Menuju konten utama

GUSDURian Desak Polisi Tindak Pelaku Penyerangan Syiah di Solo

Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, mengecam keras tindakan penyerangan atas warga saat acara midodareni di Surakarta.

GUSDURian Desak Polisi Tindak Pelaku Penyerangan Syiah di Solo
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid memberikan pemaparan saat acara Dialog Kebangsaan Seri V di Stasiun Tugu Yogyakarta, Selasa (19/2/2019). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, mengecam keras tindakan penyerangan dan kekerasan yang terjadi di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/8/2020) lalu.

Kekerasan dilakukan oleh kelompok intoleran kepada jemaah acara Midodareni yang tengah berlangsung di kediaman almarhum Segaf Al-Jufri, Jl. Cempaka No. 81 Kp. Mertodranan Rt 1/1 Kel/Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta.

Kata Alissa, Midodareni merupakan tradisi yang banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk mempersiapkan hari pernikahan. Pada Sabtu malam lalu, ratusan orang tiba-tiba mendatangi lokasi dan memaksa tuan rumah membubarkan acara tersebut.

Mereka juga merusak sejumlah mobil dan memukul beberapa anggota keluarga. Sembari meneriakkan takbir, penyerang meneriakkan bahwa Syiah bukan Islam dan darahnya halal.

"Syiah merupakan salah satu mazhab teologi dalam Islam yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Di Indonesia, Syiah termasuk dalam kategori kelompok minoritas dan kerap menerima perlakuan diskriminatif. Tiga orang dilaporkan menjadi korban tindakan brutal kelompok tersebut, sehingga harus menjalani perawatan medis akibat luka-luka yang diderita," kata Alissa lewat keterangan tertulisnya yang diterima wartawan Tirto, Senin (10/8/2020) pagi.

Ia mengatakan peristiwa tersebut menambah catatan buruk intoleransi di Indonesia, yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman. Apalagi beberapa waktu yang lalu, peristiwa intoleransi juga terjadi pada masyarakat adat di Kuningan, Jawa Barat.

"Presiden Joko Widodo pernah menyerukan bahwa tak ada tempat bagi intoleransi di Indonesia," kata Alissa.

Jaringan Nasional GUSDURian, kata Alissa, mendesak kepolisian setempat untuk menuntaskan kasus ini melalui mekanisme konstitusi.

Ia menilai, sebagai lembaga negara, kepolisian harus menegakkan hukum tanpa mempertimbangkan opsi harmoni sosial yang hanya akan melanggengkan praktik kekerasan di masa mendatang.

"Pelaku harus dihukum setimpal dengan undang-undang yang berlaku," kata Alissa.

Ia juga mendesak Pemerintah Kota Surakarta untuk menjamin keamanan warga negara, khususnya yang berstatus sebagai kelompok rentan. Kata Alissa, setiap jengkal wilayah Indonesia harus memberikan rasa aman kepada penduduknya.

"Negara memiliki tugas untuk mewujudkan keamanan bagi warga negara tersebut," katanya.

Baca juga artikel terkait KASUS INTOLERANSI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri