Menuju konten utama

Gus Sholah, Adik Gus Dur yang Jadi Magnet Politik Setiap Pemilu

Semasa hidup, Gus Sholah aktif di berbagai kegiatan, termasuk politik. Ia kerap jadi 'magnet' bagi para politikus yang mau maju dalam pemilihan.

Gus Sholah, Adik Gus Dur yang Jadi Magnet Politik Setiap Pemilu
Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng K.H. Sholahuddin Wahid atau Gus Sholah berbincang dengan sejumlah wartawan di Jombang, Jawa Timur, Jumat (15/3/2019). ANTARA FOTO/Syaiful Arif/wsj.

tirto.id - Kabar duka itu diembuskan Irfan Asyari Sudirman atau Ipang Wahid pada Ahad (2/2/2020) malam. Lewat Twitter @ipangwahid, ia mengabarkan bahwa sang ayah, Salahuddin Wahid atau biasa disapa Gus Sholah, telah wafat pada usia ke 77.

"Gus Sholah baru saja wafat, pada pukul 20.55. Mohon dimaafkan seluruh kesalahan. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu," tulis Irfan.

Gus Sholah meninggal di RS Jantung Harapan Kita, Jakarta Barat. Ia dirawat di sana sejak Ahad pagi.

Gus Sholah merupakan adik kandung dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Keduanya merupakan anak dari Wahid Hasyim, ulama terkenal yang menjadi Menteri Agama pertama di era Presiden Soekarno. Kakak beradik ini juga berstatus cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari.

Gus Sholah remaja bersekolah di SMAN 1 Jakarta dan lulus pada 1962. Dalam Mendengar Suara Rakyat, disebutkan pada masa ini dia pernah menjabat Wakil Ketua OSIS.

Aktivitas sosialnya berlanjut ketika mengambil kuliah Teknik Arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada masa ini ia pun aktif berorganisasi seperti menjadi anggota pengurus Senat Mahasiswa Arsitektur ITB, Bendahara Dewan Mahasiswa ITB, dan Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat ITB (1964-1966).

Melompat ke era reformasi, ia pernah menduduki kursi anggota MPR pada 1998 hingga 1999. Selepas itu ia dipercaya menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hingga 2004.

Gus Sholah adalah salah satu dari sekian banyak orang yang memanfaatkan momentum kejatuhan Soeharto untuk bergabung ke partai politik. Jika saudaranya, Gus Dur, mendirikan PKB, Gus Sholah memilih bergabung ke Partai Kebangkitan Umat (PKU). Di partai ini ia menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat sampai 1999.

PKU menambah panjang daftar partai-partai yang punya afiliasi kuat dengan NU pada Pemilu 1999. Ada empat partai yang berafiliasi dengan ormas itu: PKB, PKU, NU, dan SUNI.

Dalam wawancara dengan SCTV pada 18 Maret 1999, Gus Sholah pernah mengkategorisasi partai-partai yang ikuti Pemilu 1999. Ada partai sekuler, partai Islam, dan partai abu-abu--antara Islam dan sekuler. PKU sendiri menurut Gus Sholah adalah partai Islam.

Hamid Basyaib mencatat pernyataan tersebut sesungguhnya punya makna tersirat. Menurutnya "sasaran tembak" dari pernyataan itu sesungguhnya adalah PKB--partai abangnya. Gus Sholah mengkategorikan PKB itu partai nasionalis, sementara yang dipilih nahdliyin--warga NU--semestinya partai Islam.

Gus Dur tak tinggal diam dituding demikian. Aslich Maulana mencatat Gus Dur pernah mengatakan bahwa NU itu seperti ayam yang mengeluarkan tahi sekaligus telur. "Secara eksplisit, Gus Dur menyebut PKB sebagai telurnya," kata Aslich.

Gus Dur dan Gus Sholah memang kerap berbeda pandangan dan sikap, tak hanya soal PKB dan PKU. Meski demikian, keduanya "masih bergaul dengan baik."

Gus Sholah pun pernah mencicipi pertarungan merebutkan kursi presiden-wakil presiden. Pada 2004, ia dipinang Partai Golkar untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Wiranto. Perolehan suaranya kalah jauh dibandingkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla--yang akhirnya menang.

Gus Sholah juga aktif di berbagai organisasi profesi, organisasi masyarakat, dan organisasi bantuan hukum.

Ia, misalnya, menjadi Wakil Ketua Komnas HAM pada 2002-2007. Selama berkiprah di Komnas HAM, Gus Solah sempat memimpin TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) untuk menyelidiki kasus Kerusuhan Mei 1998 (Januari-September 2003), kemudian Ketua Tim Penyelidik Ad Hoc Pelanggaran HAM Berat kasus Mei 1998, Ketua Tim Penyelidikan Kasus Pulau Buru, dan lain sebagainya.

Kombinasi antara pengalaman politik dan asal usul keluarga terpandang membuat Gus Sholah kerap dilirik para politikus. Mereka kerap berebut restu saban mau maju dalam kompetisi.

Politikus yang dimaksud termasuk pasangan Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiag Uno. Mereka mendatangi Gus Sholah sebelum Pilpres 2019.

Ketika itu tidak jelas siapa yang sebenarnya dia dukung. Namun ia tak melarang anaknya atau ulama dan santri di pesantrennya untuk mendukung salah satu kandidat. Anaknya, Ipang Wahid, adalah salah satu tim sukses Jokowi-Ma'ruf Amin.

Tak hanya pilpres, Gus Sholah juga menjadi magnet politik saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Timur 2018. Di momen ini, Gus Sholah dengan tegas menyatakan dukungannya ke Khofifah Indar Parawansa ketimbang Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul.

Semua ini terjadi ketika ia menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng. Gus Sholah mulai memimpin lembaga yang didirikan pada 1899 ini pada 2006 lalu. Tahun itu pula jadi tahun terakhir Gus Sholah aktif secara langsung di politik praktis.

Gus Sholah disebut-sebut sangat serius menata kembali pondok pesantren yang didirikan oleh kakeknya itu. Tak hanya sistem dan kurikulum pendidikannya, sebagai lulusan arsitek ITB, Gus Sholah juga punya andil dalam berbagai renovasi sarana fisik.

Gus Sholah sangat cinta dengan Tebuireng, sampai-sampai pesan terakhirnya sebelum meninggal terkait dengan sekolah itu.

"Pesan terakhir beliau terkait dengan Tebuireng, terkait dengan masalah pendidikan," kata Ipang Wahid di RS Harapan Kita, Jakarta Barat, Minggu (2/2/2020) malam, seperti dilansir dari Antara.

Baca juga artikel terkait GUS SOLAH MENINGGAL atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino