagi ke Lapas Kelas I Tangerang, Banten.

Menanggapi hal itu, Kepala Sub Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Ade Kusmanto mengatakan, tindakan Jupiter tersebut melanggar aturan. Menurut dia, seorang narapidana tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi atau elektronik ke dalam rumah tahanan.

“Warga binaan dilarang membawa barang-barang yang dilarang, yaitu alat komunikasi, barang elektronik, uang, sajam [senjata tajam], miras [minuman keras], apalagi narkoba. Kalau itu beredar foto Jupiter yang dibilang artis, berarti [ada] penyalahgunaan, penyelundupan HP oleh yang bersangkutan. Dan tidak dibetulkan. Itu melanggar. Berarti diam-diam Jupiter menyembunyikan alat komunikasi tanpa sepengetahuan petugas,” kata Ade kepada Tirto, Kamis (12/4/2018).

Ade mengklaim, penyelundupan itu agak sulit untuk diselidiki. Ia berkata, meskipun penjagaan dalam lapas sudah maksimal, tetapi setiap warga binaan mempunyai banyak cara untuk menyelundupkan alat komunikasi dan benda lainnya.

Setiap harinya, kata dia, petugas dalam lapas telah melakukan razia terhadap warga binaan. Selain pada jam yang telah ditentukan, ada juga razia secara mendadak yang tidak diberitahukan kepada penghuni lapas. Dengan adanya razia seperti itu, Ade mengaku heran jika masih ada gawai yang lolos dari pemantauan petugas.

“Itu yang harus kami dalami, ditanya ke yang bersangkutan, ke Jupiter, ini HP didapatkan dari mana, kapan didapatkannya, dengan cara apa, disembunyikan di mana, ‘kan lapas ribuan isinya. Jumlah warga binaan itu melebihi dari [jumlah] petugas, tapi bukan berarti petugas lapas duduk berdiam diri. Kami melaksanakan SOP, razia, mengimbau pada mereka agar mengikuti aturan yang berlaku,” kata Ade.

Menurut Ade, lapas yang ditempati Jupiter memang bukan kategori high risk atau cenderung tidak terlalu ketat. Misalnya, tahanan masih bisa bertemu dan bertatap muka dengan para penjenguk. Mereka bahkan bisa melakukan kontak fisik. Namun, Ade mengklaim, alat komunikasi selalu dititipkan di loker selama menjenguk warga binaan dan ada pengecekan melalui sinar X.

Ade menegaskan, jika ada petugas yang membantu atau lalai dalam melakukan tugas, serta meloloskan gawai diberikan kepada tahanan, maka tentu akan ada sanksi yang akan dijatuhkan. Akan tetapi, hal ini juga harus melihat sejauh mana kesalahan petugas dalam kelalaian tersebut.

“Bisa kesalahan disengaja, bisa juga kesalahan karena lalai,” kata Ade.

Ade menambahkan “petugas itu ada sanksi etik, sanksi kepegawaian tergantung efek tindakannya apa, motifnya apa. Kan, dengan menjadi perantara warga binaan memberi HP, kan, melanggar. Kami lihat seberapa besar kesalahan pegawai itu. Kami lihat motifnya, kami lihat murni kesalahannya atau memang kelalaiannya.”

Hal ini, kata Ade, tidak hanya berlaku dalam kasus Jupiter. “Napi yang melanggar aturan kedapatan HP diberikan sanksi masuk sel isolasi selama 6 hari. Apabila tidak menunjukkan itikad baik untuk berubah, maka bisa ditingkatkan tidak diberikan hak-haknya, seperti remisi atau pembebasan bersyarat,” kata Ade.

Benarkah Foto yang Beredar Adalah Jupiter?

Ade menegaskan, sebelum memberikan sanksi pada Jupiter atau petugas lapas, pihaknya tentu harus membuktikan terlebih dahulu kebenaran foto tersebut. Dari konfirmasi Ade kepada lapas Tangerang, Jupiter mengaku foto itu bukan dirinya.

Ade mengklaim, kondisi Jupiter tidak seperti yang terlihat dalam foto yang viral di media sosial itu. Menurut dia, Jupiter masih dalam kondisi sehat, dan sama sekali berbeda dari kondisi foto yang beredar di internet.

“Jupiter sangat menyayangkan keberadaan foto dan berita tersebut. Foto dan berita itu bukanlah gambaran dirinya. Jupiter tidak mengakuinya, bahkan mempertanyakan akun tersebut yang telah menyebarkan berita,” kata Ade.

Mantan kekasih Jupiter, Widuri Agesty saat dikonfirmasi Tirto, Kamis (12/4/2018) tak bisa memastikan apakah orang yang berada dalam foto tersebut Jupiter atau bukan. Selain karena kondisinya berubah, ia tak mau menilai sesuatu yang di luar keahliannya.

“Kurang jelas fotonya. Saya tidak bisa menyimpulkan,” kata Widuri kepada Tirto.

Sementara kuasa hukum Jupiter, Fransisca Indrasari mengatakan, jika dilihat sebatas wajah, maka subjek dalam foto tersebut memang Jupiter. Ia mengaku, Jupiter memang sempat mengeluh sakit, tetapi tak jelas sakit apa. Komunikasi yang terakhir yang ia lakukan dengan Jupiter pada penghujung 2017.

“Kalau dari muka saja, sih, benar dia [Jupiter]. Saya juga konfirmasi ke keluarganya. Sepupunya bilang, Jupiter memang sempat mengirim gambar kepada dia,” kata Fransisca.

Namun ketika ditanyakan bagaimana gambar tersebut bisa dikirim, Fransisca mengaku tidak tahu. Ia baru akan menjenguk Jupiter ke lapas, pada Jumat (13/4/2018).

“Nah, itu saya enggak tahu. Seharusnya enggak boleh memang [megang HP di lapas]” kata Fransisca.

Infografik tunggal hak narapidana dalam lapas

Kesehatan Napi yang Tidak Terjaga

Terlepas dari foto-foto yang beredar di media sosial adalah sosok Jupiter, narapidana memang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. Hal ini berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Kendati demikian, Ade menjelaskan, jika benar foto tersebut adalah Jupiter, maka hal itu tidak menggambarkan keseluruhan kondisi lapas. Ade mengklaim, selama ini lapas sudah berusaha menjaga kesehatan warga binannya. Namun, ia mengaku, tenaga kesehatan tidak seberapa jika dibandingkan ribuan warga binaan yang ada di lapas.

“Ada dokter, ada perawat, tapi dibanding warga binaan tidak seimbang,” kata dia.

Selain itu, Ade mengklaim, beberapa napi bahkan lebih gemuk saat berada di dalam lapas. Ade berkata, kebanyakan orang memang menjadi kurus atau gemuk sesuai kondisi psikologisnya. Apabila Jupiter terkena penyakit kulit, Ade beranggapan, hal itu bisa saja ia tertular oleh orang lain, karena banyak warga binaan dalam satu sel.

“Pelayanan kesehatan kami 24 jam. Kalau perlu dirujuk ke rumah sakit, kami juga rujuk ke sana, contohnya kasus Abu Bakar Baasyir [yang perlu dirujuk ke rumah sakit]” kata Ade.

Ia menambahkan “tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan, semua sama. Kami berikan pelayanan terbaik bagi warga binaan.”

Menanggapi penyakit kulit yang mungkin diderita Jupiter, Widuri mengaku, sejauh yang ia ketahui, Jupiter tak pernah memiliki penyakit semacam itu. “Ketika bersama saya, enggak ada sakit apa-apa. Tapi untuk sekarang, saya kurang tahu, karena sudah tidak berkomunikasi sejak [November] 2016 lalu,” kata dia.

Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan, pelayanan kesehatan di dalam lapas memang tidak terjamin. Jumlah dokter tidak sebanding dengan jumlah warga binaan, dan belum tentu dokter tersebut mampu menangani segala jenis penyakit tahanan.

Ricky menuturkan, kesehatan pasien juga bisa dipengaruhi masalah makanan. Sejauh yang Ricky ketahui, lapas memang memiliki dana yang minim untuk jatah makan para warga binaan. Dana itu juga terbatas, sesuai kapasitas lapas tersebut. Sedangkan rata-rata lapas di Indonesia masuk dalam kategori kelebihan muatan.

Lapas Kelas I Tangerang yang ditempati Jupiter misalnya, menampung 2.563 warga binaan per April 2018. Jumlah ini sudah melebihi kapasitas sebanyak 427 persen karena daya tampung lapas hanya 600 orang.

“Kebanyakan yang kondisinya sehat itu hanya mereka yang mendapat jengukan dari anggota keluarga. Biasanya mereka mendapat makanan atau obat yang bisa memenuhi gizi mereka,” kata dia. “Masalah ventilasi dalam lapas juga jadi masalah lain, karena kapasitasnya terlalu penuh.”

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz