Menuju konten utama

Guru SD di Sleman Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Pada 12 Siswinya

SPT (48) guru pegawai negeri sipil di sebuah SDN di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta ditetapkan sebagai tersangka pelecehan seksual.

Guru SD di Sleman Diduga Lakukan Pelecehan Seksual Pada 12 Siswinya
SPT (48) tersangka pelecehan seksual dihadirkan saat pers rilis di Polres Sleman, Selasa (7/1/2020) (tirto.id/Irwan A. Syambudi)

tirto.id - Polres Sleman menetapkan pria berinisial SPT (48) guru pegawai negeri sipil (PNS) di sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta sebagai tersangka pelecehan seksual. Ia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap 12 siswinya yang masih berusia belasan tahun.

Tindak pelecehan seksual terhadap para siswi di sebuah SDN di Kecamatan Seyegan, Sleman itu pertama kali terungkap saat ada empat siswi kelas enam yang mengadu ke guru lain jadi korban pencabulan SPT.

Mereka mengadu telah menjadi korban kekerasan seksual saat kemah di kawasan Kecamatan Tempel Sleman pada 13 Agustus 2019. Para siswi itu mengadu bahwa mereka telah diraba-raba di bagian payudara dan alat kelaminnya saat sedang tidur di dalam tenda khusus perempuan.

"[Korban] sambil menangis menceritakan kejadian pada malam harinya itu," kata Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sleman Iptu Bowo Susilo saat pers rilis di Polres Sleman, Selasa (7/1/2020).

Hal itu kemudian menjadi awal mula terungkapnya kasus kekerasan seksual ini. Sepekan setelah kejadian, empat orang tua korban membuat laporan resmi ke Polres Sleman.

Berdasarkan penyelidikan, kata Bowo, aksi SPT mencabuli para siswinya itu bukan kejadian pertama. Dari keterangan korban ada kejadian lain sebelum kejadian di perkemahan.

Peristiwa lain yang kemudian terungkap dari pengakuan korban terjadi pada Juli 2019. Korban mengaku mendapatkan tindakan kekerasan seksual di ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).

Mulanya, kata Bowo, korban diajak tersangka ke ruang UKS dengan dalih hendak mengajarkan mata pelajaran IPA. Di UKS guru wali kelas 6 itu kemudian mengajarkan soal reproduksi.

Sesampainya di ruang UKS korban diraba-raba pada bagian payudara dan alat kelaminnya. Selain itu korban juga ditanya-tanya mengenai bulu kelamin dan apakah korban memakai BH atau tidak.

"Kemudian [tersangka] juga memberikan ancaman agar perbuatan yang dilakukan oleh tersangka itu tidak diceritakan kepada siapapun," ujar Bowo.

Tersangka, kata Bowo, memberikan ancaman kepada para siswinya itu jika menceritakan perbuatannya ke orang lain, mereka tak akan lulus dan akan mendapatkan nilai C.

Atas peristiwa di dua lokasi berbeda itu, kata Bowo, terdapat enam korban yang telah dimintai keterangan. Sebagian korban di dua lokasi tersebut adalah anak yang sama.

"Jadi perbuatan ini sudah ada enam korban yang sudah kita mintai keterangan sebagai saksi korban [...] Siswi yang lain sebetulnya ada, [berdasarkan] penyelidikan yang awal itu dugaannya sampai 12 siswi yang menjadi korban," kata dia.

Namun hingga saat ini polisi hanya melakukan pemeriksaan terhadap enam siswi yang menjadi korban. Sedangkan enam siswi lainnya atas pertimbangan psikologis, orang tua korban tidak mengizinkan untuk dilakukan pemeriksaan.

Namun, kata Bowo, dari pemeriksaan enam siswi sebagai saksi korban tersebut sudah cukup digunakan dasar penetapan tersangka. Sebab didapatkan bukti dari hasil pemeriksaan visum psikiattrikum para korban mengalami permasalahan psikologis akibat peristiwa itu.

"Hasil pemeriksaan dari psikiater, anak mengalami cemas, sedih dan ada perasaan ketakutan yang berlebihan sehingga dengan alat bukti tersebut kita menetapkan oknum guru sebagai tersangka," ujarnya.

Pada 8 Desember 2019, SPT kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Sleman. Sebelum ditetapkan tersangka, SPT masih sempat mengajar di sekolah tersebut sekitar satu bulan.

Akan tetapi, karena para korban merasa ketakutan, tersangka kemudian dipindah dari sekolah tersebut.

Akibat perbuatannya itu, pria yang telah memiliki istri dan anak ini terancam Pasal 82 ayat 1 dan 2 junto pasal 76 e UU no 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan paling singkat 5 tahun penjara.

"Karena tersangka ini adalah tenaga pendidik sehingga ancaman hukumannya diperberat. Di pasal 82 ayat 2 itu apabila sebagai tendik atau orang tua wali itu ancamannya diperberat sepertiga," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PELECEHAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz